TRIBUNNEWS.COM - Liz Truss berjanji untuk membawa rakyatnya melewati badai dan krisis ekomoni saat menyampaikan pidato pertamanya sejak mengambil alih kursi Perdana Menteri (PM) Inggris.
Truss berjanji mengambil tindakan untuk mengatasi serangkaian tantangan akibat melonjaknya tagihan energi, resesi, dan perselisihan di dunia industri.
"Saya yakin bersama-sama kita bisa melewati badai," tegas Truss, seperti dilaporkan Al Jazeera.
"Kita bisa membangun kembali ekonomi kita, dan kita bisa menjadi Inggris modern yang brilian yang saya tahu kita bisa,” ucap mantan Menteri Luar Negeri berusia 47 tahun itu di luar rumah dan kantor barunya di Downing Street di London, Selasa (6/9/2022).
Truss mengaku memiliki tiga prioritas, di antaranya pemotongan pajak untuk meningkatkan ekonomi, membantu dengan meningkatnya biaya energi, dan memilah Layanan Kesehatan Nasional yang dikelola negara.
Namun, dia mewarisi situasi ekonomi dalam krisis, dengan inflasi dua digit dan Bank of England memperingatkan resesi yang panjang pada akhir tahun ini.
Baca juga: PM Inggris Liz Truss dan Presiden AS Joe Biden Bahas Perang Ukraina hingga Krisis Energi Global
Mengomentari tantangan ke depan, Truss merujuk akibat pandemi virus corona, serta perang yang berkelanjutan di Ukraina.
Bertemu Ratu Elizabeth II
Truss berbicara setelah bertemu Ratu Elizabeth II, yang memintanya untuk membentuk pemerintahan baru.
Itu terjadi satu hari setelah Partai Konservatif yang berkuasa mengumumkan bahwa Truss telah terpilih sebagai pemimpinnya.
Boris Johnson , yang mengumumkan pengunduran dirinya dua bulan lalu menyusul serangkaian skandal, secara resmi mengundurkan diri selama audiensi sendiri dengan sang ratu.
Tunjuk sekutu dekat
Baca juga: Pidato Pertama Liz Truss sebagai PM Inggris, Janjikan Pemotongan Pajak serta Biaya Energi
Tak lama setelah pidatonya, Truss menunjuk sekutu dekat untuk pekerjaan utama termasuk Kwasi Kwarteng sebagai menteri keuangan, Therese Coffey sebagai wakil perdana menteri dan menteri kesehatan, dan James Cleverly sebagai menteri luar negeri.
Pengangkatannya menandai pertama kalinya seorang pria kulit putih tidak akan memegang salah satu dari empat posisi menteri terpenting Inggris.