TRIBUNNEWS.COM - Jeju Air menghadapi konsekuensi serius, termasuk penghentian operasi, sembari menunggu hasil investigasi atas tragedi di Bandara Internasional Muan.
Kecelakaan tersebut melibatkan tabrakan pesawat dengan struktur eksternal, yang mengakibatkan 179 korban jiwa.
Jika ditemukan kesalahan operasional atau kelalaian, maskapai ini berisiko dikenai sanksi berat, Chosun Daily melaporkan.
Para ahli memperingatkan bahwa Jeju Air kemungkinan akan bertanggung jawab secara hukum jika kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan operasional.
Kecuali jika faktor luar yang tak terhindarkan, seperti tabrakan dengan burung, menjadi penyebab kecelakaan.
Dalam hal ini, maskapai dapat menghindari tanggung jawab hukum.
Kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan pilot tersebut menjadi preseden bagi pertanggungjawaban maskapai terkait kelalaian dalam pengawasan.
Kasus ini mirip dengan kecelakaan tahun 2013 yang melibatkan Asiana Airlines, yang terpaksa menghadapi penangguhan setelah insiden di Bandara Internasional San Francisco.
Pada Juli 2013, Penerbangan 214 milik Asiana Airlines jatuh saat mendarat di San Francisco.
Boeing 777-28E/ER yang terlibat menabrak tanggul dekat landasan pacu, mengakibatkan tiga orang meninggal dan 187 lainnya cedera, termasuk 49 orang yang mengalami luka serius.
Penyelidikan mengungkapkan bahwa pilot gagal melakukan go-around (putar balik) meskipun pesawat dalam kondisi pendekatan yang tidak stabil.
Kecepatan turunnya yang terlalu cepat menyebabkan pesawat jatuh di bawah jalur pendaratan yang aman.
Baca juga: Polisi Korsel Geledah Kantor Jeju Air, Cari Dokumen Operasional Boeing 737 usai Kecelakaan Tragis
Penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa awak pesawat terdiri dari seorang pilot yang sedang menjalani pelatihan dan seorang instruktur yang mengawasi untuk pertama kalinya.
Pada November 2014, Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan (MOLIT) menetapkan bahwa Asiana Airlines melanggar kewajibannya dalam menugaskan dan mengawasi pilotnya.