TRIBUNNEWS.COM - Israel masih terus membombardir sejumlah fasilitas medis di wilayah Khan Younis, Gaza.
Kalangan petugas medis Rumah Sakit Medis Nasser di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan pun ketar-ketir dengan nasib para bayi yang dirawat di inkubator.
Di tengah blokade total oleh Israel, rumah sakit di seluruh wilayah Palestina memperingatkan bahwa persediaan bahan bakar hampir habis.
"Ada ketakutan dan kecemasan yang besar terhadap nyawa yang mungkin hilang," kata spesialis anak dan neonatal di Nasser, Asaad al-Nawajha kepada Al Jazeera.
"Kami terus meminta bantuan bahan bakar yang diperlukan untuk mengoperasikan generator rumah sakit dan menjamin keselamatan anak-anak, orang sakit, dan terluka di Gaza," ucapnya.
Saat ini, unit gawat darurat neonatal di rumah sakit ini menampung 10 anak.
Baca juga: Rumah Sakit Indonesia jadi Satu-satunya Rumah Sakit Operasional yang Tersisa di Gaza
Beberapa bayi yang dirawat, lahir empat minggu lebih awal dari tanggal perkiraan lahir.
Kementerian Kesehatan Gaza memperkirakan bahwa ada 130 bayi baru lahir saat ini bergantung pada inkubator di seluruh wilayah tersebut.
Satu di antaranya yakni Talia, yang lahir sehari sebelum Hamas meluncurkan 5.000 roket ke Israel.
"Dokter memberi tahu saya bahwa ada air di paru-parunya dan dia perlu diawasi," kata ibu Talia, Samar Awad yang masih berusia 25 tahun.
Sejak 7 Oktober 2023, Jalur Gaza dibombardir tanpa henti oleh Israel sebagai balasan serangan mendadak ke Tel Aviv.
Sedikitnya 1.400 orang Israel tewas, dan 8.700 warga Palestina di Gaza kehilangan nyawanya, termasuk lebih dari 3.000 anak-anak.
Baca juga: Rumah Sakit Indonesia di Palestina Terancam Padam Listrik Dalam Waktu Kurang Dari 48 Jam
Awad mengakui sangat khawatir bahwa generator yang dipakai untuk menjaga bayinya tetap hidup akan kehabisan bahan bakar.
"Saya khawatir rumah sakit akan kehabisan bahan bakar," katanya.
"Saya ingin perang ini berakhir, dan putri saya bisa berada di rumah bersama saudara laki-lakinya dan ayahnya, yang sangat merindukannya," serunya.
Sedikitnya, sepertiga rumah sakit di Gaza telah ditutup sejak dimulainya perang.
Lina Rabie, seorang ibu berusia 27 tahun dari Khan Younis yang sudah menantikan momongan selama bertahun-tahun, melahirkan putra pertamanya seminggu sebelum perang pecah.
"Dia lahir pada minggu pertama bulan kedelapan (masa kehamilan) dan dokter mengatakan kepada saya bahwa hidupnya dalam bahaya," kata Rabie kepada Al Jazeera.
Baca juga: 3 Artis Ini Bela Palestina, Syifa Hadju Rela Kehilangan Pekerjaan, Kartika Putri Dapat Ancaman
Marwan, yang namanya diambil dari nama kakek dari pihak ayah, kini ditempatkan di inkubator di Rumah Sakit Nasser.
"Setiap detik perang berlanjut, hati saya terbakar ketakutan terhadap anak saya dan semua anak," kata Rabie.
"Saya berharap perang akan berakhir dan putra saya pulih, lalu saya bisa memeluknya kapan pun saya mau," harapnya.
Puluhan Ribu Wanita Hamil Terjebak dalam Konflik Israel-Hamas
Sementara itu, Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi PBB, UNFPA memperkirakan 50.000 wanita hamil terjebak dalam konflik di Gaza.
Bahkan setiap hari tercatat ada 160 persalinan.
Sekitar 15 persen kelahiran diperkirakan mengakibatkan komplikasi.
"Para wanita ini perlu memiliki akses terhadap perawatan obstetrik darurat, dan hal ini menjadi lebih menantang dengan banyaknya kasus trauma dan sistem kesehatan yang kewalahan," kata Dominic Allen, perwakilan UNFPA untuk Negara Palestina, kepada Al Jazeera.
Baca juga: Ribuan Sembako Hingga Selimut Penuhi Halaman Kantor Baznas RI, Siap Dikirim ke Palestina
Sebagai bagian dari PBB, UNFPA menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera.
"Perlu ada ruang dan waktu untuk meringankan penderitaan manusia yang kita saksikan di Gaza," kata Allen.
"Bantuan dan perbekalan kemanusiaan harus diizinkan masuk," ucapnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)