TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumor soal kudeta Presiden China Xi Jinping menjadi tahanan rumah oleh militer menjadi trending topic di media sosial sejak hari Sabtu (24/9/2022).
Dikutip dari Kompas.TV, puluhan ribu pengguna Twitter, menyebarkan rumor bahwa Xi Jinping dijungkalkan dan ditahan oleh Tentara Pembabasan Rakyat China (PLA).
Meskipun demikian, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Beijing mengenai rumor tersebut.
Awal mula isu kudeta muncul usai sedikitnya penerbangan komersial yang terbang di atas Beijing pada Sabtu (24/9/2022).
Sejumlah penerbangan juga dilaporkan dibatalkan, dijadikan bahan bakar isu kudeta.
Terdapat pula laporan tak terkonfirmasi mengenai pembatalan layanan bus dan kereta cepat keluar Beijing.
Menurut laporan Newsweek, kendati mengonfirmasi bahwa sejumlah penerbangan dibatalkan, situs web Bandara Internasional Ibu Kota Beijing menampilkan banyak penerbangan yang tinggal landas sesuai jadwal.
Di lain sisi, terdapat laporan bahwa sejumlah penerbangan dari Beijing dibatalkan karena sebuah latihan militer yang direncanakan.
Di Twitter, sebuah video yang mengklaim barisan kendaraan militer menuju Beijing untuk kudeta disebarkan secara luas. Namun, video ini tidak bisa diverifikasi.
Baca juga: Rumor Xi Jinping Dikudeta Jenderal Li Qiaoming, Pernah Jadi Buruh Tani dan Sempat Disebut Pangeran
Isu kudeta China sendiri ramai dibicarakan oleh berbagai elemen di negara tetangganya, India.
Bahkan, seorang politikus senior dari partai berkuasa saat ini, Partai Bharatiya Janata (BJP), Subramanian Swamy, turut mengamplifikasi rumor tersebut.
Swamy mencuit rumor mengenai Xi Jinping yang dikudeta sepulangnya dari KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan.
“Apakah Xi Jinping menjadi tahanan rumah di Beijing? Ketika Xi berada di Samarkand belakangan ini, para pemimpin Partai Komunis China diperkirakan mendepaknya dari kepemimpinan angkatan bersenjata. Lalu tahanan rumah menyusul. Begitulah rumornya,” cuit Swamy.
Kalangan pakar sendiri ragu akan kebenaran rumor kudeta Xi Jinping.
Drew Thompson, mantan pejabat Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) untuk China, Taiwan, dan Mongolia menyebut rumor kudeta Xi Jinping “benar-benar kebohongan.”
Sementara itu, Aadil Brar, kolumnis media India, The Print untuk isu hubungan internasional dan China, menyebut kabar dari China sejauh ini tidak menunjukkan situasi kudeta.
“Xi kemungkinan besar dikarantina usai kembali dari SCO. Tidak ada kudeta. Sepertinya banyak media alternatif di India menyebarkan rumor itu (kudeta),” cuit Brar.
Profil Singkat Xi Jinping
Lahir pada tahun 1953, Xi Jinping merupakan putra dari salah seorang pendiri Partai Komunis.
Xi Jinping kini menjadi pemimpin tertinggi di Partai Komunis China dan Presiden Republik Rakyat China.
Dia bergabung dengan partai pada tahun 1974 dan menapak karier hingga menjadi presiden pada tahun 2013.
Di bawah kepemimpinannya, Cina menempuh reformasi ekonomi, kampanye antikorupsi yang tegas, dan kebangkitan nasionalisme namun dengan pemberangusan hak-hak asasi.
Xi menangkap beberapa tokoh paling kuat di negara itu, termasuk mantan kepala keamanan Zhou Yongkang, dan pada akhir 2014. PKC sendiri telah mendisiplinkan lebih dari 100.000 pejabat.
