TRIBUNNEWS.COM - Gedung pencakar langit di ibu kota Sudan, Khartoum, terbakar di tengah konflik antara tentara reguler dan pasukan paramiliter.
Dilaporkan BBC.com, video yang diunggah pada Minggu (17/8/2023) menampilkan menara gedung perusahaan minyak Greater Nile Petroleum dilalap api.
"Sangat menyedihkan," ujar arsitek gedung tersebut, Tagreed Abdin, di Twitter.
Terletak di dekat Sungai Nil, gedung berlantai 18 itu adalah salah satu landmark paling dikenal di Khartoum.
Penyebab terbakarnya gedung tersebut belum diketahui.
Belum ada laporan korban luka atau kematian.
Baca juga: Rangkuman Peristiwa Timur Tengah: Gempa Maroko, Banjir Libya hingga Konflik Sudan
Sudan War Monitor, yang menyajikan analisis mengenai konflik tersebut, mengatakan RSF telah menyerang wilayah yang dikuasai tentara Sudan pada hari Sabtu (16/9/2023), termasuk blok kantor di kementerian kehakiman.
Sejumlah gedung pemerintahan dilaporkan terbakar akibat serangan tersebut.
Serangan terhadap gedung militer berlanjut hingga Minggu, kata para saksi mata kepada kantor berita AFP.
Warga di distrik selatan kota, tempat tentara menargetkan pangkalan RSF, mengatakan kepada AFP bahwa mereka mendengar “ledakan besar” di pagi hari.
Otoritas kesehatan kemudian mengumumkan pada hari Minggu bahwa semua rumah sakit utama di Khartoum, serta wilayah Darfur, tidak dapat beroperasi.
Nawal Mohammed (44), warga yang tinggal setidaknya 3 km dari bentrokan di ibu kota, mengatakan pintu dan jendela rumah keluarganya bergetar akibat kekuatan ledakan.
Ia menyebut pertempuran pada hari Sabtu dan Minggu sebagai “pertempuran yang paling kejam sejak perang dimulai”.
Menurut sekelompok pengacara pro-demokrasi, pertempuran tersebut telah menewaskan puluhan warga sipil di Khartoum sejak Jumat.
Pertempuran juga dilaporkan terjadi di kota El-Obeid, sekitar 400 km selatan kota.
Dalam beberapa hari terakhir, RSF telah berjuang untuk menguasai ibu kota.
Baca juga: Militer Sudan Serang Pasar di Khartoum, 40 Orang Tewas dan 70 Lainnya Terluka
Serangan udara militer ditujukan untuk melemahkan posisi RSF.
Serangan udara dan pertempuran darat masih berlanjut di Khartoum dan kota-kota lain di Sudan sejak pertempuran pecah pada bulan April.
Pada Sabtu (15/4/2023) lalu, bentrokan pecah antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Sudanese Armed Forces (RSF).
RSF awalnya beroperasi sebagai milisi melawan pemberontak selama puncak konflik di wilayah Darfur, tetapi kemudian bergabung dengan militer reguler.
Namun kedua belah pihak bentrok karena perbedaan pandangan dan kini memperebutkan kekuasaan.
Mengutip egyptianstreets.com, penembakan berkelanjutan terjadi sejak hari itu di ibu kota Sudan, Khartoum dan beberapa kota lainnya.
Pertempuran terus meningkat seiring berjalannya hari, termasuk penggunaan senjata berat dan pesawat tempur angkatan udara serta helikopter.
Dalam serangkaian pernyataan, paramiliter RSF mengklaim bahwa SAF telah menyerang markasnya di Khartoum selatan.
RSF juga mengklaim telah menguasai bandara kota, serta Istana Republik, yang merupakan kursi kepresidenan di Khartoum.
Di sisi lain, SAF mengeluarkan pernyataan yang mengklaim bahwa RSF-lah yang memulai pertempuran, setelah menyerang pasukannya di Khartoum selatan dan kediaman Abdel-Fattah Al-Burhan, panglima tertinggi SAF.
Baca juga: Apa yang Terjadi di Sudan? Ini Fakta-fakta Pertempuran antara Tentara Reguler dengan Paramiliter
Pernyataan lain juga membantah klaim RSF dan menyebut mereka sebagai pasukan pemberontak.
Kedua belah pihak menutup pintu untuk segala kemungkinan kompromi.
SAF mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tidak ada pembicaraan yang akan dilakukan sampai RSF "dihancurkan dan dibubarkan".
Sementara itu komandan RSF, Mohamed Hassan Dagalo atau Hamedti, mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa tujuan RSF adalah untuk membuat kepala SAF, Abdel Fattah al-Burhan, diadili.
Saat pertempuran berlanjut di Sudan, dan khususnya Khartoum, berada dalam keadaan kacau.
Terjadi pemadaman listrik, penutupan jalan, dan pembatalan penerbangan.
Hanya beberapa hari setelah konflik meletus, Persatuan Dokter Sudan telah mengumumkan bahwa bentrokan tersebut telah merenggut nyawa setidaknya 25 orang, dan menyebabkan hampir 200 orang terluka.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)