News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Kata Analisis soal Alasan Israel Targetkan RS di Palestina: Perang Psikologis hingga Lampu Hijau AS

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potongan gambar dari video CCTV yang dirilis oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menunjukkan pejuang Hamas membawa sandera ke Rumah Sakit Al-Shifa pada 7 Oktober. - Para analis mengatakan menargetkan rumah sakit adalah perang psikologis yang bisa dilakukan Israel jika mendapat persetujuan diam-diam dari AS.

TRIBUNNEWS.COM - Tank-tank Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengepung rumah sakit di Palestina.

Para dokter dan staf medis pun diimbau untuk mengamankan diri, dengan atau tanpa pasien yang membutuhkan mereka.

Serangan artileri membombardir fasilitas medis meski ribuan orang berlindung di dalamnya.

Senin (20/11/2023), IDF menyerbu Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia, Gaza.

Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan IDF di Rumah Sakit Indonesia.

Baca juga: Bombardir Sekolah-Rumah Sakit, Taktik Perang Apa yang Dijalankan Israel? Mau Potong Satu Generasi?

RS Indonesia hanya salah satu fasilitas medis yang menghadapi amukan tentara Israel.

46 hari perang di Gaza, rumah sakit, kamp pengungsi, sekolah, tempat ibadah tidak luput dari serangan Israel.

Ada setidaknya 21 dari 35 rumah sakit di Gaza sekarang tidak berfungsi sama sekali.

Banyak juga fasilitas medis yang rusak bahkan kekurangan obat-obatan dan pasokan penting.

IDF Serbu Rumah Sakit al-Shifa

Di hari Minggu (19/11/2023) kemarin, 31 bayi prematur dievakuasi dari Rumah Sakit al-Shifa ke Rafah di selatan Jalur Gaza.

Bayi-bayi itu sudah berminggu-minggu diberi susu formula yang dicampur dengan air yang terkontaminasi, tanpa inkubator yang mati karena kekurangan bahan bakar akibat pengepungan Israel.

Setidaknya delapan bayi telah meninggal.

Baca juga: Rudal Israel Hantam Lantai Dua Rumah Sakit Indonesia di Gaza, 12 Orang Tewas

Seorang petugas medis Palestina merawat bayi prematur, dievakuasi dari rumah sakit Al Shifa Kota Gaza, sebelum pemindahan mereka dari rumah sakit di Rafah di Jalur Gaza selatan ke Mesir, pada 20 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas. Dua puluh sembilan bayi prematur tiba di Mesir pada 20 November, kata media Mesir, setelah mereka dievakuasi dari rumah sakit terbesar di Gaza yang menjadi titik fokus perang Israel dengan Hamas. (KATA KHATIB/AFP)

Pasukan Israel sebenarnya telah menduduki al-Shifa sejak pekan lalu, setelah membombardir beberapa bagian rumah sakit.

Seperti rumah sakit lainnya di Gaza, al-Shifa menjadi tempat berlindung bagi ribuan warga sipil yang kehilangan tempat tinggal akibat pemboman Israel, selain pasien dan petugas medis.

IDF Serbu Rumah Sakit Ibnu Sina

Pada hari Jumat (17/11/2023), militer Israel memperluas pendekatannya di Gaza hingga Tepi Barat yang diduduki, di mana kendaraan lapis baja mengepung setidaknya empat rumah sakit .

Rumah Sakit Ibnu Sina, salah satu yang terbesar di Tepi Barat, juga digerebek tentara Israel.

Dan pada awal November, pasukan Israel menangkap beberapa pasien dan petugas mereka dari sebuah rumah sakit di Yerusalem Timur.

Baca juga: 200 Pasien Dievakuasi dari Rumah Sakit Indonesia di Tengah Kepungan Tank Israel

Gambar selebaran yang dirilis oleh tentara Israel pada 15 November 2023 ini menunjukkan tentara selama operasi militer di sekitar rumah sakit Al-Shifa di Kota Gaza, di tengah berlanjutnya pertempuran antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. Pasukan Israel menggerebek rumah sakit terbesar di Gaza pada tanggal 15 November, menargetkan apa yang mereka katakan sebagai pusat komando Hamas di terowongan di bawah ribuan pasien dan warga sipil yang mencari perlindungan dari pertempuran sengit. (Pasukan Pertahanan Israel / AFP)

Alasan Israel Targetkan Rumah Sakit di Palestina

Yang jadi pertanyaan, apa alasan Israel menargetkan rumah sakit di Palestina?

Mengingat, dengan menyerang fasilitas medis, dengan cepat menimbulkan kritik signifikan dari organisasi hak asasi manusia.

Tak sedikit yang menyuarakan bahwa Israel melakukan kejahatan perang.

