Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Pembukaan kembali ekonomi China secara bertahap setelah berakhirnya sistem penguncian (lockdown) virus corona (Covid-19) telah mendorong sektor pariwisata beroperasi di luar perbatasannya.
Namun masalah yang disebabkan oleh pandemi ini ternyata telah membuat warga China mengubah preferensi perjalanan mereka.
Seperti yang dikutip dari data situs pemesanan Ctrip.
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (21/2/2023), menurut laporan tersebut, pemesanan perjalanan oleh pelancong China yang pergi ke luar negeri melonjak 640 persen selama liburan Tahun Baru Imlek dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Sedangkan pemesanan hotel di luar negeri meningkat empat kali lipat.
Tahun lalu, pelancong China memilih Eropa, Australia, Kanada, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) sebagai tujuan wisata utama mereka.
Namun pada tahun ini, mayoritas pelancong memilih untuk pergi ke Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Bali di Indonesia.
Perubahan tersebut sebagian didasarkan pada aturan pembatasan penerbangan, masalah visa dan aturan masuk terkait pandemi yang masih ada, sehingga mempengaruhi pemegang paspor China.
Warga Negara China tidak dapat memperoleh visa ke Korsel dan Jepang setelah kedua negara itu berhenti memproses pengajuan visa mereka karena kekhawatiran terkait lonjakan kasus infeksi Covid-19 baru-baru ini yang terjadi di China.
Di Eropa, pelancong dari China harus menunggu lama untuk mendapatkan visa karena tingginya permintaan.
Menurut situs web SchengenVisaInfo.com, sebelum pandemi, aplikasi visa Uni Eropa (UE) hanya membutuhkan waktu beberapa hari saja untuk diproses.
Sedangkan saat ini, pemohon harus menunggu hingga dua bulan untuk mendapatkan stempel Schengen.
Sementara itu menurut data Ctrip, Thailand adalah pilihan utama untuk tur grup China saat ini, dengan Maladewa atau Maldives dan Mesir masuk sebagai pilihan terpopuler kedua dan ketiga.
Tur grup saat ini juga diizinkan dari China ke Indonesia, Kamboja, Filipina, Malaysia, Singapura dan Laos, serta Uni Emirat Arab (UEA), Afrika Selatan (Afsel), Hongaria, Kuba dan Rusia.
Sementara Jepang, Korsel dan Vietnam masih melarang tur untuk kategori ini.
Perbatasan China sebagian besar ditutup untuk perjalanan wisata sejak 2019 karena pandemi Covid-19.
Baca juga: Utusan Khusus Australia untuk Asia Tenggara Kunjungi Indonesia Bahas Bisnis hingga PolitikĀ
Pembukaan kembali perbatasan yang dimulai pada Desember tahun lalu membuat pemerintah negara itu menghapus karantina wajib bagi mereka yang mengunjungi China daratan, memulai kembali kebijakan bebas visa dan melanjutkan perjalanan tur grup.
Analis menyebut bahwa ini merupakan langkah China dalam membantu memulihkan sektor ritel dan industri perhotelan yang dilanda pandemi di Asia.