TRIBUNNEWS.COM - Kepala kantor Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan penyelidikan segera dan transparan atas kematian sedikitnya 28 orang di Burkina Faso bulan lalu.
Diwartakan The Guardian, Komisaris tinggi PBB, Volker Turk mengatakan pihak berwenang telah mengumumkan penyelidikan atas insiden di kota Nouna, komunitas etnis Fulani dan Muslim yang didominasi.
"Saya meminta mereka memastikan itu dengan cepat, menyeluruh, tidak memihak dan transparan untuk meminta pertanggungjawaban semua orang terlepas dari posisi atau pangkat," katanya pada Sabtu (7/1/2023).
Kelompok hak asasi manusia setempat menuduh bahwa milisi sukarela yang mendukung tentara Burkina Faso membunuh puluhan warga sipil Fulani.
Dari 28 korban tewas, di antaranya termasuk anak-anak.
Baca juga: Presiden Burkina Faso Mengundurkan Diri setelah Kudeta, Ajukan 7 Syarat
Sasaran militer
Orang-orang Fulani semakin menjadi sasaran militer dan milisi pertahanan lokal.
Mereka dicurigai mendukung pemberontak ekstremis Islam negara Afrika Barat yang telah melakukan kekerasan di negara itu selama bertahun-tahun.
Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan Türk sebelumnya telah menyampaikan kekhawatiran kepada pemerintah tentang kemungkinan pelanggaran "terkait dengan perekrutan, mempersenjatai, dan penempatan pasukan pembantu di Burkina Faso".
“Ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat prosedur pemeriksaan mereka," ucapnya.
"Pelatihan prapengerahan tentang hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter, pengawasan efektif mereka oleh pasukan keamanan dan pertahanan dan untuk memastikan inklusi dan transparansi selama perekrutan mereka,” imbuhnya.
Baca juga: Salah Jatuh Usai Tabrakan di Udara pada Laga Burkina Faso Vs Senegal, Kiper Herve Koffi Ditandu
Korban tewas semuanya laki-laki
Dikutip dari un.org, sebelumnya, 28 mayat ditemukan di kota barat laut Nouna, di Provinsi Kossi, di wilayah Boucle du Mouhoun, Afrika Barat.
Menurut sumber-sumber lokal, para korban, yang semuanya laki-laki.
Mereka terbunuh ketika anggota Volontaires pour la Défense de la Patrie (VDP), pembantu bersenjata untuk pasukan pertahanan dan keamanan, turun ke kota, sebagai pembalasan yang jelas atas serangan sebelumnya.
Burkina Faso telah berada dalam cengkeraman ketidakstabilan politik selama beberapa tahun.
Masyarakat di sana telah menderita serangkaian serangan teroris yang mematikan.
Krisis kemanusiaan yang parah di negara itu telah membuat lebih dari satu juta orang mengungsi dari rumah mereka, menjadi korban konflik dan kemiskinan yang sedang berlangsung.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)