TRIBUNNEWS.COM - Virus Nipah saat ini sedang menjangkiti negara bagian Kerala di India selatan, di mana dua orang dilaporkan tewas.
Akibat peristiwa tersebut, Kerala menutup beberapa sekolah, kantor, dan transportasi umum pada Rabu (13/9/2023).
Al Jazeera melaporkan, lebih dari 130 orang sejauh ini telah dites virus tersebut.
Ini merupakan wabah keempat sejak tahun 2018, setidaknya pada saat itu 21 orang meninggal dunia.
Mengingat betapa berbahayanya virus ini, berikut beberapa informasi yang penting untuk diketahui.
Baca juga: Rusia Cabut Aturan Diskon Pupuk untuk Petani India, Inflasi Pangan Kian di Depan Mata
Apa itu Virus Nipah?
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), virus Nipah (NiV) pertama kali ditemukan pada 1999.
Wabah penyakit ini menyerang kalangan peternak babi dan orang lain yang melakukan kontak dekat dengan hewan tersebut di Malaysia dan Singapura.
Ketika itu, tercatat hampir 300 kasus yang menyerang manusia dan menyebabkan lebih dari 100 kematian.
Wabah ini menimbulkan dampak ekonomi yang besar karena lebih dari 1 juta babi dimusnahkan untuk membantu mengendalikan penyebaran penyakit ini.
Sejak tahun 1999, tidak ada wabah NiV lainnya yang dilaporkan menjangkiti Malaysia dan Singapura.
Namun, kasus-kasus virus Nipah telah tercatat hampir setiap tahun di beberapa wilayah Asia sejak saat itu, terutama di Bangladesh dan India.
NiV adalah virus zoonosis, artinya awalnya menyebar antara hewan dan manusia, jelas CDC dalam pernyataan yang diterbitkan pada tahun 2020.
Hewan inang NiV adalah kelelawar buah (genus Pteropus), yang juga dikenal sebagai rubah terbang.
Virus ini dapat ditularkan melalui kelelawar buah, babi, dan melalui kontak manusia ke manusia (seperti air liur atau urin).
Kontaminasi awal dari hewan ke manusia dikenal sebagai peristiwa limpahan (spillover event). Begitu seseorang terinfeksi, penyebaran NiV dari manusia ke manusia dapat terjadi.
Infeksi pada manusia berkisar dari infeksi tanpa gejala hingga infeksi saluran pernapasan akut (ringan, berat), dan ensefalitis (pembengkakan otak), yang dapat menyebabkan koma dalam waktu 24-48 jam.
Ensefalitis memiliki angka kematian 40-75 persen, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Mereka yang selamat dari ensefalitis akut dapat pulih sepenuhnya, tetapi kondisi neurologis jangka panjang telah dilaporkan terjadi pada mereka yang selamat.
Seperti gangguan kejang dan perubahan kepribadian. Sebagian kecil orang yang selamat kemudian kambuh atau mengalami ensefalitis yang tertunda, terang WHO.
Cara Mencegah
Saat ini, tidak ada vaksin yang tersedia untuk melawan virus Nipah.
Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dan informasi yang dikumpulkan selama epidemi sebelumnya, pembersihan dan disinfeksi peternakan babi secara rutin dan menyeluruh dengan deterjen yang tepat mungkin efektif dalam mencegah infeksi.
Dalam kasus hewan, jika diduga terjadi wabah, tempat tersebut harus segera dikarantina.
WHO juga menyarankan pemusnahan hewan yang terinfeksi, dengan pengawasan ketat terhadap penguburan atau pembakaran bangkai. Itu diperlukan untuk mengurangi risiko penularan ke manusia.
Dengan tidak adanya vaksin khusus NiV, meningkatkan kesadaran tentang faktor risiko dan mendidik tentang tindakan pencegahan yang tepat adalah satu-satunya cara untuk mengurangi atau mencegah infeksi antarmanusia, selain langkah-langkah keamanan penyakit yang standar.
Risiko penularan internasional melalui buah-buahan atau produk buah-buahan yang terkontaminasi cairan kelelawar buah yang terinfeksi dapat dicegah dengan mencuci buah secara menyeluruh dan mengupasnya sebelum dikonsumsi.
Buah yang ada tanda-tanda gigitan kelelawar sebaiknya dibuang.
(Tribunnews.com/Deni)