News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Ilmuwan Top Palestina dan Keluarganya Tewas akibat Serangan Israel di Gaza, Ini Sosoknya

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilmuwan top Palestina, Sufyan Tayeh, dan keluarganya tewas akibat serangan udara Israel. Tewasnya Tayeh diumumkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi Palestina, Sabtu (2/12/2023).

TRIBUNNEWS.com - Seorang ilmuwan top Palestina, Sufyan Tayeh, tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan kota al-Faluja, 30 km timur laut dari Kota Gaza, Sabtu (2/12/2023).

Tak hanya Tayeh, keluarga sang ilmuwan juga tewas dalam serangan tersebut.

Dikutip dari Al Arabiya, kematian Tayeh dan keluarganya diumumkan langsung oleh Kementerian Pendidikan Tinggi Palestina.

Diketahui, korban tewas akibat serangan Israel di Gaza telah melonjak menjadi 15.207 jiwa sejak pecahnya konflik pada 7 Oktober 2023.

Serangan Israel masih berlanjut setelah gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas berakhir.

Baca juga: Arnold Schwarzenegger Temui Keluarga Sandera asal Israel, Deklarasikan Teman Baik Warga Yahudi

Pada Jumat (1/12/2023) pagi, Israel kembali mengebom Jalur Gaza, setelah menyatakan berakhirnya gencatan senjata selama seminggu.

Dilansir Anadolu Agency, setidaknya 193 warga Palestina telah tewas dan 652 lainnya luka-luka dalam serangan tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Lantas, siapakah sosok Sufyan Tayeh?

Dilansir The Sun, Tayeh lahir di Gaza utara pada 1971.

Tayeh saat ini menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Gaza.

Ia merupakan profesor fisika terkemuka.

Tayeh juga dikenal sebagai peneliti terkemuka di bidang fisika dan matematika terapan, menurut Reuters.

Pada 2021, Tayeh termasuk salah satu dari dua persen peneliti terbaik di dunia.

Penelitian Tayeh telah diakui secara internasional, termasuk Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Tayeh bukanlah akademisi pertama yang menjadi korban dalam serangan Israel.

Meski demikian, kematiannya telah mengejutkan kejutan bagi komunitas akademis di seluruh wilayah.

Menurut laporan Human Rights Watch, lebih dari 183 akademisi Palestina dibunuh oleh Israel sejak 7 Oktober 2023.

IDF: Kami Sudah Serang 400 Anggota Hamas

Foto pasukan pertahanan Israel yang diambil dari akun X IDF (Twitter/X/IDF)

Baca juga: Israel Serang Sebuah Rumah di Gaza Selatan, Tewaskan 7 Orang

Pada Sabtu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim pihaknya telah menyerang lebih dari 400 anggota Hamas yang jadi target mereka.

Serangan itu dilancarkan Israel sejak gencatan senjata berakhir pada Jumat.

Pesawat-pesawat tempur Israel menghantam "lebih dari 50 sasaran dalam serangan ekstensif di wilayah Khan Younis" di selatan Gaza, ujar IDF.

Secara terpisah, anggota brigade lapis baja Israel "membasmi pasukan Hamas dan mengarahkan tembakan ke anggota Hamas yang berada di utara Jalur Gaza," sambung IDF.

Sementara itu, lebih dari 30 orang tewas saat serangan udara Israel meningkat di Gaza selatan.

"Sampai tadi malam, serangan udara yang sedang berlangsung telah merusak sebagian besar sisi timur Khan Younis dan penduduk diperintahkan dengan nada mengancam untuk mengungsi ke sisi barat kota atau ke Kota Rafah," kata Hani Mahmoud dari AlJazeera.

“Tetapi ketika orang-orang mulai melarikan diri dari Rafah, mereka dibombardir, membenarkan fakta bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza.”

Ratusan warga masih terdampar di wilayah Khan Younis yang menjadi sasaran karena jalan utama menuju bagian lain kota atau lebih jauh ke selatan telah hancur atau rusak berat, tambahnya.

Di utara, petugas penyelamat mengeluarkan setidaknya 10 jenazah dari bawah reruntuhan setelah serangan Israel menghancurkan 50 rumah.

Gencatan senjata yang berakhir pada Jumat, telah memungkinkan peningkatan bantuan ke Gaza melalui titik persimpangan Rafah dengan Mesir.

Tetapi, Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan Israel telah mengatakan kepada LSM, “masuknya truk bantuan telah ditangguhkan hingga pemberitahuan lebih lanjut.”

Kedua belah pihak saling menyalahkan atas gagalnya gencatan senjata, yang memungkinkan pembebasan 80 sandera Israel dengan imbalan 240 tahanan Palestina.

Dalam serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober, pejuang Hamas menerobos perbatasan militer Gaza ke Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 240 warga Israel dan orang asing, menurut pihak berwenang Israel.

Baca juga: Negosiasi Gagal, Israel Tarik Pelobi dari Qatar, Serangan ke Gaza Berlanjut

Israel berjanji untuk melenyapkan Hamas sebagai tanggapannya dan melancarkan kampanye udara dan darat yang telah menewaskan lebih dari 15.000 orang, sebagian besar adalah warga sipil, kata otoritas Hamas yang menguasai Gaza.

Kamala Harris Desak Israel Lindungi Warga Sipil di Gaza

Wakil presiden AS Kamala Harris meminta Israel untuk melindungi warga sipil di Gaza pasca berakhirnya gencatan senjata Israel-Hamas. (USA Today)

Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Kamala Harris, telah meminta Israel untuk melindungi warga sipil di Gaza saat korban jiwa terus berjatuhan.

Harris juga mengatakan, Israel tetap memiliki hak yang sah untuk melakukan operasi militer terhadap Hamas.

“Ketika Israel mengejar tujuan militernya di Gaza, kami yakin Israel harus berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah,” kata Harris dalam sebuah konferensi pers di sela-sela KTT COP28.

Dalam pesan lain yang ditujukan kepada Israel, Harris mengatakan AS tidak akan mengizinkan relokasi paksa warga Palestina dari Gaza atau Tepi Barat, pengepungan Gaza, atau penataan ulang perbatasan Gaza.

“Komunitas internasional harus mendedikasikan sumber daya yang signifikan untuk mendukung pemulihan jangka pendek dan jangka panjang di Gaza."

"Sisalnya, membangun kembali rumah sakit dan perumahan, memulihkan listrik dan air bersih, serta memastikan toko roti dapat dibuka kembali dan diisi kembali,” ujarnya.

Peran Harris dalam pemerintahan semakin mendapat sorotan ketika presiden Joe Biden kembali mencalonkan diri untuk masa jabatan empat tahun kedua.

Dia ditugaskan membantu menyelesaikan serangkaian tantangan besar, mulai dari migrasi hingga aborsi dan hak memilih di dalam negeri.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini