TRIBUNNEWS.COM - Sandera Israel yang dibebaskan kelompok militan Hamas mengaku telah melalui cobaan berat selama di tahanan.
Dikutip dari Al Jazeera, sebagian sandera yang dibebaskan selama gencatan senjata telah dilarikan ke rumah sakit.
Sekembalinya sandera wanita dan anak-anak dari penawanan di Gaza, mereka bercerita tentang pemukulan, ancaman, dan harus pindah dari satu tempat ke tempat lainnya selama perang Israel-Hamas sejak Sabtu (7/10/2023).
Pertukaran sandera dimulai pada Jumat (24/11/2023), sebagai imbalan pembebasan sandera, Israel meminta agar para tawanan yang dibebaskan untuk tidak diekspos media.
Baca juga: Qatar Konfirmasi Gencatan Senjata Antara Israel-Hamas di Gaza Kembali Diperpanjang hingga Jumat
Berdasarkan penuturan keluarga para sandera, para tawanan bersaksi bahwa mereka dipaksa untuk bicara dengan berbisik-bisik selama berminggu-minggu saat ditahan.
Meski begitu, cerita-cerita para sandera Israel pun terdengar dari telinga ke telinga anggota keluarga mengenai cobaan berat yang mereka alami selama disandera.
Termasuk cerita yang dibagikan oleh Deborah Cohen kepada BFM TV Prancis.
Ia mendengar dari keponakannya, Eltan Yahalomi, yang berusia 12 tahun, bahwa bocah itu dipukuli setibanya di Gaza.
Yahalomi menyebut para penculiknya memaksanya menonton rekaman tindak kekerasan Hamas.
"Setiap kali ada anak menangis di sana, mereka diancam dengan senjata agar mereka diam," kata Cohen.
"Begitu mereka sampai di Gaza, semua warga sipil, semua orang memukuli mereka. Kita berbicara tentang seorang anak, berusia 12 tahun," lanjutnya.
Di sisi lain, dari cerita yang beredar, kelompok Hamas menjamin kehidupan dan kesejahteraan para sandera.
Kepingan puzzle terkait bagaimana kondisi sandera Israel yang telah dibebaskan perlahan terkumpul.
Para profesional medis hingga kerabat para sandera yang dibebaskan mulai buka suara.
Kepala Tim Medis di Shamir Medical Center, Ronit Zaidenstein mengatakan para sandera diberi makanan yang sangat tidak bergizi di tahanan.
"Orang-orang yang datang kepada kami, kehilangan banyak berat badannya dalam waktu singkat, sekitar 10 persen atau lebih," urainya.
Seorang dokter di Wolfson Medical Center, Margarita Mashavi yang diwawancara secara offline juga mengatakan orang-orang yang ia ajak bicara menggambarkan mereka ditempatkan di lantai bawah tanah.
"Mereka (Hamas) tidak memberi mereka penerangan," katanya seperti dikutip dari situs berita Ynet, Senin (27/11/2023).
Baca juga: Gencatan Senjata Hari ke-6: Hamas Bebaskan 16 Sandera, Ditukar 30 Tahanan Palestina
Lalu, ada keluarga dari dua anak perempuan yang juga dibebaskan Hamas, mengaku kesulitan berkomunikasi dengan anak-anak itu karena mereka hanya berbicara dengan berbisik.
"Saya harus mendekatkan telinga saya ke mulutnya untuk mendengar," kata ayah dari Emily Hand (9), Thomas Hand.
Sementara, Yair Rotem, mengatakan keponakannya yang berusia 13 tahun, Hila Rotem Shoshani, juga ditahan bersama Emily Hand.
Tak berbeda jauh dengan Emily, keluarga mengatakan bahwa Soshani juga berbicara dengan berbisik, dilansir Channel 12 Israel.
Tulis surat untuk Hamas
Seorang ibu Israel, Daniel Aloni, menulis surat ucapan terima kasih kepada Brigade Qassam bersenjata Hamas sebelum dia dibebaskan bersama putrinya, Emilia.
Baca juga: Eyes Never Lie, Tatapan Penuh Cinta Maya Si Sandera Israel ke Tentara Hamas, Stockholm Syndrome?
Kisah mereka menjadi viral di media Arab.
Daniel menulis ucapan terima kasih kepada Hamas karena telah memberikan permen dan buah kepada Emilia serta memperlakukan putrinya seperti seorang ratu.
"Saya akan selamanya bersyukur dia tidak meninggalkan tempat ini dengan trauma," tulisnya.
"Kalau saja di dunia ini kita benar-benar bisa menjadi teman baik," lanjut dia.
Inilah isi lengkap surat tersebut:
"Kepada para jenderal yang telah mendampingi saya dalam beberapa minggu terakhir, sepertinya kita akan berpisah besok, namun saya berterima kasih dari lubuk hati yang terdalam atas rasa kemanusiaan luar biasa yang ditunjukkan terhadap putri saya, Emilia.
"Kamu sudah seperti orang tua baginya, mengundangnya ke kamarmu kapan pun dia mau. Dia mengakui perasaan bahwa Anda semua adalah temannya, bukan hanya teman, tapi benar-benar dicintai dan baik.
"Terima kasih, terima kasih, terima kasih atas waktu yang Anda habiskan sebagai pengasuh. Terima kasih telah bersabar padanya dan menghujaninya dengan permen, buah-buahan, dan segala sesuatu yang tersedia meskipun sebenarnya tidak ada.
"Anak-anak tidak boleh ditawan, namun terima kasih kepada Anda dan orang-orang baik lainnya yang kami temui selama ini, putri saya merasa seperti seorang ratu di Gaza… Secara umum, dia mengakui bahwa dia merasa seperti pusat dunia. Dia belum pernah bertemu siapa pun dalam perjalanan panjang kami, mulai dari pangkat hingga pimpinan, yang tidak memperlakukannya dengan kelembutan, kasih sayang, dan cinta.
"Saya akan selamanya menjadi tawanan dari rasa syukur, karena dia tidak meninggalkan trauma psikologis yang panjang. Saya akan mengingat perilaku baik Anda, yang diberikan di sini meskipun Anda menghadapi situasi sulit dan kerugian besar yang Anda derita di sini di Gaza.
"Saya berharap di dunia ini kita benar-benar bisa menjadi teman baik.
"Saya berharap Anda semua sehat dan sejahtera… Kesehatan dan cinta untuk Anda dan anak-anak keluarga Anda. Terimakasih banyak.
Danielle dan Emilia"
Baca juga: Bos NATO Lobi Israel–Hamas Perpanjang Gencatan Senjata: Kami Ingin Selamatkan Banyak Sandera
Surat tersebut pertama kali bagikan oleh media militer Al-Qassam.
Dan telah beredar luas di media Arab dan Timur Tengah, antara lain Kantor Berita Anadolu dan Al-Jazeera.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)