Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, CAPE TOWN - Sekelompok ilmuwan dari Afrika dan tempat lainnya mendesak komunitas ilmiah dan pemimpin kesehatan dunia untuk menghapus bahasa stigmatisasi yang digunakan untuk membedakan virus cacar monyet (Monkeypox).
Bahkan para ilmuwan ini menganjurkan penggantian nama virus itu sendiri.
Dikutip dari laman Statnews, Minggu (12/6/2022), dalam sebuah makalah yang diterbitkan online pada Jumat lalu, kelompok tersebut mengusulkan untuk mengabaikan nama yang ada untuk virus monkeypox Afrika Barat dan Kongo, serta menggantinya dengan angka, dengan mengatakan bahwa penggunaan nama itu saat ini 'bersifat diskriminatif'.
"Dalam konteks wabah global saat ini, referensi lanjutan dan nomenklatur virus ini menimbulkan sifa diskriminatif dan menstigmatisasi," tulis lebih dari dua puluhan ilmuwan.
Sementara itu, Maria Van Kerkhove yang memimpin unit Penyakit Baru dan Zoonosis di Program Darurat Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta akan terlibat dalam setiap penyusunan kembali nama-nama clade, menunjukkan bahwa lembaga tersebut setuju dengan gagasan itu.
"Ada dukungan luas untuk ini,” kata Van Kerkhove.
WHO dan komunitas ilmiah dapat secara efektif mengganti nama clades dengan menyetujui istilah pengganti dan mulai menggunakannya dalam pernyataan resmi, makalah ilmiah, serta wawancara dengan jurnalis.
Beginilah proses penamaan yang rumit untuk virus SARS-CoV-2 penyebab virus corona (Covid-19) digantikan oleh sistem pemberian nama varian untuk huruf dalam alfabet Yunani, seperti Alpha dan Omicron.
Namun, mengganti nama virus itu sendiri bukanlah lingkup WHO.
Baca juga: AS Borong 300.000 Dosis Vaksin Monkeypox Produksi Bavarian Nordic
Karena kekuatan itu ada pada organisasi yang dikenal sebagai Komite Internasional untuk Taksonomi Virus, yang juga memberi nama SARS-CoV-2.
Di sisi lain, WHO menggunakan nama penyakit yang menyebabkan virus, Covid-19.
Van Kerkhove mengatakan subkomite ICTV yang berfokus pada keluarga poxvirus sedang 'membahas penggantian nama virus cacar dalam beberapa bulan mendatang'.
Menggunakan nama geografis untuk virus telah disukai selama beberapa waktu.
Bahkan sejak tahun 1976, para ilmuwan yang menyelidiki wabah misterius dan mematikan di sebuah tempat bernama Yambuku di Republik Demokratik Kongo memutuskan untuk tidak memberi nama virus itu, karena dianggap menstigmatisasi.
Infeksi Monkeypox secara historis terbatas di Afrika Barat dan Tengah, di mana virus ini endemik pada beberapa hewan.
Hingga saat ini, kasus yang terlihat di luar negara-negara tersebut jarang terjadi.
Namun pada pertengahan Mei lalu, otoritas kesehatan di Inggris mengumumkan bahwa mereka telah mendeteksi sejumlah kasus pada orang yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke negara-negara endemik.
Sejak mereka mengirimkan peringatan itu, lebih dari 1.500 kasus telah terdeteksi di lebih dari 40 negara di mana virus monkeypox biasanya tidak ditemukan.
Penyebaran yang belum pernah terjadi sebelumnya di daerah-daerah itu dan framing yang dilakukan media mendorong para ilmuwan untuk menyerukan perubahan dalam cara menggambarkan virus.
"Inilah yang dipelopori oleh rekan-rekan dari Afrika, jadi baik Afrika Selatan maupun Nigeria merasa bahwa kami membutuhkan seperangkat nama baru yang secara netral dan objektif dapat digunakan untuk merujuk pada varian genotip virus yang berbeda ini," kata seorang Profesor di Universitas Basel di Swiss, Prof Richard Neher.
Neher yang berfokus pada bidang evolusi virus merupakan penandatangan proposal tersebut.
Baca juga: Polandia Laporkan Kasus Pertama Monkeypox
Mereka menyarankan bahwa virus yang dikenal sebagai clade Kongo disebut sebagai clade 1.
Sedangkan clade Afrika Barat saat ini akan dibagi menjadi dua sebutan, dengan wabah multi-negara besar yang sedang berlangsung sebagai clade 3.
Lebih lanjut, mereka menyarankan bahwa 'h' ditempelkan di depan bentuk pendek virus MPXV untuk menandakan bahwa virus di clade 3 menular dari orang ke orang.
Di negara-negara endemik di Afrika, Monkeypox lebih umum menyebar dari hewan ke orang, dengan penularan terbatas dari orang ke orang, terutama di antara kontak dalam anggota keluarga.
"Harapannya adalah dengan hanya memiliki sistem netral 1, 2, 3 ini, kami akan memiliki perincian yang lebih akurat yang tidak terikat dengan tempat sampel ini di masa lalu. Dengan mendapat dukungan dari sekelompok besar ilmuwan yang secara aktif bekerja pada evolusi virus ini, kemungkinan besar ini akan diadopsi lebih dan lebih luas lagi," kata Neher.