TRIBUNNEWS.COM – Penggempuran membabi-buta oleh Zionis Israel ke wilayah Gaza terus merenggut korban tewas dari warga sipil.
Penyerangan yang tidak memandang bulu tersebut membuat anak-anak hingga orang tua turut menjadi korban.
Salah seorang warga Palestina di Gaza, Mohamed Abu Al-Qumsan, mengaku telah kehilangan sebanyak 19 orang keluarganya.
Baca juga: Benjamin Netanyahu Ogah Gencatan Senjata dengan Hamas, Pasukan Israel Kian Maju ke Kota Gaza
Keluarga terdekat yang tewas ayah dan dua saudara perempuannya, dalam serangan udara Israel di kamp pengungsi Jabalia.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, Al Jazeera mengecam apa yang disebutnya sebagai “pembantaian” dan “tindakan yang tidak dapat dimaafkan” oleh pasukan Israel.
“Al Jazeera dengan keras mengutuk pemboman Israel yang keji dan tanpa pandang bulu yang mengakibatkan terbunuhnya 19 anggota keluarga insinyur SNG kami yang berdedikasi, Mohamed Abu Al-Qumsan,” bunyi pernyataan itu.
“Tindakan tak termaafkan ini, selama pembantaian Jabalia, merenggut nyawa ayah Mohamed, dua saudara perempuan, delapan keponakan laki-laki dan perempuan, saudara laki-lakinya, istri saudara laki-lakinya, dan keempat anak mereka, saudara ipar perempuan, dan satu paman.”
Tragedi ini terjadi di tengah pemboman Israel yang tiada henti terhadap Jalur Gaza yang terkepung, di mana lebih dari 2,3 juta warga Palestina tidak punya banyak pilihan untuk mencari tempat berlindung yang aman.
Serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia, sebuah lingkungan padat penduduk di Gaza utara, menewaskan lebih dari 50 orang, menurut pihak berwenang Palestina.
Rekaman yang menunjukkan lokasi serangan menunjukkan petugas penyelamat dan sukarelawan menggunakan tangan kosong mereka untuk menggali puing-puing untuk mencoba menjangkau mereka yang terjebak di bawah bangunan yang runtuh.
Baca juga: Keluarga Jurnalis Dapat Telepon Ancaman Diduga dari Israel untuk Tinggalkan Kota Gaza
Serangan itu terjadi beberapa hari setelah istri, putra, putri dan cucu koresponden Al Jazeera Arab Gaza Wael Dahdouh tewas dalam serangan udara Israel.
“Apa yang terjadi sudah jelas. Ini adalah serangkaian serangan yang ditargetkan terhadap anak-anak, perempuan dan warga sipil,” kata Dahdouh setelah melihat jenazah anggota keluarganya di kamar mayat.
Awal pekan ini, keluarga koresponden Al Jazeera Youmna ElSayed menerima panggilan telepon dari seseorang yang menyatakan bahwa mereka adalah anggota militer Israel dan memperingatkan mereka untuk meninggalkan rumah dan pindah ke selatan.
Pihak berwenang Palestina mengatakan bahwa setidaknya 8.525 orang, termasuk lebih dari 3.500 anak-anak, telah terbunuh di Gaza sejak pertempuran dimulai pada tanggal 7 Oktober.
Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan bahwa setidaknya 31 wartawan telah terbunuh pada waktu itu, 26 di antaranya adalah wartawan. Palestina.
“Kami mendesak komunitas internasional untuk mengatasi ketidakadilan yang parah ini dengan segera memberikan keadilan bagi keluarga Mohamed Abu Al-Qumsan dan banyak warga sipil Gaza tak berdosa lainnya yang kehilangan orang yang mereka cintai,” demikian pernyataan Al Jazeera.
Tank Israel menyerang kota Gaza dari berbagai arah
Sejak Senin kemarin, pasukan lapis baja Israel menyerang Gaza dari dua arah dengan menargetkan jalan utama yang menghubungkan sebelah utara dan selatan, kata para saksi mata.
Militer Israel mengatakan pihaknya sudah menyerang lebih dari 600 sasaran militan selama beberapa hari terakhir, seiring dengan diperluasnya cakupan operasi darat.
Kelompok Islamic Jihad, yang berjuang bersama Hamas, mengatakan mereka sudah menggagalkan upaya serangan tank-tank dari Israel ke Gaza dari sebelah timur dan melawan mereka di sepanjang perbatasan dengan Israel di Gaza utara.
"Tugas kita hari ini adalah berjuang dan berjuang," kata kelompok kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan, sambil menambahkan kalau sekarang bukan waktunya untuk gencatan senjata.
Badan PBB mengatakan 64 staf-nya tewas
Philippe Lazzarini dari badan pengungsi Palestina di PBB (UNRWA), memperingatkan jika "gencatan senjata kemanusiaan yang segera kini menjadi pilihan antara hidup dan mati jutaan orang".
"Masa depan dan masa depan rakyat Palestina dan Israel bergantung pada hal ini," katanya.
Dalam pengarahan virtual, Philippe mengatakan khawatir akan meluasnya konflik dan mendesak 193 negara anggota PBB "untuk mengubah arah dari krisis saat ini."
Pusat penyimpanan dan distribusi bantuan tidak berfungsi
Empat pusat distribusi bantuan PBB dan fasilitas penyimpanan kebutuhan dasar di Gaza tidak dapat berfungsi, ketika orang-orang berbondong-bondong mencari makanan dan air, jelas UNWRA.
Tom White, direktur Urusan UNWRA di Gaza, mengatakan basis logistik di perbatasan Rafah menjadi penting sebagai tempat distribusi bantuan, meski semakin sulit dioperasikan karena ada 8.000 yang mengungsi di sana.
"Saat ini masyarakat berada dalam kondisi mencoba bertahan hidup. Yang terpenting adalah mendapatkan cukup tepung dan mendapatkan cukup air."
Empat orang tewas dalam serangan di Tepi Barat
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, empat warga Palestina di kota Jenin, Tepi Barat, tewas, Selasa pagi tadi.
Menurut kantor berita resmi Palestina Wafa, "lebih dari 100 kendaraan militer dan dua buldoser" menyerang kawasan tersebut.
Mereka juga melaporkan serangan terjadi di pusat pengungsian yang merupakan markas kelompok bersenjata Palestina dan sering menjadi sasaran serangan militer Israel.
Kelompok Hamas dan Jihad Islam mengatakan mereka juga memerangi pasukan Israel di kota Jenin, Tepi Barat yang dikuasai Israel.