TRIBUNNEWS.COM - Presiden separatis Republik Nagorno-Karabakh, Samvel Shakhramanyan, menandatangani dekrit yang membubarkan negara itu mulai 1 Januari 2024.
Republik Nagorno-Karabakh yang memerdekan diri pada tahun 1994, kini kembali bergabung dengan Azerbaijan.
Rusia sebagai pihak penengah, mengawasi pembubaran Republik Nagorno-Karabakh.
“Kami telah memperhatikan hal ini dan memantau situasi dengan cermat. Pasukan penjaga perdamaian kami terus membantu masyarakat,” kata juru bicara Rusia, Dmitry Peskov, dikutip dari The Guardian.
Azerbaijan kembali merebut Nagorno-Karabakh setelah meluncurkan "operasi anti-teroris" melawan separatis Armenia pada 19 September 2023.
Serangan selama 24 jam itu berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi pasukan penjaga perdamaian Rusia di Nagorno-Karabakh.
Lebih dari 200 orang tewas dan 500 terluka dalam serangan itu.
Baca juga: Azerbaijan Tangkap Mantan Menteri Nagorno-Karabakh di Perbatasan Armenia
Azerbaijan Rebut Kembali Nagorno-Karabakh dari Armenia
Perwakilan Azerbaijan dan separatis Armenia bertemu untuk merundingkan reintegrasi Nagorno-Karabakh sebagai bagian dari Azerbaijan.
Azerbaijan juga akan melucuti pasukan etnis Armenia di Nagorno-Karabakh.
Pemerintah Azerbaijan mengatakan, mereka mengizinkan penduduk Nagorno-Karabakh yang mayoritas etnis Armenia untuk tetap tinggal atau meninggalkan wilayah itu.
Namun, mereka mengimbau agar penduduk di Nagorno-Karabakh untuk tetap tinggal dan menjadi bagian dari masyarakat multietnis Azerbaijan.
“Kami mengimbau warga Armenia untuk tidak meninggalkan rumah mereka dan menjadi bagian dari masyarakat multietnis Azerbaijan,” kata Kementerian Luar Negeri Azerbaijan, Kamis (28/9/2023).
Takut Pembersihan Etnis, Puluhan Ribu Etnis Armenia Menungsi
Baca juga: Rusia Tolak Alasan Armenia Berkhianat, Sebut Bakal Jadi Sandra Geopolitik Barat
Puluhan ribu penduduk meninggalkan Nagorno-Karabakh dan mayoritas pergi ke Armenia karena khawatir jika terjadi pembersihan etnis di sana.
Armenia mengatakan lebih dari 68.000 dari 120.000 penduduk di kawasan itu telah meninggalkan negaranya pada Kamis tengah hari.
Sementara itu, pemerintah Armenia menyambut para pengungsi dari Nagorno-Karabakh, seperti diberitakan DW.
Mereka menyiapkan tenda-tenda dan akomodasi sementara untuk menampung para pengungsi.
Pemerintah Armenia kini berjuang keras untuk mendaftarkan puluhan ribu pengungsi dan mencari cara untuk mengintegrasi mereka ke Armenia.
Sementara itu, para pengungsi menghadapi tantangan untuk memulai kehidupan baru di tempat yang sangat berbeda dengan tempat tinggal mereka dulu di Nagorno-Karabakh.
Konflik Armenia Vs Azerbaijan di Nagorno-Karabakh
Baca juga: 53 Ribu Penduduk Nagarno-Karabakh Kabur ke Armenia, Takut Penganiayaan dan Konflik Etnis
Nagorno-Karabakh adalah wilayah Azerbaijan, yang mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia.
Konflik perebutan wilayah ini berlangsung sebelum Azerbaijan dan Armenia menjadi bagian Uni Soviet pada tahun 1920an.
Meski sempat diredam selama pemerintahan Uni Soviet, konflik kembali memanas setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991.
Armenia dan Azerbaijan kembali memanas, kemudian Nagorno-Karabakh memerdekakan diri pada tahun 1994 melalui "Proposal Bishkek" yang ditengahi Rusia.
Meski telah merdeka, Nagorno-Karabakh memiliki hubungan yang lebih dekat dan cenderung bergantung pada Armenia.
Proposal Bishkek tetap berlaku hingga tahun 2020 ketika terjadi perang selama 44 hari antara Armenia dan Azerbaijan, dikutip dari The New York Times.
Rusia kembali menengahi konflik kedua negara itu melalui pasukan penjaga perdamaian di Nagorno-Karabakh pada tahun 2020.
Namun, pada Selasa (19/9/2023), Kementerian Pertahanan Azerbaijan meluncurkan operasi "anti teroris" di Nagorno-Karabakh untuk melawan separatis Armenia.
Separatis Armenia yang memerintah di Nagorno-Karabakh tidak bisa bertahan dan menyetujui gencatan senjata yang ditengahi oleh Rusia, disusul penyerahan Nagorno-Karabakh ke Azerbaijan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Armenia dan Azerbaijan