News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Presiden Ukraina Pecat Kepala Keamanan dan Jaksa Agung, Sebut Ada Kerja Sama dengan Rusia

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Luksemburg setelah pembicaraan di Kyiv pada 21 Juni 2022. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy memecat Jaksa Agung dan Kepala Dinas Keamanan Ukraina karena anggota mereka melakukan kerja sama dengan Rusia.

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menyebut dirinya telah memecat para pejabat karena banyak kasus anggota mereka melakukan kerja sama dengan Rusia.

Para pejabat Ukraina yang dipecat oleh Zelenskyy adalah Jaksa Agung dan Kepala Dinas Keamanan.

Kepala Keamanan yang juga teman masa kecil Zelenskyy, Ivan Bakanov dan Jaksa Agung, Iryna Venediktova resmi dipecat pada Minggu (17/7/2022).

Pengumuman pemecatan mereka dilakukan melalui situs resmi Presiden Ukraina.

Dikutip dari AlJazeera, dalam posting Telegram terpisah, Zelenskyy mengatakan dia telah memecat pejabat tinggi karena banyak kasus terungkap dari anggota agensi mereka yang bekerja sama dengan Rusia.

Zelenskyy mengatakan, 651 kasus pengkhianatan dan kolaborasi telah dibuka terhadap pejabat kejaksaan dan penegak hukum.

Baca juga: Dmitri Medvedev : Jika Ukraina Serang Krimea, Kiamat Itu Akan Tiba

Sementara itu, 60 pejabat dari badan-badan Bakanov dan Venediktova sekarang bekerja melawan Ukraina di wilayah-wilayah yang diduduki Rusia.

"Serangkaian kejahatan terhadap fondasi keamanan nasional negara, menimbulkan pertanyaan yang sangat serius bagi para pemimpin terkait," ujar Zelenskyy.

"Masing-masing pertanyaan ini akan mendapat jawaban yang tepat," lanjutnya.

Zelenskyy menggantikan Venediktova dengan wakilnya, Oleksiy Symonenko sebagai Jaksa Agung baru.

Jerman: Pasokan Gas Kami Kurang untuk Musim Dingin

Saat Rusia menghadapi sanksi besar karena melancarkan invasinya ke Ukraina, inilah yang perlu anda ketahui tentang pipa gas Nord Stream 2 dan perannya dalam konflik antara dua negara yang bertetangga itu. (Grafis Tribun Network)

Akibat ketergantungan energi kepada Rusia, Jerman mengalami kekurangan pasokan gas untuk melewati musim dingin.

Kepala undesnetzagentur yang mengatur listrik dan gas negara Jerman, Klaus Mueller mengatakan, fasilitas penyimpanan gas Jerman saat ini tidak cukup penuh untuk melewati musim dingin.

Baca juga: Ringkasan G20 di RI: Pemulihan Ekonomi Dunia Mundur, Hentikan Perang di Ukraina

"Tangki penyimpanan gas hampir 65 persen penuh."

"Itu lebih baik dari minggu-minggu sebelumnya, tetapi masih belum cukup untuk melewati musim dingin tanpa gas Rusia," kata Mueller, dikutip dari media Rusia, TASS.

Mueller mengatakan, pekerjaan pemeliharaan Nord Stream dijadwalkan berakhir hari Kamis minggu ini.

"Sekarang banyak tergantung pada apakah dan berapa banyak gas mengalir melalui pipa setelah pemeliharaan," kata presiden Badan Jaringan Federal atau Bundesnetzagentur Jerman ini.

Jika pasokan gas dari Rusia tiba-tiba terputus dalam semalam, Jerman bisa mengalami resesi besar.

Ini karena seluruh industri bergantung pada gas dan sebagian besar rumah tangga Jerman menggunakannya untuk pemanas.

Baca juga: Di Medan Perang Paling Brutal Ini, Tentara Ukraina Rata-rata Berumur Hanya 5-6 Hari

Sementara itu dikutip dari CBC News, Ukraina telah menawarkan pasokan alternatif kepada Jerman dan Kanada.

Pasokan alternatif yang ditawarkan oleh Ukraina berasal dari pipa Sudzha yang memasuki wilayah Sumy utara Ukraina dari Rusia dan mengalir ke perbatasan Ceko.

Pihak Ukraina mengatakan, Sudzha memiliki kapasitas yang tidak terpakai sebesar 202 juta meter kubik per hari, atau lebih dari seluruh pipa Nord Stream 1.

Namun Kanada dan Jerman menolak tawaran tersebut.

"Ada alternatif bagi Jerman untuk bisa mendapatkan gas," kata Paul Grod, Presiden Kongres Dunia Ukraina.

"Gas yang mereka butuhkan sangat mudah diakses melalui pipa Ukraina, yang untuk beberapa alasan yang tidak diketahui mereka menolak untuk menggunakannya. Sebaliknya, mereka menjadi mangsa pemerasan Rusia," imbuhnya.

(Tribunnews.com/Whiesa/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini