TRIBUNNEWS.COM, KHARTOUM - Lebih dari 100.000 orang telah melarikan diri dari Sudan karena pertempuran antara pasukan pemerintah dan milisi pemberontak.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan jumlah pengungsi perang pada akhirnya bisa mencapai 800.000 orang.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (3/5/2023), Juru Bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Olga Sarrado menyampaikan mengenai krisis pengungsi yang meningkat selama konferensi pers pada Selasa kemarin.
Ia mengatakan bahwa negara tetangga Sudan sama sekali tidak siap untuk menangani eksodus besar-besaran pengungsi.
"Mayoritas tetap sangat kekurangan dana, negara-negara suaka akan membutuhkan dukungan tambahan untuk memberikan perlindungan dan bantuan," kata Sarrado.
Dirinya mencatat bahwa negara-negara itu akan membutuhkan bantuan makanan, air, tempat berlindung hingga layanan kesehatan dan perlindungan anak.
Saat negara tuan rumah telah berjuang untuk merawat lebih dari 100.000 pengungsi Sudan, Sarrado mengatakan bahwa angka itu dapat segera membengkak menjadi lebih dari 800.000.
Ia pun menekankan perlunya lebih banyak bantuan internasional.
Sementara itu, Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq memperingatkan bahwa 'banyak yang akan mati' karena kurangnya layanan dan barang-barang esensial.
Menurutnya, Sudan saat ini nuga sangat membutuhkan sumber daya.
"Stok medis hampir habis di daerah yang dilanda pertempuran, termasuk di Khartoum (ibu kota Sudan), Darfur Barat dan Tengah. Harga bahan pokok, mulai dari bahan bakar hingga makanan pokok dan air kemasan pun telah naik 40 hingga 60 persen atau lebih mahal di beberapa daerah," kat Haq dalam konferensi pers terpisah pada Selasa kemarin.
Organisasi Internasional untuk Migrasi juga memperkirakan lebih dari 300.000 orang telah mengungsi dari Sudan sejak pertempuran meletus bulan lalu.
Bahkan sebelum serangan kekerasan terbaru, Sudan telah menjadi negara tuan rumah pengungsi terbesar kedua di Afrika.
Menurut UNHCR, Sudan telah menjadi rumah bagi lebih dari 1,1 juta pengungsi asing, selain populasi pengungsi internalnya yang telah mencapai hampir 4 juta orang.
Baca juga: Kenya Evakuasi Lebih dari 900 Orang Termasuk WNA yang Ingin Keluar dari Sudan
Kementerian Kesehatan Sudan memperkirakan bahwa sejauh ini setidaknya 528 orang telah tewas dalam konflik tersebut, serta lebih dari 4.500 orang terluka, termasuk warga sipil dan pejuang.
Situasi keamanan di Sudan memburuk secara cepat sejak 15 April lalu, saat bentrokan pecah antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter negara itu.
Perlu diketahui, RSF memainkan peran utama dalam penggulingan Presiden Sudan Omar al-Bashir pada 2019 yang telah berkuasa selama 30 tahun sebelum kudeta
Namun kelompok milisi sejak saat itu menolak integrasi formal ke dalam militer, mendorong perebutan kekuasaan yang akhirnya mendidih menjadi pertempuran.