TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS, Joe Biden meminta Presiden Rusia Vladimir Putin diadili atas kejahatan perang, menyusul penemuan kuburan massal dan puluhan mayat warga sipil di jalanan Kota Bucha, Senin (4/4/2022).
Dilansir Reuters, menargetkan warga sipil selama konflik merupakan kejahatan perang.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag mendefinisikan kejahatan perang sebagai "pelanggaran berat" terhadap Konvensi Jenewa pasca-Perang Dunia Kedua, yang mengedepankan kemanusiaan pada masa perang.
Menyerang sasaran militer yang sah namun dengan potensi jatuhnya banyak warga sipil, juga melanggar konvensi, kata pakar hukum.
Baca juga: Biden Minta Putin Diadili Atas Dugaan Kejahatan Perang di Bucha
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Asia Diprediksi Bakal Terimbas Perang Rusia Vs Ukraina
Wakil Wali Kota Bucha pada Minggu, mengatakan 50 warganya menjadi korban pembunuhan ekstra-yudisial yang dilakukan pasukan Rusia.
Jonathan Hafetz, sarjana hukum pidana internasional dan keamanan nasional di Fakultas Hukum Seton Hall University, menilai eksekusi warga sipil di Bucha adalah kejahatan perang yang paling mendasar.
Kementerian Pertahanan Rusia membantah tuduhan tersebut, dan menilai foto mayat di jalanan Bucha merupakan "provokasi" oleh pemerintah Ukraina.
Bagaimana mengusut kasus kejahatan perang?
Reuters melaporkan, penyidik akan mengunjungi tempat kejadian (TKP), yaitu Bucha, dan mewawancarai saksi mata.
James Goldston, direktur eksekutif organisasi advokasi Open Society Justice Initiative, mengatakan foto dan laporan berita dari Bucha akan memungkinkan penyelidik di Ukraina menindaklanjuti melalui para penyintas dari beberapa dugaan kekejaman.
Pasukan Ukraina bisa menangkap tentara Rusia, sebagai cara lain mengumpulkan bukti.
Beberapa ahli mengatakan, jaksa mungkin mengalami kesulitan mendapatkan bukti dari zona perang aktif karena masalah keamanan dan saksi yang dapat diintimidasi atau enggan berbicara.
Bagimana cara menuntut Putin?
Untuk membangun tuduhan kejahatan perang, penyelidik harus membuktikan niat dan kesalahan terdakwa harus dibuktikan tanpa keraguan, jelas ahli.
Alex Whiting, profesor tamu di Harvard Law School, mengatakan bukti gambar akan membuat kasus ini lebih mudah untuk dituntut.
"Pertanyaannya kemudian menjadi, siapa yang bertanggung jawab dan seberapa tinggi itu?" ujarnya.
Kasus-kasus akan lebih mudah dibangun melawan tentara dan komandan, tetapi mereka juga dapat mengejar kepala negara, kata para ahli.
Seorang jaksa dapat memberikan bukti bahwa Putin atau pemimpin Rusia lainnya, melakukan kejahatan perang dengan secara langsung memerintahkan serangan ilegal atau mengetahui kejahatan sedang dilakukan namun tidak mencegahnya.
Para ahli menilai terlalu dini untuk menuduh insiden di Bucha merupakan komando otoritas tinggi Rusia.
Namun jika kekejaman serupa dilakukan di wilayah lain Ukraina, hal itu dapat menunjukkan kebijakan atau arahan dari pejabat tinggi.
Apakah mungkin terjadi trial in absentia?
Kepala Jaksa ICC, Karim Khan, mengatakan pada 28 Februari bahwa dia telah membuka penyelidikan kejahatan perang setelah invasi.
Meskipun Ukraina dan Rusia bukan anggota pengadilan, Ukraina telah menyetujui penyelidikan sejak 2013, termasuk untuk mengusut pencaplokan Krimea.
ICC akan mengeluarkan surat perintah penangkapan jika jaksa dapat menunjukkan "alasan yang masuk akal" bahwa kejahatan perang telah dilakukan.
Namun baik Rusia maupun Ukraina bukanlah anggota ICC dan Moskow tidak mengakui pengadilan, sehingga hampir pasti menolak bekerja sama.
Semua persidangan akan ditunda sampai seorang terdakwa ditangkap, karena ICC tidak dapat mengadili seseorang "in absentia" atau tidak ditahan secara fisik.
ICC masih bisa menyelidiki dan mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Selain ICC, pengadilan terpisah dapat dibentuk seperti saat mengadili kejahatan perang di Balkan pada awal 1990-an dan genosida Rwanda 1994.
Tidak mungkin pengadilan akan mengadakan persidangan tanpa terdakwa dalam tahanan, karena persidangan "in absentia" tidak dianggap dalam hukum internasional, kata Rebecca Hamilton, seorang profesor hukum di American University.
Baca juga: Ukraina Tertarik Lakukan Investigasi Transparan atas Kejahatan Perang Rusia
Baca juga: FAKTA Dugaan Pembantaian Warga di Bucha, Ada 300 Mayat Ditemukan hingga Biden Minta Putin Diadili
Berapa lama waktu yang dibutuhkan?
Pakar hukum mengatakan, dakwaan kejahatan perang mungkin datang hanya dalam tiga sampai enam bulan, tetapi menuntut sebuah kasus bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Pengadilan Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia membutuhkan waktu dua tahun untuk mendapatkan hukuman atas dakwaan pertamanya.
Pengadilan itu mendakwa kepala negara pertamanya, Presiden Yugoslavia saat itu Slobodan Milosevic, pada tahun 1999 dan menahannya pada tahun 2001.
Pengadilannya dimulai pada tahun 2002 dan sedang berlangsung ketika dia meninggal di Den Haag pada tahun 2006.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)