TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky memberikan peringatan keras kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Peringatan tersebut terkait dengan keselamatan pasukan Ukraina terakhir yang mempertahankan Pabrik Baja di Mariupol.
Diberitakan sebelumnya, hingga saat ini beberapa pasukan atau pembela Ukraina masih bertahan di Pabrik Baja Azovstal.
Namun mereka di tengah-tengah kepungan serta serangan Rusia.
Zelensky pun memperingatkan bahwa jika pasukan Rusia membunuh salah satu tentara terakhir yang mempertahankan pabrik baja Mariupol tersebut, maka Zelenzky akan menutup pintu damai dengan Rusia.
Ukraina akan meninggalkan pembicaraan damai dengan Moskow.
Presiden Ukraina juga mengatakan bahwa negaranya akan menarik diri dari pembicaraan damai jika Rusia mengadakan referendum kemerdekaan di Kota Kherson yang diduduki.
Mariupol tetap menjadi kota yang penting secara strategis dan telah dihancurkan oleh Rusia selama berminggu-minggu, dikutip dari The Sun.
Para pejabat mengatakan evakuasi yang direncanakan terpaksa dihentikan lantaran penembakan yang intens di kota tersebut.
Baca juga: Pesawat Rusia, Termasuk Maskapai Sipilnya yang Menuju Suriah Dilarang Melintasi Wilayah Udara Turki
Pasukan Ukraina yang Terkepung di Pabrik Baja: Kami Terluka, Tewas, dan Kami Simpan Mayat Pejuang
Seorang pembela Ukraina, Svyatoslav Palamar, baru-baru ini mengungkapkan kesaksiannya terkait pabrik baja Azovstal yang terkepung oleh pasukan Rusia.
Diketahui dalam pabrik tersebut, banyak pasukan Ukraina bersembunyi, pabrik pun sebagian besar hancur dan warga sipil terperangkap di bawah bangunan yang runtuh.
Svyatoslav Palamar dari resimen Azov tersebut juga mengatakan para pembela telah menangkis gelombang serangan Rusia.
"Saya selalu mengatakan bahwa selama kita di sini, Mariupol tetap di bawah kendali Ukraina," katanya.
Seperti diketahui, sebagian besar Mariupol telah hancur dalam beberapa minggu, akibat pengeboman berat Rusia dan pertempuran jalanan yang intens.
Baca juga: Kelompok Neo Nazi Ukraina Batalyon Azov di Mariupol Tolak Menyerah ke Rusia
Pengambilalihan pelabuhan Laut Azov adalah tujuan utama perang Rusia dan akan melepaskan lebih banyak pasukan untuk bergabung dalam serangan Rusia di wilayah Donbas timur.
Palamar mengatakan, Rusia telah menembaki pabrik baja dari kapal perang dan menjatuhkan bom penghancur bunker di atasnya, dikutip dari BBC.
"Semua bangunan di wilayah Azovstal praktis hancur. Mereka menjatuhkan bom berat, bom penghancur bunker yang menyebabkan kehancuran besar."
"Kami telah terluka dan ada tewas di dalam bunker. Beberapa warga sipil tetap terperangkap di bawah bangunan yang runtuh," kata Kapten Palamar.
Resimen Azov awalnya adalah kelompok neo-Nazi sayap kanan yang kemudian dimasukkan ke dalam Garda Nasional Ukraina.
Para pejuangnya bersama dengan brigade Marinir, penjaga perbatasan dan petugas polisi adalah pembela Ukraina terakhir yang tersisa di kota.
Ketika ditanya berapa banyak pasukan Ukraina yang bertahan dan tersisa di Mariupol, Kapten Palamar menjawab 'cukup untuk mengusir serangan'.
Dia mengatakan bahwa warga sipil berada di lokasi terpisah jauh dari pejuang.
Mereka berada di ruang bawah tanah yang masing-masing berisi 80-100 orang, tetapi tidak jelas berapa jumlah total warga sipil karena beberapa bangunan telah dihancurkan dan pejuang tidak dapat menjangkau mereka karena penembakan.
Dan pintu masuk ke beberapa bunker di Mariupol diblokir oleh pelat beton berat yang hanya bisa digerakkan oleh alat berat, katanya.
"Kami tetap berhubungan dengan warga sipil yang tinggal di tempat-tempat yang bisa kami datangi. Kami tahu ada anak kecil di sana yang berusia tiga bulan," katanya.
Pejuang itu mengimbau warga sipil untuk diberikan jalan keluar yang aman dari pabrik baja dan menyerukan negara ketiga atau badan internasional untuk bertindak sebagai penjamin keselamatan mereka.
“Orang-orang ini telah melalui banyak hal, melalui kejahatan perang. Mereka tidak mempercayai orang Rusia, dan mereka takut,” katanya.
