Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Reformasi Uni Soviet yang dilakukan mendiang Mikhail Gorbachev semasa menjabat sebagai Presiden Uni Soviet menjadi warisan abadi bagi rakyat di bagia negara pecahan Uni Soviet.
Mikhail Gorbachev pernah menggulirkan dua kebijakan reformasi yang selanjutnya amat menentukan masa depan Uni Soviet, yakni 'Perestroika' atau restrukturisasi dan 'Glasnost' atau keterbukaan.
Keduanya telah membawa perubahan dramatis pada Uni Soviet dan hingga akhirnya mempercepat jatuhnya rezim Uni Soviet kala itu.
Dari pertengahan hingga akhir 1980-an, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Komunis yang baru diangkat saat itu, Mikhail Gorbachev menerapkan reformasi revolusioner Uni Soviet, yakni 'Perestroika dan Glasnost'.
Dikutip dari thecollector.com, Rabu (31/8/2022), reformasi dikaitkan dengan 'pemikiran baru' dan diadopsi setelah satu dekade stagnasi ekonomi, penurunan produksi, kekurangan besar, dan kondisi kehidupan yang buruk di Uni Soviet.
Gorbachev meyakini bahwa dengan tingkat sentralisasi dan birokrasi yang ada, Uni Soviet tidak dapat berkembang dan mencapai kebangkitan ekonomi.
Uni Soviet Sebelum Mikhail Gorbachev
Setelah kematian Joseph Stalin, Nikita Khrushchev menjadi pemimpin baru Uni Soviet pada 1953.
Khrushchev menguraikan paradigma kebijakan luar negeri baru yang bertujuan untuk membangun kembali hubungan dengan kekuatan besar Barat yakni merika Serikat (AS), Inggris dan Prancis.
Tujuan utama dari perubahan kebijakan luar negeri Soviet adalah untuk mengurangi proses militerisasi Perang Dingin dan untuk bertindak lebih bebas di arena internasional.
Baca juga: Fakta-fakta Mikhail Gorbachev, Presiden Terakhir Uni Soviet yang Dipuji Barat, Bikin Marah Rusia
Namun, strategi baru ini tidak mengesampingkan aspirasi kekaisaran Uni Soviet, karena penyebaran komunisme di seluruh dunia tetap menjadi prioritas.
Akibatnya, tindakan kebijakan luar negeri Khrushchev di luar negeri tidak mencerminkan aspirasinya untuk hidup berdampingan secara damai.
Selama pemerintahannya, Uni Soviet berperang melawan AS atas Jerman dan Kuba serta mengancam perang nuklir.
Tindakan ini pun memiliki efek sebaliknya, karena hubungan antara negara adidaya adalah yang paling tegang yang pernah mereka alami selama Perang Dingin.
Baca juga: Iklan Pizza Hut yang Dibintangi Mikhail Gorbachev Viral setelah Kabar Kematiannya
Pada periode antara 1964 hingga 1982, titik fokus pemimpin Soviet berikutnya, Leonid Brezhnev adalah urusan luar negeri dan militer.
Untuk mendukung penyebaran komunisme secara internasional, ia mengembangkan Doktrin Brezhnev yang menyatakan bahwa setiap ancaman di negara manapun di Uni Soviet adalah ancaman bagi semua anggota blok.
Oleh karena itu, intervensi militer untuk membantu pasukan komunis pun saat itu dibenarkan.
Doktrin ini diumumkan untuk membenarkan invasi Soviet ke Cekoslovakia pada 1968 demi menggulingkan pemerintah reformis lokal.
Selama 1970-an, Brezhnev menguraikan strategi yang dikenal sebagai 'Détente' untuk memulihkan hubungan antara Jerman Barat dan Pakta Warsawa sambil juga meredakan ketegangan dengan AS.
Baca juga: Mikhail Gorbachev Meninggal Saat Kebijakan Putin Picu Perang Dingin Baru
Secara bersamaan, ia memperluas dan memodernisasi kemampuan angkatan laut dan militer Uni Soviet.
Tentara Soviet pun tetap menjadi yang terbesar di dunia.
Di bawah kepemimpinannya, Uni Soviet mencapai paritas nuklir strategis dengan AS, dan program luar angkasanya bahkan melampaui AS.
Selain itu, Brezhnev mendukung 'pertempuran pembebasan nasional' di negara-negara berkembang, dengan memberikan bantuan militer kepada kelompok dan rezim sayap kiri.
Lalu pada Desember 1979, Uni Soviet menginvasi Afghanistan untuk mendukung pemerintahan komunis yang runtuh.
Di sisi lain, sebagai politisi Partai Komunis, Mikhail Gorbachev mengambil alih kekuasaan pada 1985.
