TRIBUNNEWS.COM - Sedikitnya 23 orang tewas dan 140 lainnya terluka dalam bentrokan sengit di Libya.
Bentrokan terjadi antara milisi Libya yang bersaing di ibu kota negara Libya, Tripoli.
Demikian dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan Libya, Sabtu (27/8/2022).
Pertempuran sengit meletus di ibu kota semalam ketika faksi-faksi yang bersaing saling tembak-menembak dan beberapa ledakan keras bergema di seluruh kota.
Gambar dan video yang beredar di media sosial menunjukkan puluhan bangunan, termasuk bangunan tempat tinggal, telah hancur, dengan beberapa mobil dihancurkan dan dibakar.
Diketahui, Libya telah terpecah antara faksi-faksi yang bertikai sejak 2014, menyusul pemberontakan yang didukung NATO terhadap Moammar Gadhafi pada 2011.
Baca juga: 15 Imigran Tewas Kehausan di Gurun Pasir Perbatasan Sudan-Libya
Pemerintah Persatuan Nasional yang didukung PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diposting di halaman Facebook resminya.
"(Bentrokan) dipicu oleh kelompok militer yang menembakkan tembakan acak ke konvoi yang lewat di area Jalan Zawia."
"Sementara kelompok-kelompok bersenjata berkumpul di gerbang ke-27 barat, dari Tripoli dan Gerbang Jebs di selatan Tripoli," katanya, seperti dilansir CNN.
Perdana Menteri sementara negara itu Abdulhamid Dbeibeh, kepala GNU, berbasis di Tripoli di bagian barat Libya.
Gedung parlemen di Tobruk di timur negara itu adalah pusat pemerintahan saingan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fathi Bashagha.
Bashagha telah mencoba masuk dan mengambil alih Tripoli karena dia mengklaim GNU ilegal dan harus minggir.
Namun GNU menolak dan mengklaim kekuasaan harus diserahkan secara damai melalui pemilihan, bukan paksaan.
Kotamadya Tripoli menganggap Pemerintah Kesepakatan Nasional yang diakui PBB dan Tentara Nasional Libya bertanggung jawab atas situasi yang memburuk di ibu kota, menurut Kantor Berita Libya LANA, kantor berita resmi pemerintah yang diakui secara internasional.
Baca juga: Banyak Negara Dilanda Krisis Energi, Produksi Minyak Libya Malah Naik 1,2 Juta BPH
"Kotamadya Tripoli menganggap Parlemen, Dewan Tertinggi Negara, Dewan Presiden dan kedua pemerintah bertanggung jawab atas memburuknya situasi keamanan di ibu kota Tripoli dan menuntut masyarakat internasional untuk melindungi warga sipil," lapor LANA.
Duta Besar AS untuk Libya Richard B. Norland mendesak pentingnya menghindari bentrokan kekerasan di Tripoli, menurut tweet dari Kedutaan Besar AS di Libya.
Norland mengatakan dia dan Presiden Dewan Kepresidenan Menfi pada hari Jumat membahas perlunya de-eskalasi, cuit kedutaan pada Sabtu.
"Kami menyetujui kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan dasar konstitusional dan bergerak menuju pemilihan, dan juga tentang pentingnya mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan minyak Libya," tambahnya.
Misi Dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Libya mengatakan dalam sebuah tweet pada hari Sabtu bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa di Libya "sangat prihatin dengan bentrokan bersenjata yang sedang berlangsung termasuk penembakan sedang dan berat tanpa pandang bulu di lingkungan berpenduduk sipil di Tripoli, yang dilaporkan menyebabkan korban sipil dan kerusakan fasilitas sipil termasuk rumah sakit. ."
"PBB menyerukan penghentian segera permusuhan dan mengingatkan semua pihak tentang kewajiban mereka di bawah hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional untuk melindungi warga sipil dan objek sipil," tambah tweet itu.
(Tribunnews.com/Yurika)