TRIBUNNEWS.COM - Seorang anggota parlemen Rusia, Andrey Kartapolov, mengungkap alasan tentara Wagner mundur dari pergerakannya menuju Kota Moskow saat melakukan pemberontakan pekan lalu.
Kartapolov mengatakan, perusahaan militer swasta Wagner adalah satu-satunya formasi militer yang menolak menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia sesaat sebelum melancarkan pemberontakannya.
Andrey Kartapolov, yang mengepalai Komite Pertahanan Duma Negara, menggambarkan kebijakan penandatanganan kontrak itu sebagai keputusan yang sangat benar.
“Semua orang selain Wagner, patuh. Selain pria ini (Prigozhin), yang menolak,” kata anggota parlemen itu, Kamis (29/6/2023).
Menghadapi sanggahan ini, pihak berwenang Rusia mengatakan kepada Wagner, kelompoknya tidak akan lagi terlibat dalam kampanye militer di Ukraina, menurut keterangan Kartapolov.
“Ini berarti tidak akan ada lagi uang, tidak ada lagi sumber keuangan atau material. Dan bagi Tuan Prigozhin, uang adalah faktor, penting, bahkan mungkin menentukan," lanjutnya, dikutip dari RT.
Baca juga: Di Mana Keberadaan Para Jenderal Utama Rusia Saat Kelompok Wagner Memberontak ke Kremlin?
Akibatnya, ancaman penggundulan dana, ambisi yang berlebihan dan bodoh, dan keadaan yang gelisah secara emosional mengakibatkan pemberontakan.
"Ini menghasilkan pengkhianatan tingkat tinggi dan penipuan saudara-saudara (Prigozhin)," kata anggota parlemen itu.
Pemberontakan Wagner
Baca juga: Dampak Pemberontakan Yevgeny Prigozhin di Moskow terhadap Nasib Wagner di Afrika
Pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin melancarkan pemberontakannya pada Jumat (23/6/2023) lalu.
Ia bersumpah akan melakukan pembalasan setelah menuduh Kementerian Pertahanan Rusia melakukan serangan rudal mematikan di salah satu kamp Wagner.
Kementerian Pertahanan Rusia membantah tuduhan itu.
Pasukan Wagner memasuki Kota Rostov-on-Don di Rusia selatan pada Sabtu (24/6/2023) dan memulai pawai ke Kota Moskow.
Namun, Yevgeny Prigozhin membatalkan pemberontakan pada Sabtu (24/6/2023) setelah ditengahi oleh Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, dikutip dari The Moscow Times.