TRIBUNNEWS.COM -- Pakta Atlantik Utara (NATO) bersiap-siap untuk melakukan peperangan dengan Rusia.
Bahkan perkumpulan militer negara-negara Barat tersebut didesak untuk membentuk zona “militer Schengen”.
Dengan zona militer ini diharapkan pergerakan cepat pasukan, peralatan, dan amunisi jika terjadi perang dengan Rusia.
Baca juga: Dibom Militer Ukraina Saat Kumpul Nonton Konser, 20 Marinir Rusia dan Sang Artis Tewas di Aula Dansa
'Zona militer Schengen' diarahkan beranggota negara-negara Uni Eropa.
Kepala logistik NATO di Eropa Letnan Jenderal Alexander Sollfrank menyatakan zona tersebut harus dibentuk secepatnya. “Kita kehabisan waktu,” katanuya dikutip reuters pada Kamis (22/11/2023).
“Apa yang tidak kita selesaikan di masa damai tidak akan siap jika terjadi krisis atau perang.”
Sollfrank bertanggung jawab atas Komando Dukungan dan Pengaktifan Gabungan (JSEC) NATO, sebuah fasilitas di kota Ulm, Jerman, yang mengoordinasikan pergerakan personel dan material blok tersebut di seluruh benua.
Meskipun JSEC didirikan pada tahun 2021 untuk menyederhanakan persiapan menghadapi potensi perang dengan Rusia, pekerjaannya masih terhambat oleh peraturan tingkat nasional, jelas Sollfrank.
Memindahkan amunisi melintasi perbatasan Eropa seringkali memerlukan izin khusus, sementara pengangkutan pasukan atau peralatan dalam jumlah besar memerlukan pemberitahuan terlebih dahulu, tambahnya.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-638: Jerman Desak Moskow, Putin Sebut Kyiv Hindari Negosiasi
Sollfrank menyarankan negara-negara Eropa harus membentuk zona “Schengen militer” untuk mengatasi masalah ini, mengacu pada perjanjian yang memungkinkan perjalanan gratis antara sebagian besar negara UE.
Sollfrank bukanlah pejabat militer pertama yang menyoroti masalah logistik dan birokrasi blok tersebut di Eropa.
“Kami tidak memiliki kapasitas transportasi atau infrastruktur yang cukup yang memungkinkan pergerakan cepat pasukan NATO di seluruh Eropa,” Ben Hodges, yang memimpin Angkatan Darat AS di Eropa hingga tahun 2017, mengatakan kepada Reuters tahun lalu.
Setiap negara mempunyai ukuran jalur kereta yang berbeda, kata Hodges, seraya menambahkan bahwa operator kereta api Jerman Deutsche Bahn hanya memiliki kapasitas untuk memindahkan satu setengah brigade lapis baja – sekitar 4.000 tentara, 90 tank, dan 150 kendaraan lapis baja.
Bergerak melalui jalan darat menghadirkan kendala yang berbeda, Reuters melaporkan, mencatat bahwa sekelompok tank Prancis yang menuju Jerman ke Rumania untuk latihan tahun lalu dihentikan karena bobotnya melebihi peraturan lalu lintas jalan raya Jerman.