Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WELLINGTON - Para ilmuwan tercengang saat ratusan penguin 'terkecil di dunia' secara misterius terdampar mati di Selandia Baru.
Hanya dalam beberapa bulan terakhir, lebih dari 500 Eudyptula minor yang juga dikenal sebagai penguin terkecil di dunia, secara misterius hanyut mati di pantai-pantai di seluruh Selandia Baru.
Para ilmuwan pun saat ini belum menemukan penyebab di balik kematian dalam jumlah besar makhluk-makhluk ini.
Meskipun mereka menduga bahwa perubahan iklim kemungkinan menjadi penyebabnya.
Dikutip dari laman The Express, Selasa (21/6/2022), sejak awal Mei lalu, penguin kecil yang dikenal pula sebagai kororā ini telah terdampar di pantai-pantai di Pulau Utara negara itu.
Baca juga: Video 3 Ekor Penguin Berkunjung ke Museum Seni Nelson-Atkins, Lelucon April Mop yang Jadi Nyata
Kelompok penguin yang mengalami kematian terbesar dilaporkan berada di Pantai Ninety Mile dekat Kaitaia, di mana 183 penguin mati ditemukan pada waktu yang sama awal bulan ini.
Ini terjadi setelah 109 penguin lainnya ditemukan mati di pantai yang sama sekitar sebulan lalu.
Menurut Departemen Konservasi (DOC) Selandia Baru, cluster lain dari sekitar 100 penguin mati juga ditemukan di Cable Bay dekat Nelson, diantara kematian lainnya.
Penyebab di balik kematian hewan-hewan itu memang masih belum jelas, namun para ilmuwan telah mencatat bahwa sebagian besar penguin mati secara signifikan karena kekurangan berat badan.
Perlu diketahui, penguin kecil yang sehat biasanya memiliki berat antara 800 gram hingga 1 kg, sementara yang ditemukan mati memiliki bobot hanya sekitar setengah dari angka itu.
Seorang Ilmuwan burung laut DOC, Graeme Taylor mengatakan bahwa tidak ada lemak tubuh yang ditemukan pada penguin-penguin ini dan hampir tidak ada otot yang terlihat.
"Ketika mereka mencapai tahap kekurusan itu, mereka tidak bisa menyelam. Hal ini menyebabkan penguin mati kelaparan atau hipotermia karena kurangnya lemak pelindung," kata Taylor.
DOC meyakini bahwa faktor yang menyebabkan Kororā kelaparan bukan karena penangkapan ikan yang berlebihan, melainkan karena perubahan iklim yang akhirnya meningkatkan suhu air dan membuatnya terlalu panas untuk ikan yang mereka makan demi bisa bertahan hidup.