TRIBUNNEWS.COM - Turki menuduh Amerika Serikat (AS) menggertak sekutu Arab Saudi, Jumat (21/10/2022).
Klaim tersebut dilayangkan Istanbul setelah produsen OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi minyak besar-besaran.
Seperti diketahui, Washington keberatan dengan keputusan tersebut.
Dikutip Al Jazeera, OPEC+ baru-baru ini mengumumkan akan memproduksi dua juta barel minyak lebih sedikit per hari mulai November.
OPEC+ juga membatasi pasokan di pasar yang sudah ketat meskipun ada tekanan dari AS dan negara-negara lain untuk meningkatkan produksi.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pekan lalu "akan ada konsekuensi" untuk hubungan Amerika dengan Arab Saudi setelah langkah OPEC+.
Baca juga: Anggota OPEC Plus Sepakat Dukung Pengurangan Produksi Minyak di Tengah Ketegangan AS-Arab Saudi
“Kami melihat ada negara yang mengancam Arab Saudi, terutama baru-baru ini. Penindasan ini tidak benar,” kata Menteri Luar Negeri Mevlüt Cavuşoğlu pada konferensi pers di Turki selatan.
“Kami tidak berpikir itu tepat bagi AS untuk menggunakannya sebagai elemen tekanan pada Arab Saudi atau negara lain dengan cara ini.”
AS ingin Arab Saudi pompa lebih banyak minyak
AS sangat ingin melihat Arab Saudi dan mitra OPEC memompa lebih banyak minyak.
Tujuannya untuk membantu menurunkan biaya bensin yang tinggi dan mengurangi tingkat inflasi AS tertinggi dalam 40 tahun.
Kartel OPEC yang dipimpin Riyadh dan kelompok tambahan 10 produsen minyak lainnya yang dipimpin oleh Rusia memutuskan untuk mengurangi produksi global bulan depan.
Baca juga: Balas Pemangkasan Minyak OPEC, AS Pindahkan Rudal Patriot Arab Saudi ke Ukraina
Langkah ini diperkirakan akan mengarah pada harga minyak yang lebih tinggi, yang akan membantu Rusia membayar perangnya di Ukraina.
Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan keputusan OPEC+ murni karena faktor ekonomi.
Pangeran Faisal juga menegaskan keputusan ini diambil dengan suara bulat oleh negara-negara anggotanya.
Kerajaan juga membantah memihak atas invasi Rusia ke Ukraina yang didukung Barat.
Arab Saudi bersikeras bahwa pihaknya telah mempertahankan "posisi berprinsip" dalam mendukung hukum internasional.
Menteri Pertahanan Arab Saudi, Pangeran Khalid bin Salman, baru-baru ini mengatakan dia “terkejut” dengan tuduhan bahwa kerajaan itu “berpihak pada Rusia dalam perangnya dengan Ukraina”.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)