TRIBUNNEWS.COM, BUDAPEST – Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, menyatakan usulan embargo penuh minyak Rusia oleh Komisi Eropa tidak dapat diterima.
Viktor Orban menegaskan, embargo semacam itu sama saja menjatuhkan bom nuklir pada ekonomi negaranya.
Berbicara kepada penyiar publik Hungaria Kossuth Radio Jumat (6/5/2022), Orban mengklaim negara anggota UE sepakat setiap tindakan blok mengenai energi harus mempertimbangkan situasi masing-masing negara.
Perdana Menteri Hungaria juga memperingatkan proposal terbaru tentang minyak Rusia oleh Komisi Eropa baik sukarela atau tidak, menyerang persatuan Eropa yang diperjuangkan secara keras.
Orban menunjukkan negara-negara yang memiliki pelabuhan laut berada dalam posisi yang jauh lebih menguntungkan.
Mereka dapat beralih ke bahan bakar fosil yang dikirim menggunakan kapal relatif mudah. Sementara negara-negara yang terkurung daratan seperti Hungaria sepenuhnya bergantung pada jaringan pipa.
Orban menambahkan jalur pipa menuju Hungaria dimulai di Rusia. Ia mencatat Budapest tidak akan menerima rencana UE yang mengabaikan fakta-fakta ini.
Baca juga: Khawatir Rugikan Konsumen, India Lanjutkan Pembelian Minyak dari Rusia
Baca juga: Uni Eropa Ajukan Boikot Impor dari Rusia, Harga Minyak Dunia Langsung Melonjak
Baca juga: Sabotase di Transnistria Lonceng Penanda Meluasnya Medan Perang di Eropa
Dia memperingatkan jika rencana itu dilaksanakan, harga bensin di negara itu bisa naik menjadi 700 forints ($1,90) per liter.
Sementara solar bisa menelan biaya hingga 800 forints ($2,22) per liter, yang akan menjadi beban berat bagi seluruh rakyat Hungaria.
Dampak Jangka Panjang
Selain itu, proposal Brussel dapat mengakibatkan negara Eropa Tengah benar-benar kehabisan bahan bakar dan produk minyak lainnya dalam jangka panjang.
Menurut politisi itu, akan menelan biaya ribuan miliar forint dan membutuhkan waktu hingga lima tahun bagi Hungaria beralih dari minyak Rusia ke minyak alternatif.
Orban juga mencatat sementara UE telah mengalokasikan dana untuk tujuan itu di atas kertas, Budapest belum melihat uang itu, yang berarti Hongaria tidak dapat memulai prosesnya.
Orban menekankan pemerintahnya bersedia membahas proposal alternatif selama itu menghormati kepentingan nasional negara itu.
“Rencana ini menciptakan masalah bagi Hongaria dan tidak berusaha untuk menyelesaikannya," keluh perdana menteri.
Dia mengatakan kepada wartawan telah mengirim kembali proposal ke Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen untuk dikerjakan ulang, dan sekarang sedang menunggu yang baru.
Mengacu pada lima putaran sanksi Uni Eropa sebelumnya terhadap Rusia, yang disetujui Hungaria, Orban mengakuinya
Namun ia tetap tidak melihat sanksi ekonomi sebagai instrumen yang tepat untuk menyelesaikan krisis Ukraina.
Budapest memiliki hak veto untuk situasi yang secara langsung mempengaruhi kepentingan nasional Hungaria. Dia menggambarkan embargo impor energi Rusia sebagai garis merah untuk negaranya.
Orban juga menguraikan posisi Hungaria dalam konflik bersenjata di Ukraina, menyerukan semua pihak yang terlibat untuk menyetujui gencatan senjata dan melanjutkan pembicaraan damai sesegera mungkin.
Hungaria Takkan Kirim Senjata
Dia mengulangi Hongaria bertekad menghindari konflik, dan dengan demikian tidak akan memberikan senjata ke kedua belah pihak, tidak seperti banyak negara Eropa lainnya.
Menurut Orban, memasok senjata ke Ukraina akan membawa masalah di kepala mereka yang terlibat, terutama jika mereka adalah tetangga negara yang sedang berperang.
Pada saat yang sama, baik pemerintah Hungaria dan masyarakat secara keseluruhan memberikan bantuan kemanusiaan skala besar kepada ribuan pengungsi Ukraina yang tiba di negara itu.
Pada Rabu, Ursula von der Leyen meluncurkan gelombang keenam sanksi yang menargetkan Kremlin menyusul operasi militer terhadap Ukraina.
Di antara langkah-langkah yang diusulkan adalah sanksi terhadap bank top Rusia, larangan penyiaran Rusia dari wilayah Eropa, dan embargo impor minyak mentah Rusia dalam waktu enam bulan.
Namun, poin terakhir menghadapi tentangan keras dari negara-negara seperti Hongaria dan Slovakia.
Mereka khawatir larangan itu akan sangat merusak ekonomi mereka karena mereka sangat bergantung pada energi Rusia.
Rusia menyerang negara tetangganya pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik secara paksa.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)