"Semuanya lebih mahal sekarang."
Angka-angka terbaru itu, kata para analisis, kian mendesak Bank Sentral Eropa untuk mengambil tindakan.
Bank berusaha menyeimbangkan rekor inflasi dengan ancaman bahwa perang bisa merugikan ekonomi yang sebelumnya sudah berada di bawah tekanan.
Bulan lalu, Bank Sentral Eropa mempercepat upaya keluar dari stimulus ekonomi untuk memerangi inflasi. Namun, Bank Sentral Eropa belum mengambil tindakan lebih drastis.
"Kami berpikir bahwa ECB (European Central Bank) akan segera menyimpulkan mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi sebelum mulai menaikkan suku bunga," Jack Allen-Reynolds, ekonom senior Eropa di Capital Economics, dalam sebuah laporan.
Bank sentral lain mulai menaikkan suku bunga. Ini termasuk Amerika Serikat, yang inflasinya melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, sebesar 7,9 persen.
Negara-negara Eropa yang tidak menggunakan euro, termasuk Inggris, Norwegia, dan Republik Ceko juga melakukan hal yang sama, yaitu menaikkan suku bunga.
Di zona euro, ada kenaikan harga untuk kategori pengeluaran lain selain energi.
Biaya makanan, alkohol, dan tembakau naik 5 persen, dibandingkan dengan 4,2 persen di bulan sebelumnya.
Sementara, harga barang-barang seperti pakaian, peralatan, mobil, komputer, dan buku naik 3,4 persen, naik dari 3,1 persen. Ongkos layanan naik 2,7 persen, dibandingkan 2,5 persen sebelumnya.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi, mantan presiden Bank Sentral Eropa, menguraikan bagaimana masalah tersebut menimpa kalangan rumah tangga.
“Inflasi naik karena harga bahan baku naik, khususnya untuk bahan makanan. Merekalah (inflasi) yang paling memukul daya beli keluarga,'' kata Draghi kepada wartawan asing, Kamis (31/3).
“Kekurangan beberapa bahan baku menciptakan hambatan dalam produksi dan memaksa kenaikan harga lebih lanjut,” tambah Draghi.
Draghi mengatakan, selama inflasi tetap bersifat sementara, pemerintah dapat merespons dengan langkah-langkah anggaran.