Dua orang tentara bayaran dan bekas prajurit pasukan khusus AS tertangkap di perbatasan Venezuela-Kolombia.
Gelagat Awal Kepentingan AS
Pemerintah Venezuela bulan lalu mengumumkan dimulainya kembali upaya politik untuk berkomunikasi dengan kelompok oposisi yang didukung AS.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro juga mengumumkan pengaktifan kembali komunikasi Caracas dan pemerintahan AS.
Sebagai tanda awal, pemerintahan Maduro membebaskan warga AS Gustavo Cardenas, salah satu dari enam eksekutif Exxon yang ditahan di Venezuela atas tuduhan korupsi dan penggelapan sejak 2017.
Venezuela juga membebaskan Jorge Alberto Fernández, seorang Kuba-Amerika yang ditahan atas tuduhan terorisme.
Dialog antara pemerintah Venezuela dan faksi-faksi oposisi dihentikan pada Oktober menyusul 'penculikan' diplomat Alex Saab oleh otoritas Cape Verde yang bekerja dengan para pejabat AS.
Pengumuman itu muncul setelah pengungkapan delegasi tingkat tinggi AS terbang ke Caracas untuk bertemu dengan Maduro dalam upaya untuk mengamankan akses ke minyak Venezuela.
Washington berusaha keras melemahkan hubungan negara itu dengan Rusia.
Maduro menjelaskan jika Caracas ingin meminta dunia untuk berdialog di Ukraina, maka itu harus dilakukan lewat contoh nyata.
Faksi garis keras oposisi yang dipimpin Juan Guaido tampaknya benar-benar kecolongan saat Biden mengirim utusan ke Venezuela untuk pertama kalinya sejak AS memutuskan hubungan.
Setelah Presiden Maduro mengkonfirmasi pembicaraan tersebut, Senator Marco Rubio (R-FL) mengungkapkan kebingungannya.
New York Times pada 2019 menjuluki politisi itu sebagai “juru bicara de facto” kelompok kudeta Venezuela yang digagalkan.
“Gedung Putih meninggalkan mereka yang mencari kebebasan #Venezuela dengan imbalan minyak dalam jumlah yang tidak signifikan,” kata Rubio dalam satu posting yang menunjukkan kemarahan.