News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rubel Mulai Ambruk Dihajar Dolar AS, Tembus Angka 100, Rusia Kebanyakan Impor Ketimbang Ekspor

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FILE FOTO Presiden Rusia, Vladimir Putin tampak memegang dahinya. Mata uang Rusia, Rubel dilaporkan sempat turun melewati angka 100 terhadap dolar pada Selasa (3/10/2023).

Rubel Mulai Ambruk Dihajar Dolar AS, Tembus Angka 100, Rusia Kebanyakan Impor Ketimbang Ekspor

TRIBUNNEWS.COM - Mata uang Rusia, Rubel sempat turun melewati angka 100 terhadap dolar pada Selasa (3/10/2023).

Rubel terus melemah di tengah tanda-tanda bahwa perekonomian negara tersebut menghadapi pertumbuhan yang lebih lambat dan inflasi yang lebih tinggi di tengah perang di Ukraina.

Batasan psikologis sebesar 100 terhadap dolar dilaporkan meningkatkan prospek melemahnya daya beli masyarakat Rusia, yang terpaksa membayar lebih untuk barang-barang impor.

Baca juga: Data Forbes: Bisnis Barat Masih Jajah Pasar Rusia di Tengah Perang Ukraina, Tiongkok Berjaya

Rubel sempat jatuh ke level 150 terhadap dolar setelah pecahnya perang tahun lalu.

Rubel akhirnya pulih berkat kontrol modal yang diberlakukan oleh Bank Sentral Rusia untuk mengatasi dampak sanksi Barat.

Namun nilai mata uang tersebut kembali merosot dalam beberapa bulan terakhir, lantaran Rusia mengimpor lebih banyak dan mengekspor lebih sedikit.

Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina bulan lalu memperingatkan bahwa pertumbuhan akan melambat pada tahun 2023 ini dan memasuki tahun 2024.

Baca juga: Rusia Bikin Pening Uni Eropa, BP-Shell-Total dan Ratusan Perusahaan Barat Rugi Rp 1.674 Triliun

Sekitar setengah dari 54 klien asing Gazprom Export membuka rekening bank Rubel untuk membayar gas Rusia. (Yuri Smityuk/TASS)

Pada Agustus, Bank Sentral Rusia  menaikkan suku bunga acuannya menjadi 13 persen dalam upaya untuk menopang mata uang Rubel dan melawan inflasi, yang masih di atas target 4 persen.

Rencana peningkatan belanja pertahanan secara besar-besaran yang diumumkan pekan lalu juga telah memicu kekhawatiran mengenai keuangan pemerintah.

Hal itu lantaran pendapatan minyak dan gas terus terkena dampak sanksi.

Presiden Vladimir Putin baru-baru ini memerintahkan pemerintah dan Bank Sentral untuk mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan mata uang, dengan mengatakan bahwa kelemahan mata uang adalah penyebab utama kenaikan harga konsumen.

Rusia juga berencana untuk memotong diskon terhadap harga minyak dan gas bumi kepada para pelanggan setia mereka, China dan India untuk meningkatkan pendapatan negara.

Baca juga: NATO Bisa Puyeng, Rusia Galak Soal Minyak, Bidik Rp 1.841 T Saat Kurangi Diskon Minyak per Barel

(oln/tmt/RT)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini