TRIBUNNEWS.COM – Rusia mengungkap jumlah korban dari pihaknya selama perang sejak 24 Februari lalu.
Menteri Pertahanan Sergey Shoigu mengungkapkan sebanyak 5.937 tentaranya tewas dalam medan laga tersebut.
Angka ini jauh lebih kecil dibanding kan angka yang diklaim oleh Kementerian Pertahanan Ukraina yaitu sebanyak 54.810 pasukan Rusia yang tewas atau hampir sepuluh kali lebih banyak.
Pada rilis Ukraina, Rabu (21/9/2022) saja, tentara Rusia yang tewas diklaim 160 pasukan Vladimir Putin gugur dalam 24 jam terakhir.
Baca juga: Bertemu di Uzbekistan, Presiden Erdogan: Vladimir Putin Ingin Segera Akhiri Perang di Ukraina
Sebanyak 5.937 tentara Rusia tewas selama operasi militer, kata Menteri Pertahanan Sergey Shoigu.
Dikutip Russia Today, pada Rabu, Shoigu mengungkap kematian di pihak Ukraina sepuluh kali lebih tinggi, dengan 61.207 tentara Kiev tewas.
Ini adalah pertama kalinya Rusia mengumumkan kerugiannya selama operasi militer sejak akhir Maret ketika jumlah prajurit yang tewas mencapai 1.351, menurut kementerian pertahanan.
“Kerugian kami hingga saat ini adalah 5.937 orang tewas,” ungkap Shoigu.
Dia juga memuji pekerjaan petugas medis militer, mengatakan bahwa 90 persen dari tentara Rusia yang terluka selama pertempuran dapat kembali beraksi setelah perawatan.
“Awalnya Angkatan Bersenjata Ukraina berjumlah antara 201.000 dan 202.000 orang, dan sejak itu mereka menderita kerugian sekitar 100.000, dengan 61.207 tewas dan 49.368 lainnya terluka,” katanya.
Pasukan Rusia dan milisi Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk juga telah melenyapkan lebih dari 2.000 tentara bayaran yang berperang untuk Kiev, kata menteri tersebut.
Lebih dari 1.000 orang asing saat ini tetap berada di jajaran militer Ukraina, tambahnya.
Perdamaian Tidak Jelas
Meski Presiden Vladimir Putin menyatakan kesiapannya untuk mengakhiri peperangan Rusia dengan Ukraina, namun perdamaian tetap tidak jelas.
Rusia menyebut penyebabnya adalah dari pihak Ukraina sendiri yang enggan mengakhirinya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menuding Presiden Volodymyr Zelensky yang menyebabkan pembicaraan perdamaian mentok.
Baca juga: Intelijen Inggris: Armada Laut Hitam Rusia Relokasi Kapal Selamnya dari Semenanjung Krimea
Saat diwawancara kantor berita Interfax, Senin (19/9/2022), Peskov menegaskan, konflik yang telah menewaskan puluhan ribu dari kedua pihak tersebut tak bisa selesai lewat negosiasi.
Ditanya apakah ada jalan menuju penyelesaian diplomatik, Peskov mengatakan bahwa "saat ini, prospek seperti itu tidak dapat diamati," lapor kantor berita tersebut.
Moskow menyalahkan Kiev atas penangguhan pembicaraan damai.
Pada akhir Maret, kedua pihak membahas rancangan perjanjian damai, yang akan menjadikan Ukraina negara netral dengan imbalan jaminan keamanan yang diberikan oleh kekuatan besar dunia.
Baca juga: Ini Daftar Sejumlah Retail Asing yang Putuskan Hengkang dari Rusia
Namun pemerintah Ukraina mengakhiri pembicaraan pada bulan April, setelah menuduh pasukan Rusia telah melakukan kejahatan perang, sebuah tuduhan yang dikatakan Moskow didasarkan pada bukti yang dipalsukan.
Presiden Ukraina Vladimir Zelensky sejak itu menyatakan bahwa negaranya hanya akan puas dengan mengalahkan Rusia di medan perang dan mendorong pasukannya dari seluruh wilayah yang diklaim oleh Kiev.
Itu termasuk Krimea, bekas wilayah Ukraina yang memisahkan diri pada 2014 setelah kudeta bersenjata di Kiev dan bergabung kembali dengan Rusia.