Miris, ia mewarisi ekonomi yang stagnan dan sistem politik yang rapuh.
Selain kekacauan ekonomi dan politik yang dialami pemerintahan Gorbachev, saat ia menjabat, rezim Soviet telah menciptakan ketergantungan warga Soviet pada para pemimpin mereka.
Ini mengindikasikan bahwa perubahan dan reformasi besar hanya bisa datang dari atas, atau dengan kata lain 'dari para pemimpin itu sendiri'.
Dorongan untuk 'reformasi dari atas' memaksa Gorbachev untuk memperkenalkan dua set reformasi yang fenomenal yakni 'Glasnost dan Perestroika'.
Tujuan utamanya adalah membuat pemerintah pusat dan ekonomi Soviet lebih efisien.
Lalu apa itu Perestroika dan Glasnost?
Perestroika atau restrukturisasi ditujukan untuk rekonstruksi ekonomi, sedangkan Glasnost memperkenalkan transparansi dan liberalisasi Rezim Soviet, seperti kebebasan berekspresi dan berbagi informasi.
Gorbachev pun mengakui ekonomi Soviet yang stagnan dan standar hidup yang buruk saat ia menjadi pemimpin Soviet.
Namun segera setelah itu, ia memperkenalkan sebuah laporan kepada Kongres Partai Komunis yang menyatakan perubahan revolusioner yang tak terhindarkan yaknk 'Uskorenye' atau percepatan modifikasi perencanaan pusat, Perestroika dan Glasnost.
Landasan politik dari reformasi ekonomi (Perestroika) dipresentasikan kemudian pada 1987, selama sidang pleno Komite Sentral Partai Komunis.
Pada tahun yang sama, Undang-undang (UU) BUMN negara itu pun disahkan.
Undang-undang itu menyatakan bahwa bisnis negara dapat menetapkan tingkat output tergantung pada permintaan konsumen dan perusahaan lainnya.
Sedangkan perusahaan diminta untuk memenuhi tuntutan pemerintah, namun mereka bebas untuk membuang sisa hasil mereka sesuai keinginan mereka.
Kendati demikian, negara mempertahankan kontrol atas alat-alat produksi untuk perusahaan-perusahaan ini, membatasi kapasitas mereka untuk mengadopsi akuntabilitas biaya penuh.
Perusahaan membeli input dari pemasok dengan tarif kontrak yang telah ditentukan dan menjadi swadana di bawah UU yang mewajibkan pembayaran pengeluaran seperti upah, pajak, perlengkapan dan pembayaran utang dengan keuntungan.
Ini juga memungkinkan kementerian Industri dan Pertanian yang berbeda untuk mengambil tanggung jawab perdagangan internasional di sektor-sektor dalam yuridiksi mereka, dibandingkan harus bekerja melalui birokrasi entitas Kementerian Perdagangan.
Selanjutnya, organisasi regional dan kotamadya serta perusahaan negara diberi wewenang untuk terlibat dalam perdagangan internasional.
Modifikasi ini berusaha untuk memperbaiki kelemahan utama dalam rezim perdagangan luar negeri Soviet, karena tidak adanya komunikasi antara pengguna dan penyedia Soviet serta mitra asing mereka.
UU Koperasi disahkan pada Mei 1988 dan mungkin merupakan perubahan ekonomi Gorbachev yang paling dramatis.
UU mengizinkan kepemilikan kolektif perusahaan di sektor jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri.
Restoran, toko dan pabrik koperasi menjadi bagian dari lanskap Soviet karena ketentuan ini.
Melalui Perestroika, Gorbachev ingin menjadikan sosialisme sebagai alternatif nyata bagi kapitalisme.
Komponen kedua dari reformasi Gorbachev dikenal sebagai 'Glasnost' yang menghilangkan batasan media dan informasi yang telah menjadi bagian dari masyarakat Soviet sejak era Joseph Stalin.
'Glasnost' atau keterbukaan terkait dengan kebebasan berbicara, tujuan utama dari strategi ini adalah untuk membuat administrasi Uni Soviet transparan dan melonggarkan birokrasi.
Ini mewakili pandangan Gorbachev yang ditafsirkan sebagai peningkatan keterbukaan dan transparansi di lembaga-lembaga Soviet.
Menariknya, ia menerima kritik publik serta paparan media pada tingkat tertentu dengan penurunan sensor dan kebebasan berbagi informasi yang lebih besar.
Informasi tentang kualitas hidup yang dilaporkan lebih baik di AS maupun Eropa Barat dan budaya populer barat telah disampaikan kepada penduduk Soviet.
