TRIBUNNEWS.COM - Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota Armenia pada Rabu (20/9/2023) untuk mengecam kegagalan pemerintah Armenia dalam mendukung separatis Armenia di Nagorno-Karabkh.
Mereka menilai pemerintah Nagorno-Karabakh dipaksa menyerah secara memalukan oleh Azerbaijan.
Para pengunjuk rasa berkumpul di Republic Square di pusat Kota Yerevan, Armenia.
Banyak yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, yang memimpin kekalahan dari Azerbaijan dalam perang tahun 2020.
"Kami berharap dia pergi. Lebih baik bagi seorang pemimpin yang kalah perang untuk pergi daripada tetap tinggal dan melanjutkan," kata Harut (32), pengunjuk rasa di Yerevan.
Dia mengatakan kekalahan itu semakin menyakitkan mengingat sudah lamanya orang-orang Armenia berjuang untuk Nagorno-Karabakh.
“Ini adalah sesuatu yang telah kami perjuangkan selama 30 tahun, lebih dari 30 tahun dan sekarang semuanya sia-sia,” lanjutnya, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Azerbaijan Klaim Kemenangan setelah Separatis Armenia yang Kuasai Karabakh Menyerah
Politisi oposisi PM Pashinyan menyampaikan pidato dari panggung yang mengecam Pashinyan, yang mengambil alih kekuasaan dalam revolusi tahun 2018, di mana ia berpidato di lapangan yang sama.
Gencatan senjata antara separatis Armenia dan militer Azerbaijan itu ditengahi oleh Kementerian Pertahanan Rusia, selaku penjamin perdamaian di Nagorno-Karabakh.
“Rusia cuci tangan di Artsakh (Nagorno-Karabakh), pihak berwenang kami telah meninggalkan Artsakh,” kata Avetik Chalabyan, politisi oposisi PM Pashinyan kepada massa, menggunakan nama Armenia untuk Nagorno-Karabakh.
“Musuh ada di depan pintu kita. Kita harus mengubah otoritas untuk mengubah kebijakan nasional,” tambahnya.
Baca juga: Etnis Armenia dan Azerbaijan Sepakati Gencatan Senjata di Nagorno-Karabakh yang Ditengahi Rusia
Beberapa dari mereka di Republic Square berteriak "Artsakh!" dan "Nikol adalah pengkhianat!"
Banyak dari mereka yang hadir mengibarkan bendera Nagorno-Karabakh dan beberapa demonstran bentrok dengan polisi.
Mereka juga melemparkan botol dan batu ke kantor perdana menteri di Republic Square.