TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Angkatan bersenjata Ukraina dilaporkan sedang mempersiapkan plot serangan menentukan guna merebut Semenanjung Krimea.
Rencana serangan gabungan itu akan digelar 2023, tapi sumber yang dikutip media terkemuka The Economist, Senin (27/11/2022) tidak menjelaskan apakah plot masih tetap di atas meja atau sudah berubah.
Wilayah Krimea bergabung ke Federasi Rusia sejak 2014. Moskow lalu membangun Jembatan Kerch atau Jembatan Krimea yang sangat strategis menghubungkan wilayah itu dengan daratan Rusia.
Mantan komandan Ukraina bernama Mikhail Zabrodsky yang jadi narasumber The Economist itu menolak memberikan rincian lebih lanjut.
Ia memberi catatan, jika tentara mengumumkan niatnya di media sosial atau televisi, itu tidak akan pernah mencapai apa pun.
Ia mengakui, bagaimanapun juga operasi merebut kembali semenanjung itu tidak akan menjadi serangan frontal yang tidak masuk akal.
Baca juga: Rusia Siaga setelah Krimea Jadi Sasaran Serangan Drone
Baca juga: Vladimir Putin Murka, Lima Kota Ukraina Dihujani Rudal Rusia Imbas Pengeboman Jembatan Krimea
Baca juga: Khawatir Serangan Jauh Ukraina, Armada Laut Hitam Rusia Pindahkan Kapal Selamnya dari Krimea
Plot besarnya, operasi akan dilakukan menggunakan kombinasi pasukan darat, pendaratan laut, dan serangan udara, termasuk penggunaan pesawat tak berawak.
“Kami akan mengejutkan orang—dan berkali-kali—lagi,” katanya. Namun, Zabrodsky, yang mengaku tetap dekat dengan proses perencanaan militer di Kiev, menekankan banyak hal harus disiapkan.
Terlebih saat ini masih banyak pertempuran yang harus dimenangkan Ukraina sebelum tentara dapat mempertimbangkan secara tepat serangan semacam it uke Krimea.
Merebut Krimea Sangat Mahal
Pakar militer telah memperingatkan upaya untuk merebut kembali Krimea atau wilayah republik Donbass, akan sangat mahal.
Wilayah Donbass belum lama ini juga bergabung ke Federasi Rusia lewat referendum. Upaya gegabah akan membuat Moskow menaikkan level operasinya, termasuk penggunaan nuklir taktis.
“Ada prospek nyata segalanya akan berakhir pertumpahan darah. Itu adalah operasi yang tidak dibutuhkan Ukraina,” kata pensiunan kapten angkatan laut Andrey Ryzhenko kepada Economist.
Kepala Staf Gabungan AS Jenderal top AS Mark Milley di awal November mengemukakan peluang militer Ukraina merebut Krimea tidak tinggi, dan tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat.
Namun demikian, Kiev bersikeras merebut semenanjung itu. Presiden Ukraina Vladimir Zelensky menegaskan ia tak ingin berdamai dengan Rusia.
Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Vladimir Gavrilov juga menyarankan awal bulan ini asukan Ukraina dapat masuk ke Krimea pada akhir Desember.
Krimea yang mayoritas penduduknya berbahasa Rusia memilih bergabung Federasi Rusia menyusul kekerasan di Kiev yang menggulingkan Presiden Viktor Yanukovich.
Yanukovich yang agak condong ke Rusia, terpilih secara secara demokratis lewat Pemilu Ukraina waktu itu.
Musim gugur ini, dua republik Donbass, serta wilayah Kherson dan Zaporozhye, juga memilih untuk menjadi bagian dari Rusia dalam referendum yang tidak diakui oleh Kiev atau pendukung baratnya.
Pada akhir September, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow akan mempertahankan wilayah barunya dengan kekuatan penuh dan segala cara yang mereka miliki.
Gagalkan Upaya Sabotase
Perkembangan lain di Zaporozhye, aparat intelijen Rusia menggagalkan plot pengeboman pasar oleh penyabit Ukraina di Melitopol.
Layanan Keamanan Federal Rusia (FSBmengumumkan para tersangka telah ditahan dan mengakui rencana tersebut.
Menurut FSB, tiga warga negara Ukraina, termasuk dua dengan keyakinan kriminal sebelumnya di Ukraina, ditangkap saat mengemudi ke lokasi untuk menanam bahan peledak.
Mereka diangkut ke Moskow dan didakwa dengan terorisme dan kepemilikan senjata ilegal.
FSB merilis video dua pria dengan wajah diburamkan, yang mengatakan mereka telah direkrut oleh dinas rahasia Ukraina.
Seorang pria mengklaim pejabat Ukraina berjanji melepaskannya dari tuntutan sebagai perampok, jika dia setuju pergi ke Melitopol dan melakukan peledakan di tempat umum.
Tahanan itu menambahkan dia diberi lokasi persembunyian senjata, dari mana dia menemukan dua pistol, sebuah granat dan bahan peledak dengan detonatornya.
Tersangka kedua menyatakan dia diperintahkan membuat alat peledak buatan sendiri.
Tahanan ketiga, seorang wanita yang muncul dalam video mengenakan masker medis, mengatakan dia mengantar para pria ke tempat di mana mereka ingin menanam (bom).
Wilayah Zaporozhye, bersama dengan tiga bekas wilayah Ukraina lainnya, bergabung dengan Rusia setelah mengadakan referendum pada September.
Berlokasi di dekat Laut Azov, Melitopol memiliki populasi hampir 149.000 sebelum konflik. Kota ini dulunya sentra industry permesinan dan pertanian serta pabrik kimia.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)