"Glasnost, kritik dan otokritik bukan sekadar kampanye baru. Mereka telah diproklamirkan dan harus menjadi norma dalam cara hidup Soviet," kata Gorbachev.
Kebijakan keterbukaan yang lebih besar, yakni' Glasnost', pada kenyataannya bersifat politis dan mencerminkan politik nyata dari pemimpin Soviet.
Blok tersebut membutuhkan perubahan dramatis dengan korupsi tingkat tinggi dan ekonomi yang runtuh.
Agar Gorbachev mendapatkan dukungan publik untuk reformasinya, kepemimpinan Soviet harus membiarkan orang melihat secara nyata masalah yang sebelumnya tersembunyi dari pandangan publik.
Akibatnya, pada pertengahan 1980-an, Glasnost diluncurkan sebagai eksperimen berisiko untuk memungkinkan lebih banyak kebebasan, sambil mencoba menjaga kontrol partai atas apa yang boleh dipublikasikan dan apa yang harus dirahasiakan.
Uni Soviet di bawah Perestroika dan Glasnost
Reformasi revolusioner Gorbachev 'Perestroika dan Glasnost' menghasilkan perubahan dramatis tidak hanya secara internal, namun juga mempengaruhi kebijakan luar negeri Uni Soviet.
Menjadi transnasional, kedua reformasi ini menandai awal dari berakhirnya Perang Dingin.
Secara internasional, untuk berhasil mencapai tujuan ambisius Perestroika dan Glasnost, Gorbachev harus membatasi komitmen luar negeri Uni Soviet dan mengurangi pengeluaran militer demi memperlambat kejatuhan ekonomi negara itu.
Hal ini menyebabkan pembukaan kembali pembicaraan persenjataan nuklir dengan AS pada tahun 1987 dan membentuk hubungan yang lebih erat dengan Uni Eropa (UE).
Pada tahun yang sama, Presiden AS saat itu, Ronald Reagan berdiri di dekat Tembok Berlin dan memberikan pidato kepresidenannya yang paling menonjol.
"Tuan Gorbachev, hancurkan tembok ini," kata Reagan.
Pada saat yang sama, Gorbachev menghentikan keterlibatan Soviet di wilayah lain di dunia.
Mulai dari mundur dari Afghanistan, menekan Vietnam untuk meninggalkan Kamboja, membangun kembali hubungan antara China dan Soviet, menarik dukungan untuk pasukan Ethiopia dan Kuba di Angola, memutus bantuan ekonomi ke Kuba dan memindahkan pasukan Soviet dari pulau itu.
Lalu memulihkan hubungan diplomatik dengan Israel, dan mengutuk invasi Irak ke Kuwait.
Mengenai negara-negara satelit bekas Uni Soviet, strategi pelepasan Gorbachev akan jauh lebih jelas di Eropa, membawa kebebasan ke satelit Soviet pada kemudian hari.
Secara internal, arus informasi yang bebas menghasilkan diskusi publik yang kuat mengenai sejarah Soviet, kekejaman Joseph Stalin, dan efektivitas komunisme, premis fundamental Uni Soviet.
Kebebasan berbicara secara cepat membuka masyarakat, namun transformasi ekonomi dinilai terlalu lambat.
Perestroika gagal merangsang ekonomi Soviet, bahkan kelangkaan pangan dan kebutuhan pokok pun semakin meluas.
Terlepas dari upaya Gorbachev, perubahan yang diterapkan tidak mencapai hasil yang diinginkan.
Perestroika adalah reorganisasi sosialisme negara atau Partai Komunis dan membutuhkan kekuatan serta wewenang pemerintah pusat untuk bisa berfungsi.
Sedangkan Glasnost merupakan tantangan bagi aturan partai, namun Perestroika tidak dapat eksis atau beroperasi tanpa Galsnost.
Reformasi Gorbachev dalam kebijakan Perestroika dan Glasnost melemahkan pemerintah pusat dan menggeser keseimbangan menuju badan lokal dan regional blok Soviet.
Akibatnya, Gorbachev sendiri kehilangan dukungan di dalam Partai Komunis dan penduduk Soviet.
Pada Agustus 1991, sebuah kudeta yang dipimpin oleh kaum reaksioner yang terkait dengan personel KGB tertentu mencoba menggulingkan Gorbachev.
Ia memang tetap berkuasa, namun hanya sementara, karena pada 25 Desember 1991, Gorbachev akhirnya mengundurkan diri.
Inisiatif revolusioner Gorbachev untuk mereformasi Uni Soviet melalui kebijakan Glasnost dan Perestroika-nya dianggap tidak sesuai dengan pemeliharaan rezim Soviet.
Segera setelah pengunduran diri Gorbachev, Uni Soviet pun runtuh dan hanya menjadi sejarah.