News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Polisi Israel Tutup Masjid Al-Aqsa untuk Jemaah Muslim

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keamanan Israel mengawasi saat jamaah Muslim tiba di Gerbang Singa menuju kompleks Masjid Al-Aqsa untuk shalat Jumat di Yerusalem timur pada 20 Oktober 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas di Jalur Gaza.

TRIBUNNEWS.COM - Polisi Israel menutup masjid Al-Aqsa di kota tua Yerusalem, mencegah jemaah Muslim masuk, lapor kantor berita negara Palestina (WAFA) pada hari Selasa (24/10/2023), mengutip departemen Wakaf Islam.

Wakaf Islam merupakan organisasi Islam yang ditunjuk Yordania untuk mengelola kompleks tempat ibadah tersebut.

Wakaf Islam mengatakan bahwa petugas polisi tiba-tiba menutup semua gerbang menuju kompleks masjid Al-Aqsa dan melarang umat Islam masuk.

Namun, polisi tetap mengizinkan jamaah Yahudi untuk melaksanakan ibadah, sehingga melanggar status quo masjid, menurut untuk laporan dari WAFA.

Pihak berwenang Israel membatasi umat Muslim masuk ke dalam masjid sejak Selasa dini hari.

Mereka awalnya mengizinkan hanya orang lanjut usia untuk masuk tetapi akhirnya melarang semuanya.

Baca juga: Insiden di Al-Aqsa pada Hari Sukkot Yahudi yang Disebut Memicu Hamas Lancarkan Serangan ke Israel

Berdasarkan status quo yang mengatur kompleks suci tersebut, umat non-Muslim dapat berkunjung sebagai wisatawan tetapi hanya umat Muslim yang boleh beribadah di masjid tersebut.

Namun beberapa pengunjung Yahudi sering berdoa di sana meskipun ada pengaturan seperti itu.

Padahal, menurut hukum Yahudi, memasuki bagian mana pun dari kompleks Masjid Al Aqsa, yang merekas sebut sebagai Temple Mount, dilarang bagi orang Yahudi karena sifat suci dari situs tersebut.

Kompleks Al-Aqsa memang sering menjadi titik konflik antara Israel dan Palestina.

Awal bulan ini, ratusan warga Israel memaksa masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa untuk memperingati hari kelima Sukkot, hari libur Yahudi selama seminggu, menurut beberapa laporan yang mengutip Departemen Wakaf Islam.

Negara-negara di Timur Tengah termasuk Mesir, Yaman, Yordania, dan negara-negara GCC kerap mengeluarkan pernyataan yang mengecam kekerasan yang dilakukan oleh ekstremis Israel di kompleks suci Al-Aqsa.

Tindak kekerasan seringkali berada di bawah perlindungan polisi Israel.

Mengapa Masjid Al-Aqsa Sering "Diperebutkan" dan Apa Maksud dari Status Quo?

Status hukum kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, merupakan titik konflik yang kerap terjadi dalam konflik Israel-Palestina.

Untuk memahami bagaimana satu serbuan polisi Israel dapat memicu perang, perlu dipahami apa arti status quo yang mengatur kompleks Masjid Al-Aqsa ini.

Keamanan Israel mengawasi ketika jamaah Muslim, pria dan wanita, tiba di Gerbang Singa menuju kompleks Masjid Al-Aqsa untuk salat Jumat di Yerusalem timur pada 20 Oktober 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas di Jalur Gaza. (AHMAD GHARABLI/AFP) 

Baca juga: Tentara Israel Marah, Putra Netanyahu Tak Ikut Perang dan Hidup Enak di AS

Mengutip Aljazeera, bagi warga Palestina – dan berdasarkan hukum internasional – permasalahannya cukup sederhana.

“Israel tidak memiliki kedaulatan atas Yerusalem [Timur] dan karena itu tidak memiliki kedaulatan atas Al-Aqsa, yang berada di Yerusalem Timur yang diduduki Israel," kata Khaled Zabarqa, pakar hukum Palestina mengenai kota dan kompleks tersebut.

Akibatnya, kata Zabarqa, hukum internasional menyatakan bahwa Israel tidak berwenang menerapkan status quo apa pun.

Bagi warga Palestina dan Wakaf Islam, kondisi ini merupakan status quo yang berakar pada administrasi situs tersebut di bawah Kekaisaran Ottoman, yang mengharuskan umat Islam memiliki kendali eksklusif atas Al-Aqsa, menurut Nir Hasson, seorang jurnalis Haaretz yang meliput Yerusalem.

Namun, Israel memandang status ini dengan cara yang berbeda, meskipun hukum internasional tidak mengakui upaya apa pun yang dilakukan oleh Israel untuk mencaplok wilayah yang mereka duduki.

“Status quo yang dibicarakan orang Israel sama sekali berbeda dengan status quo yang dibicarakan oleh Wakaf Islam dan Palestina,” jelas Hasson.

Bagi Israel, status quo mengacu pada perjanjian tahun 1967 yang dirumuskan oleh Moshe Dayan, mantan menteri pertahanan Israel.

Setelah Israel menduduki Yerusalem Timur, Dayan mengusulkan pengaturan baru berdasarkan perjanjian Ottoman.

