Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Saat ini ada 1,5 juta anak di dunia yang tidak mendapatkan akses bantuan tunai untuk anak mau pun keluarga.
Lalu hanya 26,4 persen anak di dunia yang memiliki akses terhadap perlindungan sosial. Hal ini disampaikan oleh Programmer Officer ILO yaitu Irham Ali Saifudin.
Di sisi lain, berdasarkan simulasi terakhir dibikin Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO, pekerja anak berpotensi bertambah menjadi 15,1 juta di antaran tahun 2020-2022.
Karenanya, setelah tahun 2021, ditetapkan sebagai tahun Internasional Penghapusan Pekerja Anak oleh PBB, dalam Konferensi Global Penghapusan Pekerja Anak yang kelima.
Diadakan di Durban Afrika Selatan tanggal 15-20 mei pada tahun 2022. Dalam konferensi tersebut menghasilkan seruan Durban untuk penghapusan pekerja anak.
Baca juga: Dea Ananda Akhirnya Lahirkan Anak Perempuan, Diberi Nama Sanne El Azhar
Konferensi ini juga bertujuan untuk meneguhkan langkah-langkah penghapusan pekerja anak sehingga bisa menargetkan target global untuk menghapuskan pekerja anak pada tahun 2025 nanti.
Dalam seruan tersebut, ada enam poin yang disampaikan.
Pertama, komitmen dunia untuk mewujudkan kerja layak bagi semua orang.
Kedua, komitmen dunia mengakhiri pekerja anak di sektor pertanian.
Ketiga penguatan dan pencegahan pekerja anak melalui kebijakan berbasis data.
Keempat, penguatan akses pendidikan bagi anak, termasuk di dalamnya pelatihan. Kemudian yang kelima, penguatan akses universal perlindungan sosial.
Keenam adalah memperkuat pekerja finansial dan internasional sebagai upaya penghapusan pekerja anak dan kerja paksa.
Di sisi lain, ILO memperkirakan bahwa penguatan di beberapa lini dapat mengurangi potensi risiko bertambahnya pekerja anak di dunia.
"Seperti akses pendidikan dan kesehatan. Lalu jaminan kehilangan pekerjaan. Serta kebijakan yang pro terhadap rumah tangga dan kebijakan perlindungan sosial," ungkapnya pada acara Save The Children Indonesia secara virtual, Rabu (15/6/2022).