Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Matthew Levitt, mantan pejabat AS yang menekuni kontraterorisme, memperkirakan anggaran pendapatan militan Hamas mencapai lebih dari 300 juta dolar AS per tahun.
Proyeksi tersebut dilontarkan Levitt tepat setelah Hamas menembakan ribuan rudal ke wilayah Tel Aviv, Israel dengan menggunakan senjata canggih diantaranya seperti Rudal Buraq baru dengan jangkauan 85 kilometer, rudal Badr 3 dengan hulu ledak 400 kilogram, serta dua drone pengintai yakni drone Sahab dan drone Hudhud.
Hadirnya deretan senjata canggih yang dipamerkan Hamas dalam perang, sontak memicu pertanyaan publik terkait asal usul pendanaan yang didapat militan Hamas selama bersitegang dengan Israel di jalur Gaza kurang lebih 75 tahun terakhir tepatnya sejak 1948.
Baca juga: Gegara Polemik Soal Hamas, Orang Terkaya di Israel dan Istrinya Mundur dari Dewan Direksi Harvard
Bisnis Cangkang
Menurut Levitt pembiayaan yang digunakan untuk membeli senjata canggih yang dimiliki militan Hamas berasal dari proksi dan organisasi besar dari Iran. Mengutip data dari Departemen Luar Negeri Amerika, Iran diketahui aktif mengirimkan sumbangan dana senilai 100 juta dolar AS per tahun untuk mendukung kelompok-kelompok Palestina termasuk Hamas.
Namun karena Hamas dianggap sebagai teroris oleh sejumlah negara Barat, sehingga akses transaksi atau pemindahan uang dilakukan melalui perusahaan-perusahaan cangkang.
Adapun perusahaan-perusahaan cangkang dimiliki Hamas tersebar di sejumlah negara mulai dari Turki hingga Arab Saudi. Lewat perusahaan tersebut Hamas juga berhasil mengumpulkan pundi – pundi pendapatan senilai 500 juta dolar AS melalui bisnis investasi .
Bantuan dari Negara Tetangga
Tak hanya Iran, Qatar yang dikenal sebagai negara yang kaya akan gas alam belakangan juga turut memberikan sumbangan ratusan juta dolar ke Hamas dan sejumlah keluarga yang membutuhkan di Palestina.
Dana tersebut biasanya ditransfer secara elektronik dari Qatar ke Israel. Namun pasca akes transaksi dibatasi, uang sumbangan dari pemerintah Qatar dititipkan ke PBB untuk dibawa melintasi perbatasan ke Gaza.
Tak tanggung – tanggung Qatar bahkan rela menghabiskan 30 juta dolar AS per bulan agar Hamas dapat mengoperasikan satu-satunya pembangkit listrik di wilayah tersebut.
“Sejak 2014 Qatar memberikan 100 dolar kepada keluarga-keluarga termiskin di Palestina dan memperpanjang masa pakai listrik selama satu hari di Gaza,” kata seorang pejabat Qatar mengutip dari Reuters.
Baca juga: Korban Selamat dari Serangan Hamas: Tentara Israel Justru Membunuh Warga Sipil Mereka Sendiri
Sumbangan Crypto
Organisasi militan Palestina, termasuk kelompok yang terkait dengan Hamas, dilaporkan telah melakukan penggalangan dana kripto ke publik untuk mendukung operasional selama perang.
"Kripto adalah salah satu kekuatan mereka," kata Joby Carpenter, spesialis kripto dan keuangan gelap di industri pemberantasan kejahatan keuangan, ACAMS.
Hamas secara terbuka berupaya mengumpulkan dana dalam bentuk kripto setidaknya sejak tahun 2019, dimulai dari aksi Brigade al-Qassam yang mulai meminta pendukungnya di saluran Telegramnya untuk menyumbangkan bitcoin.
Namun seiring berjalannya waktu, Hamas mulai beralih ke pemroses pembayaran yang menghasilkan alamat kripto. Guna membantu mengaburkan dompet mata uang kripto mereka yang sebenarnya, dengan CARA menyematkan tautan ke pemroses tersebut di halaman penggalangan dana situs web mereka.
Strategi ini dilakukan lantaran beberapa tahun terakhir sejumlah platform jual beli kripto hingga penerbit mata uang digital termasuk Binance dan Tether mengaku telah membekukan sejumlah rekening kripto yang digunakan kelompok militan Palestina, Hamas untuk menggalang sumbangan dan bantuan di media sosial .
Dengan cara tersebut dalam sebulan dompet kripto Hamas setidaknya dapat mengumpulkan pendanaan hingga 30,000 dolar AS dalam bentuk bitcoin.