Xi juga mulai merangsang ekonomi China yang melambat.
Pada 2014, China memperkenalkan inisiatif " "One Belt, One Road" untuk memperkuat rute perdagangan dan meluncurkan Bank Investasi Infrastruktur Asia yang ambisius.
Di dalam negeri, pihaknya memperluas kekuatan bank swasta dan mengizinkan investor internasional memperdagangkan saham secara langsung di pasar saham Shanghai.
Xi juga telah mengubah beberapa undang-undang yang diberlakukan oleh pendahulunya, dan secara resmi mengakhiri kebijakan satu anak China pada 2015.
Di bawah jangkauan Xi, sistem sensor berusaha menghilangkan pengaruh Barat dalam kurikulum sekolah dan membatasi akses internet publik.
Pendidikan dan Pernikahan
Pada tahun 1974 Xi menjadi anggota partai resmi, menjabat sebagai sekretaris cabang.
Kemudian tahun berikutnya ia mulai kuliah di Universitas Tsinghua Beijing, di mana ia belajar teknik kimia.
Setelah lulus pada 1979, ia bekerja selama tiga tahun sebagai sekretaris Geng Biao, yang saat itu menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri pertahanan nasional di pemerintah pusat Tiongkok.
Pada tahun 1982, Xi melepaskan jabatan itu, memilih untuk meninggalkan Beijing dan bekerja sebagai wakil sekretaris PKC di provinsi Hebei.
Dia tinggal di sana sampai tahun 1985, ketika dia diangkat sebagai anggota komite partai dan Wakil Wali Kota Xiamen (Amoy) di Provinsi Fujian.
Saat tinggal di Fujian, Xi menikah dengan penyanyi folk terkenal, Peng Liyuan pada tahun 1987.
Dia terus menanjak, dan pada tahun 1995 dia naik ke jabatan wakil sekretaris partai provinsi.
Kenaikan di PKC
Pada 1999 Xi menjadi penjabat gubernur Fujian, dan dia menjadi gubernur pada tahun berikutnya.
Dia memegang jabatan wakil sekretaris dan pemerintahan sampai tahun 2002.
Xi kemudian pindah ke Provinsi Zhejiang, tempat ia menjabat sebagai penjabat gubernur dan, sejak 2003 menjadi sekretaris partai.
Selama di sana ia fokus pada restrukturisasi infrastruktur industri provinsi untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Pada Oktober 2007 sebagai salah satu dari sembilan anggota komite tetap Biro Politik (Politbiro) PKC, badan penguasa tertinggi di partai.
Baca juga: Presiden China Xi Jinping Jadi Trending Topik di Tengah Rumor Kudeta Militer
Dengan promosi itu, Xi dimasukkan ke dalam daftar pendek calon penerus Hu Jintao, sekretaris jenderal PKC sejak 2002 dan presiden Republik Rakyat sejak 2003.
Status Xi menjadi lebih terjamin ketika pada Maret 2008 ia terpilih sebagai wakil presiden China.
Pada Oktober 2010 Xi diangkat sebagai wakil ketua Komisi Militer Pusat (CMC) yang kuat.
Kemudian di November 2012, selama kongres partai ke-18 PKC, Xi kembali terpilih menjadi komite tetap Biro Politik, dan dia menggantikan Hu sebagai sekretaris jenderal partai.
Tanggal 14 Maret 2013, Xi terpilih sebagai presiden Tiongkok oleh Kongres Rakyat Nasional.
Di antara inisiatif pertama Xi adalah kampanye anti-korupsi nasional yang segera menyebabkan pemecatan ribuan pejabat tinggi dan rendah.
Xi juga menekankan pentingnya aturan hukum, menyerukan kepatuhan terhadap konstitusi Tiongkok dan profesionalisasi peradilan yang lebih besar sebagai sarana untuk mengembangkan “sosialisme dengan karakteristik Tiongkok.”
>