Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, JENDARIS - Gempa bumi yang melanda Suriah barat laut dan Turki selatan menyebabkan kerusakan parah tidak hanya pada bangunan tempat tinggal tetapi juga sektor ekonomi.
Dengan banyaknya fasilitas komersial dan industri yang menjadi puing-puing, Suriah barat laut telah menyaksikan stagnasi yang terlihat di sektor ekonominya, seiring dengan kenaikan tajam harga barang-barang kebutuhan pokok.
Situasi tersebut diperparah dengan berhentinya pengangkutan barang melalui perlintasan perbatasan Bab al-Hawa Turki pada hari-hari pertama setelah gempa melanda.
Seorang supervisor toko roti di kota Jandaris Suriah, Mahmoud Joulaq, mengatakan daerah yang dilanda gempa di Suriah barat laut sekarang menghadapi krisis roti setelah toko roti tutup dan impor tepung dari perbatasan di Turki-Suriah terhenti.
Joulaq mengungkapkan saat gempa melanda, semua karyawannya di toko roti segera pulang ke daerah asalnya untuk memeriksa keluarga mereka.
“Kami terpaksa tutup sampai keesokan paginya, ketika hanya dua karyawan lainnya yang kembali. Sisanya berusaha menarik keluarga mereka keluar dari bawah reruntuhan,” kata Joulaq, yang dikutip dari Al Jazeera.
“Tetapi kami harus kembali beroperasi, meskipun tidak memiliki cukup staf, karena sebagian besar toko roti di kota tersebut telah dibakar atau dihancurkan,” lanjutnya, sembari menjelaskan kapasitas produksi toko roti tersebut langsung menyusut.
Dalam beberapa hari pertama setelah gempa, toko roti Joulaq menggunakan pasokan tepung yang disimpan di gudangnya, tetapi persediaan tepung dengan cepat habis.
Baca juga: Yayasan Band Metallica Sumbang Rp3,9 Miliar untuk Korban Gempa Turki-Suriah
Jalan menuju Bab al-Hawa dan Bab al-Salama, dua penyeberangan di sepanjang perbatasan Suriah-Turki, terputus setelah gempa besar mengguncang pada Senin (6/2/2023), sehingga menghentikan pengangkutan tepung dan bahan mentah ke Jandaris.
Pasokan tepung pertama yang tiba di toko roti sejak gempa melanda datang tujuh hari kemudian, tetapi saat itu harga tepung sudah melambung tinggi.
“Harga bahan baku kami naik 20 persen, terutama terigu, ragi, dan bahan bakar,” ujar Joulaq.
Baca juga: Update Gempa Turki-Suriah: Total Korban Tewas Capai 40.918 Orang
“Sebelum gempa, kami memproduksi sekitar 3.500 kantong roti setiap hari. Tapi hari ini, kapasitas produksi maksimal kami adalah 1.500,” ungkapnya.
Seperti Joulaq, seorang pemilik toko makanan yang tinggal di Jindaras, Omran Zaarour, mengatakan bahwa gempa bumi itu sangat merugikan pemilik usaha kuliner.
“Pada tingkat komersial, kami telah kehilangan banyak hal. Penghancuran gudang kami merusak barang-barang simpanan kami," kata Zaarour.
Baca juga: Bantuan Kemanusiaan dari Indonesia untuk Turki dan Suriah Dikirim dalam Dua Kloter
Dia mengatakan, sebelum gempa terjadi sekitar 80 persen dari semua bahan makanan di Suriah barat laut datang melalui perbatasan Suriah-Turki. Dampak bencana alam tersebut menyebabkan menipisnya barang-barang kebutuhan pokok di pasar, dan mendorong kenaikan tajam harga alternatif.
Menurut direktur media dan hubungan masyarakat di perlintasan perbatasan Bab al-Hawa, Mazen Alloush, tidak ada barang dagangan atau bantuan yang memasuki Suriah barat laut melalui perlintasan itu selama seminggu setelah gempa bumi melanda Turki dan Suriah.
“Selama minggu ini, kami mengalami kekurangan barang tertentu di pasar, terutama sayuran, buah, dan bahan bakar,” kata Alloush.
Saat perbatasan tersebut diperkirakan tetap tutup untuk truk komersial, beberapa orang bergegas menimbun kebutuhan pokok dan menaikkan harganya. Hal ini mendorong administrasi perbatasan untuk mendorong dimulainya kembali transportasi komersial, ungkap Alloush.
“Pada tahun 2022, sekitar 75.000 truk komersial memasuki Suriah utara melalui penyeberangan Bab al-Hawa, selain jumlah yang sama dari truk ekspor yang pergi ke Turki,” ujar Alloush.
Efek Melemahkan
Menurut seorang ekonom di kota Idlib Suriah, Hayan Hababa, bencana alam dapat melemahkan sektor ekonomi suatu negara.
“Bagi perusahaan dan pabrik, bencana ini menghancurkan aset tetap dan berwujud seperti real estat dan mesin, selain sumber daya manusia. Ini mengarah pada penurunan kapasitas produktif fasilitas ini,” kata Hababa.
“Efek ini bisa berakibat fatal bagi beberapa perusahaan, yang menyebabkan penutupan mereka,” tambahnya.