TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace menyebut para pemimpin militer Rusia dan Presiden Vladimir Putin harus menghadapi konsekuensi atas invasi Ukraina.
Dalam pidato utama yang akan dilakukan pada Senin (9/5/2022) ini, Ben Wallace bakal mengritik Rusia secara blak-blakan.
Menurut kutipan yang diterima Sky News, Wallace akan mengatakan bahwa Putin dan lingkaran dalamnya harus bernasib sama dengan Nazi.
"Melalui invasi mereka ke Ukraina, Putin, lingkaran dalam dan jenderalnya sekarang mencerminkan fasisme dan tirani 70 tahun yang lalu, mengulangi kesalahan rezim totaliter abad lalu," bunyi pidato Wallace.
"Nasib mereka juga, pasti, pada akhirnya akan sama," imbuhnya.
Baca juga: 4 Hal yang Mungkin Dilakukan Putin saat Hari Kemenangan, Deklarasikan Perang atau Kemenangan
Baca juga: Presiden Vladimir Putin akan Pimpin Peringatan Hari Kemenangan atas Nazi Jerman Senin Ini
Bicara di National Army Museum di London, Wallace akan membahas invasi Rusia ke Ukraina yang ia anggap tidak beralasan.
Menurutnya, agresi militer itu justru merusak perjuangan masa lalu dan reputasi global yang dibanggakan Rusia.
Menteri Pertahanan juga menuduh perwira senior militer tidak kompeten sehingga harus diadili di pengadilan militer.
"Mari kita sebut absurditas para jenderal Rusia - gemilang dalam seragam parade mereka yang terawat dan terbebani oleh banyak medali mereka - karena benar-benar terlibat dalam pembajakan Putin atas sejarah kebanggaan leluhur mereka dalam bertahan melawan invasi kejam; memukul mundur fasisme; mengorbankan diri mereka untuk tujuan yang lebih tinggi," kata Wallace.
Dalam kutipannya, Wallace menilai kegagalan militer Rusia menguasai Ukraina selama invasi sangat memalukan.
"Semua tentara profesional harus terkejut dengan perilaku tentara Rusia."
"Mereka tidak hanya terlibat dalam invasi ilegal dan kejahatan perang, tetapi petinggi mereka telah gagal pangkat dan arsip mereka sendiri sejauh mereka harus diadili di pengadilan militer."
Dilansir The Telegraph, pidato itu akan disampaikan Menteri Pertahanan Inggris saat Moskow mengadakan parade militer untuk menandai Hari Kemenangan atas Nazi Jerman pada Perang Dunia II.
Pesawat "kiamat" yang digadang-gadang sebagai peringatan Putin kepada Barat, juga akan dipamerkan dalam parade.
Ilyushin Il-80 dirancang untuk melindungi Presiden Rusia dan memungkinkannya untuk memerintah dari langit jika terjadi serangan nuklir.
Il-80 juga mampu mengeluarkan perintah serangan nuklirnya sendiri.
Parade tahun ini diperkirakan melibatkan lebih sedikit persenjataan, karena masih dalam situasi perang dengan Ukraina.
Setelah pawai, sekitar satu juta warga Rusia diperkirakan akan berparade di Moskow sembari memegang foto anggota keluarga yang gugur dalam perang dan menamakannya "resimen abadi".
"Memalukan pada mereka yang berusaha menggunakan penderitaan orang Rusia biasa sebagai landasan untuk ambisi kekaisaran mereka sendiri," kata Wallace.
"Mereka adalah orang-orang yang benar-benar menghina ingatan Resimen Abadi."
Pejabat Barat memperkirakan Putin akan menggunakan pidatonya pada Hari Kemenangan untuk memperluas serangan di Ukraina dan mendeklarasikan perang secara resmi.
Dia mungkin juga akan mengumumkan "referendum" atau pencaplokan wilayah Donbas timur, tempat Ukraina memerangi separatis pro-Rusia sejak 2014.
Baca juga: Sejarah Hari Kemenangan Rusia, Putin Diduga akan Deklarasikan Perang Total Tepat di Victory Day
Baca juga: G7 Siapkan Sanksi Baru, Larang Anggotanya Impor Minyak dari Rusia
Pada Minggu sebelumnya, Putin membandingkan invasinya ke Ukraina dengan kemenangan Rusia dalam Perang Dunia Kedua.
"Hari ini, tentara kami, sebagai nenek moyang mereka, berjuang berdampingan untuk membebaskan tanah air mereka dari kotoran Nazi dengan keyakinan bahwa, seperti pada tahun 1945, kemenangan akan menjadi milik kita," kata Presiden Rusia.
Di saat yang sama, Kelompok 7 (G7) menyetujui sanksi baru yang menyasar perusahaan keuangan Rusia, menyusul sanksi embargo minyak Rusia.
Beberapa pemimpin Barat melakukan perjalanan ke Ukraina selama akhir pekan, termasuk Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dan Jill Biden, Ibu Negara AS.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)