TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat mengancam bakalan membalas jika Korea Utara menyerang Korea Selatan atau AS dengan senjata nuklir.
Serangan balasan itu disebut akan menjadi malapetaka bagi negeri Kim Jong Un, karena bisa menyebabkan Pyongyang sangat menderita.
Presiden AS Joe Biden menyatakan di bawah perjanjian baru antara Washington dan Seoul, AS akan menanggapi serangan semacam itu dengan senjata nuklir.
Baca juga: Kim Jong Un Ngamuk Perintahkan Militer Korut Untuk Persiapkan Agresi ke Korsel
"Serangan nuklir oleh Korea Utara terhadap Amerika Serikat atau sekutu atau mitranya tidak dapat diterima dan akan mengakibatkan berakhirnya rezim apa pun yang mengambil tindakan seperti itu," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih, Rabu (26/4/2023).
Berbicara bersama Biden, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol menyatakan bahwa “perdamaian berkelanjutan di semenanjung Korea tidak terjadi secara otomatis.”
“Kita dapat mencapai perdamaian melalui keunggulan kekuatan yang luar biasa dan bukan perdamaian palsu berdasarkan niat baik pihak lain,” kata Yoon, menambahkan bahwa jika terjadi serangan nuklir dari utara, AS dan Korea Selatan akan “merespons dengan cepat, luar biasa, dan tegas menggunakan kekuatan penuh aliansi, termasuk senjata nuklir AS.”
Kata-kata Biden menggemakan kata-kata pendahulunya, Donald Trump, yang pada 2017 memperingatkan Korea Utara bahwa dia akan menanggapi dengan "api dan amarah yang belum pernah dilihat dunia" jika negara itu mengancam AS dengan senjata nuklir.
Meskipun utara menguji bom nuklir sebulan kemudian, Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un setuju untuk melakukan detente dan melanjutkan untuk bertemu beberapa kali, dan uji coba rudal utara terhenti untuk sebagian besar sisa waktu Trump di kantor.
Tes-tes ini telah dimulai kembali dan ditingkatkan. Pyongyang telah menguji coba lebih dari 100 rudal sejak awal 2022, dan bulan ini menguji rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat pertama dan drone serangan bawah air berkemampuan nuklir.
Baca juga: Profil Korea Utara, Dipimpin oleh Kim Jong Un Sejak 2018, Populasi Capai 25,9 Juta
Para pejabat di Washington dan Seoul telah mengklaim sejak tahun lalu bahwa Korea Utara bersiap untuk uji coba senjata nuklir ketujuh di bawah tanah.
Pendahulu Yoon, Moon Jae-in, sebagian besar sejalan dengan kebijakan penjangkauan diplomatik Trump ke Kim.
Yoon, bagaimanapun, telah mengambil sikap yang lebih keras terhadap tetangganya di utara.
Dalam pidatonya di bulan Januari, Yoon mengangkat kemungkinan pemerintahannya memperoleh "senjata nuklir kita sendiri", sesuatu yang diinginkan lebih dari dua pertiga warga Korea Selatan, menurut jajak pendapat baru-baru ini.
Baca juga: Siap Perang, Kim Jong Beri Titah Militernya untuk Intensifkan Latihan
Perjanjian yang ditandatangani pada hari Rabu telah mengakhiri gagasan itu, karena menetapkan bahwa Seoul tidak akan mengejar persenjataan nuklirnya sendiri.
Dikenal sebagai 'Deklarasi Washington', perjanjian tersebut meningkatkan pembagian informasi nuklir antara AS dan Korea, dan menyediakan lebih banyak latihan militer bersama dan penyebaran kapal selam dan pembom AS yang bersenjata nuklir ke Korea Selatan secara bergiliran.
Korut Uji Coba Hwasong-18
Sebelumnya, Korea Utara telah mengumumkan keberhasilan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM), Hwasong-18, berbahan bakar padat pertamanya pada Jumat (14/4/2023).
Uji coba ini merupakan tujuan utama dari rencana Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, untuk mengembangkan persenjataan yang lebih canggih dan kuat.
Tes terdeteksi pada Kamis (13/4/2023) oleh Korea Selatan dan Jepang, yang secara singkat memerintahkan penduduk di pulau utara Hokkaido untuk mengungsi, sebelum peringatan itu dicabut.
Media pemerintah Korea Utara mengonfirmasi peluncuran rudal Hwasong-18, pada Jumat (14/4/2023) pagi.
Acara tersebut diawasi oleh Kim Jong Un yang didampingi oleh putrinya yang masih kecil, dikutip dari Al Jazeera.
“Jenis baru rudal balistik antarbenua telah diuji coba pada hari Kamis sebagai sarana utama kekuatan militer strategis,” kata media resmi pemerintah Korea Utara, Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Media itu menggambarkan uji coba tersebut sebagai keberhasilan yang ajaib.
KCNA mengutip Kim Jong Un yang mengatakan Hwasong-18 akan dengan cepat memajukan postur respons nuklir Korea Utara.
Kemudian, rudal itu akan mendukung strategi militer agresif untuk mempertahankan nuklir untuk konfrontasi habis-habisan melawan para pesaingnya.
“Sistem senjata Hwasong-18 yang dijalankan oleh pasukan strategis negara akan memainkan misi dan perannya untuk mempertahankan (Korea Utara), mencegah invasi dan menjaga keamanan negara sebagai metode yang paling kuat,” kata KCNA.
Rudal Berbahan Bakar Padat
Rudal (ICBM) berbahan bakar padat lebih aman untuk digunakan, lebih mudah untuk bermanuver, dan lebih cepat untuk digunakan daripada varian berbahan bakar cair.
Namun, rudal berbahan bakar padat ini perlu dimuat di lokasi peluncuran dan merupakan bagian penting dari rencana pengembangan senjata lima tahun yang diluncurkan Kim pada tahun 2021.
Menurut rekan peneliti di International Institute for Strategic Studies, Joseph Dempsey, mengatakan ICBM berbahan bakar padat akan diberi bahan bakar selama pembuatan.
Rudal jenis ini dapat dipindahkan dengan lebih mudah untuk menghindari deteksi sebelum peluncuran yang dapat dimulai dalam hitungan menit, dikutip dari CNN International.
Namun, kekurangannya adalah membutuhkan waktu berjam-jam untuk mengisi bahan bakar di lokasi peluncurannya.
Waktu pengisian ini dapat memberikan waktu bagi musuh untuk mendeteksi dan menetralisirnya, tulis Dempsey dalam sebuah analisis awal tahun ini.
PBB telah melarang pengujian rudal balistik, namun Korea Utara nekat melakukan banyak peluncuran dalam beberapa tahun terakhir karena ingin meningkatkan kekuatan militernya.
Tahun lalu, Korea Utara menguji rekor jumlah senjata, termasuk mesin berbahan bakar padat berdaya dorong tinggi.
Pada Februari 2023, Korea Utara menampilkan apa yang tampak seperti ICBM baru pada parade malam hari yang mewah di Pyongyang.