Secara resmi, Israel terus bersikeras bahwa alasan mereka menargetkan fasilitas karena menampung pejuang atau infrastruktur Hamas.

Misalnya, Israel mengklaim Hamas menggunakan al-Shifa sebagai pusat komando.

Namun Hamas membantah klaim tersebut.

Dan beberapa hari setelah mengambil alih fasilitas tersebut, Israel tidak mampu memberikan bukti kuat untuk mendukung pernyataannya.

Baca juga: Daftar WNI Hilang Kontak, Israel Tembaki Siapapun yang Coba Pergi dari Rumah Sakit Indonesia di Gaza

Gambar satelit handout yang dirilis Maxar Technologies pada 12 November 2023 menunjukkan kerusakan di sekitar Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia di Jalur Gaza. Lebih dari 10.000 orang telah tewas dalam pemboman Israel yang tiada henti di Jalur Gaza, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, sejak perang meletus setelah militan Palestina menyerbu Israel selatan pada tanggal 7 Oktober dan menewaskan sedikitnya 1.200 orang, menurut angka resmi Israel. (Citra satelit ©2023 Maxar Technologies / AFP)

Alasan sebenarnya Israel menargetkan rumah sakit berbeda-beda, berikut ini kata analisis:

1. Perang psikologis

Menurut Omar Rahman, peneliti di Dewan Urusan Global Timur Tengah yang berbasis di Doha, ini adalah bentuk perang psikologis.

"Serangan terhadap rumah sakit menunjukkan kepada masyarakat bahwa tidak ada tempat yang aman bagi (warga Palestina)," kata Rahman kepada Al Jazeera.

Ia seraya menambahkan bahwa Israel bertindak dengan "impunitas total".

2. Buat tidak aman untuk padamkan segala bentuk perlawanan

Sementara, analis senior Palestina di International Crisis Group, Tahani Mustafa mengatakan tindakan yang membuat warga Palestina merasa tidak aman di setiap fasilitas di Jalur Gaza.

Baca juga: Ratusan Pengungsi dan Pasien Masih Terjebak di Rumah Sakit Indonesia yang Dikepung Tank Israel

Kebakaran di dekat Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza utara, setelah Israel mengintensifkan tembakkan ke fasilitas kesehatan itu pada Minggu (19/11/2023). Seorang dokter terluka karena pecahan peluru dari artileri Israel di halaman Rumah Sakit Indonesia. (X)

Niatnya adalah untuk memadamkan segala bentuk perlawanan.

"Ini adalah bagian dari pola pelecehan yang sudah berlangsung lama terhadap staf dan layanan medis, di mana Israel menunjukkan kepada warga Palestina bahwa tidak ada seorang pun dan tidak ada ruang yang aman," kata Mustafa kepada Al Jazeera.

"Ini adalah upaya sistematis untuk mengintimidasi penduduk lokal dan melemahkan keinginan mereka untuk melawan,"; tambahnya.

Sepanjang perang, Israel telah menargetkan sejumlah ambulans dan fasilitas medis di Tepi Barat dan Gaza.

IDF mengklaim bahwa pejuang Palestina menggunakannya untuk bergerak dan berlindung, tanpa memberikan bukti atas klaim tersebut, kata analis tersebut.

3. Lampu hijau dari Amerika

Wakil Presiden Eksekutif di Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berkantor pusat di Washington, Trita Parsi menambahkan komentarnya.

Warga Palestina berdiri di luar Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia di Jalur Gaza utara pada 13 Januari 2016. (MOHAMMED ABED / AFP)

Baca juga: Pertempuran Sengit Pecah di Gaza Pasca Evakuasi 31 Bayi Prematur dari Rumah Sakit Al-Shifa

Menurutnya, Israel menyerang bangunan-bangunan sipil karena mereka mendapat 'lampu hijau'.

"Satu-satunya pengawasan dan batasan yang penting adalah yang datang dari Amerika Serikat," kata Parsi kepada Al Jazeera.

"Perhitungan Israel adalah bahwa protes internasional tidak menjadi masalah selama Amerika Serikat menolak membatasi tindakan Israel," tambahnya.

Menurut Parsi, karena tidak ada tekanan dari AS, Israel mengambil kesempatan untuk melakukan hal yang selama ini ingin dilakukan.

Namun, seiring dengan berlanjutnya perang, AS mungkin terpaksa mendesak sekutunya untuk mengurangi keganasan serangannya.

"Kedudukan dan kredibilitas AS di dunia anjlok akibat lampu hijau bagi tindakan Israel semacam ini," kata Parsi.

"Mungkin saja hal ini tidak akan berlanjut lebih lama lagi, karena kerugian yang ditimbulkan oleh hal ini terhadap Amerika Serikat tidak dapat ditoleransi."

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini