Hingga saat ini, lebih dari 12.000 warga Filipina dihukum mati karena kasus narkoba.
Baca juga: Kokain Ditemukan di Gedung Putih di Area Pengunjung, Dinas Rahasia AS Lakukan Penyelidikan
Sebagian besar pelaku adalah masyarakat miskin perkotaan.
Human Rights Watch menyebut Duterte dan pejabat senior lainnya telah menghasut dan mendorong pembunuhan dalam sebuah kampanye yang dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penelitian Human Rights Watch juga menemukan bahwa polisi memalsukan bukti untuk membenarkan pembunuhan pelaku kasus narkoba.
Duterte terus melanjutkan kampanyenya meski mendapat kecaman dari berbagai pihak, terutama kelompok aktivis HAM.
Duterte telah menerapkan hukuman serupa saat ia masih menjadi walikota Davao City.
Menjelang kemenangannya dalam pemilu pada tanggal 9 Mei 2016, Duterte mengatakan kepada lebih dari 300.000 orang:
“Jika saya berhasil mencapai istana presiden, saya akan melakukan apa yang saya lakukan sebagai walikota."
"Kalian pengedar narkoba, perampok, lebih baik kalian keluar karena saya akan membunuh kalian.”
Sementara itu di Singapura, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku dalam kasus narkoba sama beratnya.
Mengutip deathpenaltyinfo.org, Undang-undang di Singapura mengizinkan hukuman mati bagi orang yang terbukti memperdagangkan lebih dari 15 gram heroin, 30 gram kokain, 250 gram sabu, atau 500 gram ganja.
Baca juga: Dinas Rahasia AS Lakukan Investigasi usai Kokain Ditemukan di Gedung Putih
Hingga 9 Agustus 2023, terdapat 50 terpidana mati di Singapura, 47 orang adalah terpidana kasus narkoba sedangkan hanya tiga di antaranya yang terjerat kasus pembunuhan.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan mengeluarkan pernyataan pada tahun 2019 yang menentang penerapan hukuman mati bagi orang-orang yang dihukum karena pelanggaran narkoba tanpa kekerasan.
Ajeng Larasati, Pemimpin Hak Asasi Manusia di Harm Reduction International, sebuah LSM yang memantau penggunaan hukuman mati untuk kejahatan narkoba, menyatakan: