Meskipun putranya mengalami trauma mental akibat pembantaian itu, Ruiz mengatakan anak berusia 9 tahun itu bersikeras berbicara kepada wartawan demi mengalihkan fokus dari pria bersenjata itu dan mengarahkannya pada para korban.
"Itulah mengapa saya setuju untuk membiarkannya melakukan ini," ungkap sang ibu.
"Jika dia merasa ini akan membantunya, saya tidak masalah, karena saya ingin dia pulih," katanya.
Sejak penembakan itu, Ruiz mengatakan putranya tidak mau masuk ke kamarnya.
Ia juga berhenti bermain video game.
"Ketika saya bertanya kepadanya mengapa dia tidak ingin bermain, dia berkata, 'Saya tidak ingin mendengar suara tembakan'."
"Kami tidak lagi menonton TV kabel - penyebutan penembakan apa pun akan memicunya," tambah sang ibu.
"Ini adalah sesuatu yang harus mereka jalani selamanya dan itu akan sulit."
Ruiz mengatakan pria bersenjata itu adalah mantan muridnya, ketika dia menjadi asisten pengajar.
Adapun perasaan Daniel tentang pria bersenjata itu:
"Saya merasa marah padanya."
"Saya bermain sepak bola dengan mereka (korban) dan mereka tidak selamat."
Respons Polisi Dinilai Lamban, Petugas Tak Langsung Masuk Kelas untuk Menyergap Pelaku
Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, cara polisi dalam menghadapi serangan penembakan itu dinilai tidak tepat.