Menurut status quo Israel tahun 1967, pemerintah Israel mengizinkan Wakaf Islam untuk mempertahankan kendali sehari-hari di wilayah tersebut, dan hanya umat Islam yang diizinkan untuk beribadah di sana.

Namun, polisi Israel mengontrol akses situs tersebut dan bertanggung jawab atas keamanan, dan non-Muslim diperbolehkan mengunjungi situs tersebut sebagai wisatawan.

Shmuel Berkovits, seorang pengacara dan pakar tempat-tempat suci di Israel, mengatakan status quo yang ditetapkan pada tahun 1967 tidak dilindungi oleh hukum Israel.

Kunjungan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada hari Minggu (21/5/2023). (Twitter/itamarbengvir)

Baca juga: Tata Cara Sholat Ghaib untuk Korban Konflik Israel Palestina, Lengkap dengan Bacaan Niat dan Doa

Faktanya, pada tahun 1967, Dayan menetapkan status quo tanpa kewenangan pemerintah, katanya.

Sejak tahun 1967, undang-undang, tindakan pengadilan, dan pernyataan pemerintah Israel menciptakan kerangka kerja untuk status quo ini.

Meskipun tidak ada hukum Israel yang melarang orang Yahudi untuk salat di Al-Aqsa, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa larangan tersebut dibenarkan untuk menjaga perdamaian, jelas Berkovits.

Bagi banyak orang Israel, hal ini pun dianggap “murah hati”, mengingat kemenangan mereka dalam perang tahun 1967.

Perubahan pada status quo

Antara tahun 1967 dan 2000, non-Muslim dapat membeli tiket dari Wakaf untuk mengunjungi Al-Aqsa sebagai wisatawan.

Namun, setelah Intifadhah (pemberontakan) kedua Palestina pecah pada tahun 2000, setelah kunjungan kontroversial mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon ke Al-Aqsa, Wakaf menutup situs tersebut untuk pengunjung.

Situs ini tetap ditutup untuk pengunjung hingga tahun 2003, ketika Israel memaksa Wakaf untuk menyetujui masuknya non-Muslim.

Sejak itu, pengunjung non-Muslim dibatasi oleh polisi Israel pada jam dan hari tertentu.

Menurut Hasson, Wakaf tidak mengakui pengunjung tersebut, dan menganggap mereka “penyusup”.

Pasukan keamanan Israel memindahkan jemaah Muslim Palestina yang duduk di halaman kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem, pada 5 April 2023 dini hari selama bulan suci Ramadhan. (AFP/AHMAD GHARABLI)

Baca juga: Israel Desak Sekjen PBB Mundur Imbas Komentar soal Hamas

Pada tahun 2015, perjanjian empat arah antara Israel, Palestina, Yordania dan Amerika Serikat menegaskan kembali status quo tahun 1967.

Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, pemimpin Israel Benjamin Netanyahu menegaskan kembali komitmen negaranya terhadap status quo.

Meskipun status quo versi tahun 1967 masih hanya sekedar basa-basi hingga saat ini, Zabarqa mengatakan: “Ini adalah upaya untuk menyesatkan opini publik internasional.”

Sejak tahun 2017, orang-orang Yahudi diam-diam diizinkan untuk beribadah di kompleks tersebut, menurut Eran Tzidkiyahu, dari Universitas Ibrani Yerusalem dan Forum Pemikiran Regional.

Namun tidak semua orang Yahudi melakukan pelanggaran ini.

Bahkan, sebelum memasuki kompleks Al-Aqsa, pengunjung melewati tanda peringatan bagi umat Yahudi bahwa Kepala Rabbi melarang mereka masuk karena kesucian situs tersebut.

Yang paling banyak mengunjungi masjid adalah kaum Zionis religius, yang saat ini diwakili oleh kelompok garis keras di pemerintahan Israel seperti Menteri Keamanan sayap kanan Itamar Ben-Gvir.

Mereka berdoa di lokasi tersebut dan memberikan tekanan untuk mengubah status quo, kata Hasson.

Tekanan ini membuahkan hasil.

Hasson mengatakan polisi Israel memberikan lebih banyak kebebasan kepada orang-orang Yahudi yang berdoa di kompleks Al-Aqsa sejak tahun 2017.

Pasukan keamanan Israel terlihat saat pengusiran jemaah dari kompleks masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem menyusul bentrokan dengan warga Palestina di Masjid Al-Aqsa pada 5 April 2023 (AFP/AHMAD GHARABLI)

Zabarqa menyesalkan bahwa kepolisian Israel telah berubah dari sebuah badan profesional yang menjaga supremasi hukum, menjadi badan yang memberikan perlindungan bagi orang-orang yang melanggar hukum.

Al-Aqsa Kebanggaan Palestina

Sementara itu, warga Palestina melihat perubahan status quo ini sebagai upaya untuk menjadikan kompleks tersebut milik Yahudi dan bentuk upaya mengusir umat Muslim dan Islam dari Al-Aqsa, kata Zabarqa.

Bagi mereka, Al-Aqsa adalah sudut kecil terakhir Palestina yang tidak berada di bawah pendudukan Israel secara penuh.

Hasson mengatakan warga Palestina merasa bangga dalam menentang pendudukan Israel atas situs tersebut.

Namun jika warga Palestina kehilangan Al-Aqsa, hal itu akan seolah-olah "semuanya hilang dan tidak ada yang tersisa."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini