TRIBUNNEWS.COM - Israel dan Hamas telah menyepakati gencatan senjata sementara dan pertukaran tahanan.
50 sandera Israel akan ditukar dengan setidaknya 150 warga Palestina di penjara Israel, Middle East Eye melaporkan.
Warga Palestina yang akan dibebaskan sebagian besar terdiri dari wanita dan anak-anak.
Sebelumnya, Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese menyerukan perlindungan anak-anak dalam tahanan Israel.
Dalam sebuah laporan kepada Majelis Umum PBB, Albanese mengatakan bahwa penderitaan anak-anak Palestina telah berlipat ganda sebagai akibat dari agresi Israel yang sedang berlangsung di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.
Di tengah banyaknya anak-anak Palestina yang ditahan oleh Israel, berikut 3 hal yang perlu diketahui.
Baca juga: Tahanan Palestina Tewas di Penjara Israel, Kematian Keenam Sejak Operasi Badai Al-Aqsa Dimulai
1. Ratusan anak ditahan
Menurut angka dari Layanan Penjara Israel (IPS), pada September 2023, 146 anak-anak Palestina yang masih di bawah umur ditahan dengan alasan keamanan.
Namun, kelompok hak asasi manusia Israel B’tselem menyatakan bahwa perhitungan IPS itu, tidak mencakup mereka yang ditahan secara sewenang-wenang di fasilitas militer.
Defense for Children International-Palestine (DCIP) memperkirakan, rata-rata 500-700 anak ditahan oleh pasukan pendudukan Israel setiap tahunnya.
Sekitar 13.000 orang telah ditahan secara sewenang-wenang sejak tahun 2000.
Mereka diinterogasi dan diadili di pengadilan militer.
Ribuan orang juga ditahan sebelum tahun tersebut, termasuk selama Intifada Pertama (1987-1993).
2. Mengalami kekerasan
Sebuah laporan pada tahun 2013 oleh Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unicef) menyimpulkan, bahwa penganiayaan terhadap tahanan anak-anak Palestina di penjara militer Israel terjadi secara meluas dan sistematis.
Penelitian yang dilakukan oleh Save the Children yang diterbitkan pada bulan Juli lalu menemukan bahwa anak-anak Palestina di bawah umur yang ditahan Israel mengalami pelecehan fisik, emosional dan seksual.
Baca juga: Reaksi Dunia soal Gencatan Senjata Sementara Israel-Hamas hingga 7 Poin yang Disepakati
Sekitar 86 persen mengatakan mereka dipukuli, 69 persen digeledah dan hampir separuh dari mereka terluka saat ditangkap, beberapa di antaranya mengalami luka tembak dan patah tulang.
Menurut penelitian DCIP, berdasarkan kesaksian dari 766 anak yang ditahan oleh tentara Israel antara 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2022, 59 persen ditangkap pada malam hari.
97 persen dari mereka melaporkan tangan mereka terikat, dan 86 persen ditutup matanya.
Anak-anak dilaporkan diinterogasi di lokasi yang tidak diketahui tanpa kehadiran orang tua atau pengacara, dan sering kali tidak diberi makanan dan air.
Anak-anak itu sering memberikan pengakuan sambil mengalami pelecehan verbal, ancaman, kekerasan fisik dan psikologis.
3. Diadili di pengadilan militer
Israel adalah satu-satunya negara yang secara sistematis mengadili anak di bawah umur di pengadilan militer.
Diperkirakan sebanyak 500-700 anak, beberapa di antaranya berusia 12 tahun, diadili di pengadilan militer setiap tahunnya.
Tuduhan yang paling umum adalah pelemparan batu, yang berujung hukuman penjara 20 tahun.
DCIP juga mendokumentasikan seringnya penahanan anak di sel isolasi.
Baca juga: Tentara Israel Mengaku Stres Hadapi Hujatan Netizen Indonesia: Mereka Neror Sosmed Kami Siang-Malam
Pada tahun 1991, Israel meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak (CRC) yang menyatakan, bahwa penahanan anak hanya boleh dilakukan sebagai upaya terakhir.
Namun serangkaian perubahan kebijakan telah menciptakan celah yang memungkinkan pemerintah Israel untuk menghukum anak-anak.
Pada bulan Agustus 2016, Israel mengubah undang-undang yang menyatakan, bahwa anak-anak di bawah usia 14 tahun tidak dapat diadili secara pidana.
Israel mengubah UU itu karena sengaja ingin menuntut Ahmed Manasra, yang berusia 13 tahun pada saat penangkapannya, dengan tuduhan percobaan pembunuhan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)