Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru saja, kerja sama bersejarah diteken oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd J Austin III dan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.
Keduanya menandatangani Pengaturan Kerja Sama Pertahanan atau Defense Cooperation Arrangement (DCA).
Kerja sama pertahanan ini membuka peluang baru bagi kerja sama tingkat lanjut yang akan dijajaki antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Kedua menteri merayakan peningkatan hubungan bilateral yang baru saja diumumkan oleh Presiden Biden dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif serta membahas cara untuk memperluas peluang pelatihan, meningkatkan pertukaran pendidikan, dan meningkatkan kesadaran ranah maritim.
“Menteri Prabowo dan saya baru saja menandatangani Pengaturan Kerja Sama Pertahanan yang bersejarah di sela-sela ADMM-Plus di sini di Jakarta,” kata Menteri Austin, Jumat (16/11/2023).
Austin menyatakan, hubungan pertahanan antara Amerika Serikat dan Indonesia semakin dalam hal ini karena Kemitraan Strategis Komprehensif baru saja ditingkatkan.
"Penandatanganan ini merupakan kelanjutan dari latihan bersama terbesar yang pernah ada di Indonesia, Super Garuda Shield pada bulan September. Dalam latihan itu, terdapat 7 negara peserta dengan 11 negara pengamat," terang dia.
Saat berada di Indonesia, Menhan Austin menghadiri Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM)-Plus yang ke-10, satu tahun setelah Amerika Serikat meningkatkan hubungannya dengan ASEAN ke tingkat Kemitraan Strategis Komprehensif.
Baca juga: Makan Malam Bareng Pengusaha AS, Xi Jinping Isyaratkan Akan Kirim Panda Baru untuk Joe Biden
Menhan Austin menegaskan, komitmen AS terhadap sentralitas ASEAN sebagai pilar utama dalam upaya Amerika Serikat untuk menjaga kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, dan menguraikan bagaimana kerja sama keamanan AS dengan para mitranya di ASEAN berkontribusi terhadap kawasan yang lebih stabil dan sejahtera.
Ia juga membahas dukungan AS terhadap visi regional bersama dan memaparkan tantangan terhadap visi tersebut, termasuk aktivitas koersif RRC di Laut China Selatan, krisis yang sedang berlangsung di Myanmar, aktivitas proliferasi Korea Utara yang mengganggu stabilitas, serta konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan Timur Tengah.