News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Thailand Naikkan Harga Mie Instan Jadi Rp 2.900 untuk Pertama Kali dalam 14 Tahun

Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi mie instan - Thailand menaikkan harga mie instan menjadi Rp 2.900 per 25 Agustus. Ini adalah kenaikan pertama dalam 14 tahun.

TRIBUNNEWS.COM - Krung Thep Maha Nakhon akan menaikkan harga mie instan Thailand, kata Departemen Perdagangan pada Rabu (24/8/2022).

Ini adalah kenaikan harga pertama pada kebutuhan pokok harian dalam 14 tahun di Thailand.

Dikutip dari CNA, ekonomi kerajaan belum bangkit kembali setelah Thailand membuka sepenuhnya negara untuk turis awal tahun ini.

Negara itu juga terpukul oleh inflasi tinggi dalam 14 tahun dan terekena dampak ekonomi dari perang Rusia-Ukraina.

Harga mie instan dibatasi oleh Bangkok pada 6 baht (sekitar Rp 2.400) per bungkus, tetapi produsen besar yang cemas mendesak pemerintah untuk menaikkan batas menjadi 8 baht (sekitar Rp 3.300), dengan alasan biaya produksi yang melonjak.

Departemen Perdagangan mengkonfirmasi mereka akan menyetujui kenaikan menjadi 7 baht (sekitar 2.900) per bungkus berukuran biasa, efektif mulai 25 Agustus.

Baca juga: PM Thailand Prayut Diskors Sementara setelah Masa Jabatan 8 Tahun Digugat

Berita itu muncul setelah lima produsen mie instan utama Thailand, Wai Wai, Mama, Yam Yam, Sue Sat dan Nissin mengajukan petisi kepada departemen untuk kenaikan harga.

"Kami menghadapi kenaikan harga komoditas, harga minyak untuk ekspor," jelas Veera Naphaprukchart dari Thai Preserved Food, bagian dari merek populer Wai Wai.

Harga tepung terigu naik sekitar 20 persen hingga 30 persen dan harga minyak sawit naik dua kali lipat, katanya.

Veera menyalahkan kenaikan biaya pada invasi Rusia ke Ukraina, yang merupakan pemasok utama gandum ke kerajaan sebelum konflik.

Pipat Paniangvait, dari Thai President Food, mengatakan harga mie instan terakhir kali naik pada 2008.

Masalah produsen telah diperparah oleh biaya ekspor yang tinggi, yang berarti penjualan ke luar negeri juga sulit dilakukan.

"Dulu, kami menjual lebih banyak di luar Thailand untuk meredam situasi di sini karena kami tidak bisa menaikkan harga secara bebas," katanya.

Departemen Perdagangan mengatakan akan terus memantau biaya produksi dan mengindikasikan dapat menyesuaikan harga.

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini