TRIBUNNEWS.COM - Polisi Rwanda menangkap seorang pria bernama Denis Kazungu yang diduga sebagai tersangka pembunuhan.
Awalnya, polisi dipanggil oleh pemilik kontrakan setelah tersangka yang berusia 34 tahun itu gagal membayar sewa rumah kontrakannya selama berbulan-bulan.
Seorang pejabat polisi yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada surat kabar swasta Rwanda, The New Times, pria tersebut melakukan perlawanan ketika petugas mengusirnya pada Senin (4/9/2023).
"Dia meminta maaf dan menangis berlebihan, sehingga menimbulkan kecurigaan kami. Di kantor polisi dia mengaku telah membunuh beberapa orang, sehingga mendorong Rib (Biro Investigasi Rwanda) untuk menyelidikinya," kata pejabat itu, dikutip dari BBC Internasional.
Saat memasuki rumah, polisi mencium bau tidak sedap yang berasal dari lubang tertutup yang kabarnya digali di area dapur.
Pria itu kemudian ditangkap setelah polisi menemukan lebih dari 10 mayat yang terkubur di lubang tersebut, menurut laporan polisi, Rabu (6/9/2023).
Baca juga: Kenapa Gelombang Kudeta di Afrika Barat Sulitkan Uni Eropa?
Polisi mengatakan tersangka sengaja memikat korbannya dari bar ke rumah kontrakannya di Kicukiro, pinggiran kota Kigali.
Tetangganya mengatakan kepada media lokal, kadang-kadang mereka mendengar perempuan berteriak di malam hari.
Namun, mereka tidak berpikir ada yang tidak beres dengan suara tersebut.
Eric Dusenge, seorang warga yang tinggal di dekat kediaman tersangka, mengatakan, interaksi tersangka dengan warga tidak menimbulkan kecurigaan.
Sementara itu, Boniface, seorang warga lanjut usia di daerah tersebut, mencatat meski tersangka bersosialisasi dengan baik, dia tidak pernah mengizinkan tetangga masuk ke kediamannya.
“Setiap kali pemimpin lokal atau pemilik rumah datang ke kediamannya, dia akan menjadi putus asa dan menolak mereka masuk. Dia menyatakan bahwa ada seekor ular kobra di dalam, yang membuat mereka ketakutan,” kata Boniface, dikutip dari All Africa.
Jumlah Korban
Baca juga: Menko Luhut Beberkan Oleh-oleh Kunjungan Presiden ke Sejumlah Negara di Afrika
Sumber di Biro Investigasi Rwanda (RIB) mengatakan kepada AFP secara anonim, jumlah korban sejauh ini adalah 14 orang.
Juru bicara RIB, Thierry Murangira, menolak mengkonfirmasi angka tersebut.
“Jumlah akhir akan ditentukan melalui penyelidikan forensik," katanya.
Tersangka awalnya ditangkap pada Juli 2023 atas dugaan perampokan dan rudapaksa serta pelanggaran lainnya.
Namun, ia diberikan jaminan karena kurangnya bukti, seperti diberitakan media lokal yang dikutip Al Jazeera.
Di sisi lain, penyelidikan terus berlanjut.
Pria itu ditangkap kembali pada Selasa (5/9/2023) dan rumahnya digeledah, yang mengarah pada penemuan mayat-mayat yang dibuang di lubang yang dia gali di dapurnya.
"Tersangka mengaku belajar membunuh dari menonton pembunuh berantai terkenal. Dia melarutkan beberapa korbannya dengan asam,” kata sumber RIB.
“Dia akan mempelajari korbannya sebelum menguntit mereka dan biasanya mencari korban yang kemungkinan besar tidak memiliki keluarga dekat atau teman untuk mengawasi mereka," jelasnya.
Tersangka Akui Perbuatannya
Baca juga: Cerita Menko Luhut Saat Kunjungi Afrika Selatan: Minta Bantuan Indonesia Soal Pasokan Listrik
Murangira mengatakan tersangka telah mengaku selama interogasi atas pembunuhan tersebut.
Penyelidikan awal menemukan korbannya adalah pria dan wanita.
“Dia beroperasi dengan memikat korbannya, kebanyakan pelacur, ke rumahnya di mana dia akan merampok ponsel dan barang-barang mereka dan kemudian mencekik mereka sampai mati dan menguburkan mereka di lubang yang digali di dapur rumah kontrakannya,” tambahnya, dikutip dari Africa News.
Meski telah mengakui perbuatannya, pria tersebut belum didakwa secara resmi.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)