Laporan Wartawan Tribunnews.com, Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perayaan Natal bangsa Ukraina tahun ini masih jauh dari damai dan suka cita mengingat penjajah Rusia masih bercokol dan sengaja terus menerus mengirimkan serangan teror berupa rudal ke tengah masyarakat sipil.
Duka bangsa Ukraina semakin bertambah karena, menurut catatan Kantor Kejaksaan Agung Ukraina, sedikitnya 332 anak hilang, 450 anak tewas dan 863 terluka sejak invasi besar-besaran Rusia dimulai pada 24 Februari 2022.
“Menurut portal pemerintah Children of War, per 21 Desember 2022, 332 anak terdaftar masih hilang sementara 8.385 anak berhasil ditemukan dan dipersatukan kembali dengan keluarga mereka. Saya berharap, anak-anak tersebut selamat dan sehat,” ungkap Dubes Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, Kamis (22/12/2022).
Menurut Dubes Vasyl Hamianin data tersebut belum final karena pemerintah dan masyarakat terus berupaya menyelidiki ke dalam wilayah konflik, wilayah yang diduduki sementara Rusia dan area yang dibebaskan.
Baca juga: Zelensky Sumringah, Usai Melawat Gedung Putih Ukraina Dapat Paket Pertahanan Rp 28 Triliun
Saat ini, sebagian besar korban tercatat di wilayah Donetsk (428), wilayah Kharkiv (267), wilayah Kyiv (117), wilayah Mykolaiv (80), wilayah Zaporizhzhia (78), wilayah Kherson (74), wilayah Chernihiv (68), Wilayah Luhansk (65) dan wilayah Dnipropetrovsk (34).
Selain itu, terdapat kecurigaan adanya ratusan ribu anak yang telah dipaksa keluar dari Ukraina baik dengan melarikan diri ke negara-negara yang aman, atau melalui deportasi paksa dan adopsi secara paksa oleh pihak Rusia.
Selain menyebabkan keluarga terceraiberai, akibat serangan udara dan artileri Rusia yang dilakukan setiap hari sedikitnya 3.126 institusi pendidikan rusak di seluruh Ukraina, dan 337 di antaranya hancur total.
Serangan Rusia menyasar infrastruktur energi tidak saja menyebabkan ancaman kematian akibat musim dingin, hujan rudal Rusia tanpa pandang bulu mengganggu proses pembelajaran online bagi anak-anak Ukraina.
Sementara di wilayah yang dikuasai Rusia, kurikulum sekolah yang diberlakukan Rusia menyebarkan disinformasi dan guru-guru dihukum karena mengajar dalam bahasa Ukraina. Akibatnya anak-anak menderita secara mental.
Aksi barbar Rusia bahkan pada akhirnya membuat Presiden China Xi Jinping pada Rabu (21/12/2022) untuk pertama kalinya secara terbuka mengutarakan keprihatinannya tentang perang di Ukraina kepada mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.
Selama pertemuan mereka di Beijing, Xi mengatakan kepada kepada Medvedev yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia dan pemimpin partai Rusia Bersatu yang berkuasa, agar dilakukan dialog komprehensif dan mengatasi masalah keamanan bersama melalui cara politik
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, Beijing telah bersikukuh menahan diri untuk tidak mengecam Moskow secara langsung, memveto putusan di PBB dan menentang sanksi yang dikenakan oleh negara-negara Barat.