Warga sipil lanjut usia di pabrik baja membutuhkan obat-obatan, sementara ada juga sekitar 500 pejuang yang terluka parah yang tidak mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan, termasuk operasi besar seperti amputasi.
"Setelah 52 hari blokade dan pertempuran sengit, kami kehabisan obat-obatan. Dan kemudian kami juga menyimpan mayat para pejuang kami yang tidak terkubur yang perlu kami kubur dengan bermartabat di wilayah yang dikuasai Ukraina," katanya.
Kapten Palamar mengatakan, para pembela Ukraina juga ingin mengamankan evakuasi mereka sendiri jika memungkinkan, tetapi tidak ada pertanyaan untuk menyerah.
"Mengenai penyerahan diri sebagai ganti jalan keluar yang aman bagi warga sipil, saya harap kita semua tahu dengan siapa kita berhadapan. Kita pasti tahu bahwa semua jaminan, semua pernyataan Federasi Rusia tidak ada artinya," jelasnya.
Parlemen Rusia Disebut Usulkan Ambil Paksa Darah Tawanan Perang Ukraina: Hanya Bagi yang Sehat
Seorang anggota parlemen Rusia disebut telah mengusulkan untuk secara paksa mengambil darah tawanan perang Ukraina.
Hal itu digunakan untuk merawat warga sipil dan tentara Rusia yang terluka, akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Usulan tersebut dilontarkan oleh Sergey Leonov, anggota Duma Negara Rusia.
Dikutip dari The Sun, ia telah membuat proposal seperti itu menurut Euromaidan Press yang melaporkan kemarin malam.
"Tentu saja, kita berbicara tentang sumbangan yang masuk akal, dan hanya untuk mereka (tawanan perang) yang kesehatannya memungkinkan," ujar Sergey Leonov.
Di sisi lain, menurut seorang pejabat NATO pada awal April, mengatakan hingga 40.000 tentara Rusia terbunuh, terluka, ditangkap hingga hilang.
Baca juga: Dituduh Sebarkan Hoaks, Google Didenda Rusia 11 Juta Rubel
Antara 7.000 dan 15.000 diperkirakan tewas dalam perang di Ukraina sejak invasi diluncurkan pada 24 Februari lalu.
Dikepung di Pabrik Baja di Mariupol, Komandan Ukraina Beri Pesan Video: Ini Bisa Jadi yang Terakhir
Perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi.
Di Mariupol, ketegangan terus meningkat.
Tentara Putin mencoba menyerbu sebuah pabrik besi dan baja Azovstal di wilayah tersebut, di mana di lokasi tersebut pasukan terakhir Ukraina dan warga sipil bertahan.
Mereka yang bertahan menggunakan terowongan bawah tanah untuk melakukan pertahanan terakhir.
Para martir Mariupol tersebut telah bersumpah untuk berjuang sampai mati dalam pertempuran dengan Rusia.
Lantas beredar sebuah video, 'pesan terakhir' yang diucapkan Mayor Serhiy Volyna, komandan benteng terakhir pasukan Ukraina di sebuah pabrik baja tersebut.
Di tengah kepungan, dirinya mengatakan pasukan tidak akan menyerah meskipun ada ledakan tanpa henti oleh pasukan Rusia.
Mayor Volyna bersikeras pasukannya di pabrik itu tidak akan meletakkan senjatanya, meskipun kalah dalam jumlah yakni sepuluh banding satu.
Dalam sebuah video yang mengerikan, dia memperingatkan itu bisa menjadi "pesan terakhir" mereka ketika pasukan Rusia mengepung daerah itu dan melepaskan rentetan tembakan terus-menerus, dikutip dari The Sun.
"Ini adalah seruan kami kepada dunia. Ini bisa menjadi pesan terakhir kami," katanya.
"Kami mungkin menghadapi hari-hari terakhir kami," lanjut dia.
Baca juga: Tentara Rusia Dilaporkan Menjarah Rumah Orang Kaya di Ukraina
“Musuh kami melebihi jumlah yakni 10 banding satu. Mereka memiliki keunggulan di udara, dalam artileri, dalam pasukan mereka di darat, dalam peralatan dan di tank."
"Kami hanya mempertahankan satu objek pabrik Azovstal, di mana selain personel militer ada juga warga sipil yang menjadi korban perang," terangnya.
Dia juga mengeluarkan seruan bagi para pemimpin dunia untuk membantu mengevakuasi warga yang terluka dari kota Mariupol, di mana sebagian besar telah menjadi puing-puing oleh serangan udara dan artileri yang konstan.
"Kami mengimbau dan memohon kepada semua pemimpin dunia untuk membantu kami," tambahnya.
"Kami meminta mereka untuk menggunakan prosedur 'ekstraksi' dan membawa kami ke wilayah negara pihak ketiga," katanya.
Mayor Volyna mengatakan unitnya memiliki lebih dari 500 tentara yang terluka, serta ratusan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)