News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Profil Alexander Dvornikov, Komandan Perang Baru Rusia, Dijuluki Penjagal Suriah

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenderal Alexander Dvornikov. Sosok Dvornikov, komandan perang baru Rusia yang ditunjuk Putin.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Alexander Dvornikov, komandan perang Rusia baru yang ditunjuk Vladimir Putin.

Pejabat AS dan Eropa menilai penunjukan Dvornikov ini berarti Rusia telah mengakui kemunduran rencana militernya.

"Ini menunjukkan pengakuan Rusia bahwa itu (rencana militer) berjalan sangat buruk dan mereka perlu melakukan sesuatu yang berbeda," ujar pejabat Eropa, dikutip dari CNN.

Analis militer dan pejabat AS yang akrab dengan penilaian intelijen telah berspekulasi, jenderal baru ditunjuk bertujuan untuk memberi Putin beberapa kemajuan medan perang yang nyata menjelang Hari Kemenangan pada 9 Mei.

Mantan duta besar Inggris untuk Rusia, Sir Roderic Lyne, mengatakan kepada Sky News, Moskow telah menunjuk seorang jenderal baru dengan "rekam jejak yang cukup biadab di Suriah untuk mencoba setidaknya mendapatkan beberapa wilayah di Donetsk yang dapat dihadirkan Putin sebagai kemenangan."

Baca juga: Putin Tunjuk Komandan Baru untuk Pimpin Perang di Ukraina, AS: Demi Beri Kemajuan yang Nyata

Baca juga: Kantor Kepresidenan Ukraina Sebut Lebih dari 4.500 Orang Dievakuasi pada 9 April 2022

Profil Alexander Dvornikov

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Jenderal Alexander Dvornikov (Newsnpr)

Dikutip dari Daily Mail, Dvornikov lahir pada 1961 dan memulai kariernya di Sekolah Militer Soviet.

Di tahun 1978, ia bergabung dengan Angkatan Darat Soviet.

Ia kemudian menjalani pendidikan lanjutan di Sekolah Pelatihan Komando Tinggi Moskow dan lulus pada 1982.

Sejak saat itu, Dvornikov naik pangkat, bertugas di posisi senior di berbagai divisi dan lulus dari Akademi Militer Staf Umum tahun 2005.

Pada 2008, ia mengambil alih komando Tentara Spanduk Merah kelima, sebelum menjabat sebagai Wakil Komandan Distrik Militer Timur.

Setelahnya, ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Distrik Militer Pusat.

Kecerdasan medan perangnya tampaknya sangat dihormati di antara para jenderal barat.

Ia diyakini akrab dengan teater perang Donbas - di mana separatis pro-Rusia telah memerangi pasukan pemerintah Ukraina sejak 2014.

Dvornikov juga telah diberi tanggung jawab untuk mengawasi Laut Hitam dan semenanjung Krimea, yang direbut oleh Rusia pada 2014.

Baca juga: Imbas Konflik Rusia Vs Ukraina, Harga Pangan Dunia Cetak Rekor Tertinggi, Picu Krisis Global

Baca juga: Sanksi Makin Bertambah, Jepang Umumkan Larangan Impor Batu Bara dari Rusia

Dvornikov, yang saat ini berusia 60 tahun, merupakan komandan pertama operasi militer Rusia di Suriah usai Putin mengirim pasukannya ke sana pada September 2015 untuk mendukung pemerintah Presiden Bashar Al-Assad, sebagaimana dilansir CNN.

Di bawah komando Dvornikov, pesawat Rusia membombardir lingkungan padat penduduk dan menyebabkan banyak korban sipil.

Tak hanya itu, penggunaan senjata kimia juga dilakukan selama invasi Rusia ke Suriah untuk mendukung rezim Assad.

Mengutip Metro, Dvornikov dianugerahi penghargaan militer tertinggi Rusia pada 2016.

Seorang pejabat anonim mengatakan, dipilihnya Dvornikov lantaran ia memiliki banyak pengalaman operasi-operasi Rusia di Suriah.

Karena itu, ia diharapkan bisa mengatur kembali Distrik Militer Selatan menjadi kelompok kekuatan gabungan yang mampu beroperasi secara efektif di darat, laut, dan udara.

Diduga Dalang di Balik Serangan Kramatorsk

Tentara Ukraina membersihkan mayat setelah serangan roket menewaskan sedikitnya 35 orang pada 8 April 2022 di sebuah stasiun kereta api di Kramatorsk, Ukraina timur, yang digunakan untuk evakuasi sipil. (AFP)

Alexander Dvornikov diyakini dalang di balik penembakan mengerikan di stasiun kereta api yang dipenuhi wanita dan anak-anak.

Serangan rudal itu menewaskan sedikitnya 52 orang dan 300 lainnya terluka di Kramatorsk di wilayah timur Donetsk, menurut laporan pejabat Barat.

Baca juga: Simak 3 Alasan Indonesia Abstain dalam Voting Penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB

Baca juga: Pakar Nilai Tepat Indonesia Abstain dalam Voting Penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB

Dikutip dari Mirror, sisa-sisa rudal ditemukan di dekat jasad warga sipil dengan tulisan "untuk anak-anak" dalam bahasa Rusia.

Insiden ini dianggap Ukraina sebagai serangan yang disengaja oleh pasukan Rusia.

"Mereka ingin menebar kepanikan dan ketakutan, mereka ingin mengambil sebanyak mungkin warga sipil," katanya, seraya menambahkan bahwa ribuan warga sipil berada di stasiun ketika roket menghantam.

Pavlo Kyrylenko, gubernur wilayah Donetsk di mana Stasiun Kramatorsk berada, mengklaim roket yang menghantam stasiun itu berisi munisi tandan yang meledak di udara, kemudian menyemprotkan bom kecil yang mematikan ke area yang lebih luas.

Munisi tandan merupakan senjata yang penggunaannya telah dilarang di bawah konvensi 2008.

Lebih lanjut, gubernur ini mengunggah sebuah foto yang menunjukkan beberapa mayat di samping tumpukan koper dan barang bawaan lainnya.

Kementerian Pertahanan Rusia, dilaporkan kantor berita RIA, mengatakan bahwa rudal yang menghantam stasiun tersebut hanya digunakan oleh militer Ukraina.

Pihaknya mengaku bahwa angkatan bersenjata Rusia tidak menargetkan apapun di Kramatorsk pada Jumat (8/4/2022) ini.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan tidak ada pasukan Ukraina di stasiun itu.

"Pasukan Rusia (menyerang) di stasiun kereta biasa, pada orang biasa, tidak ada tentara di sana," katanya kepada parlemen Finlandia dalam sebuah video, dilansir Tribunnews.com.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Serangan Roket di Stasiun Kereta Api Kramatorsk Tewaskan 39 Orang dan 87 Terluka

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini