"Kakiku terluka dan aku ingin berobat. Aku ingin pergi (keluar Gaza) agar bisa mendapatkan pengobatan yang tepat dan bisa berjalan kembali," kata dia.
Diketahui, Retal mengalami luka parah di kaki setelah Israel menyerang wilayah tempat tinggalnya di Kota Beit Lahiya, Gaza.
Retal adalah salah satu dari 8.663 anak-anak Gaza yang terluka akibat serangan Israel.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, per Kamis (7/12/2023), ada 46 ribu warga Gaza yang terluka karena serangan Israel sejak eskalasi militer meningkat pada 7 Oktober, dimana 8.663 di antaranya adalah anak-anak.
Baca juga: Alasan Sekjen PBB Antonio Guterres Terapkan Pasal 99 Terkait Perang Israel-Hamas
Sementara itu, 7.600 orang lainnya dilaporkan masih menghilang.
Dikutip dari Al Arabiya, korban tewas akibat serangan Israel di Gaza telah menembus angka 17.177 jiwa, dengan korban paling banyak adalah anak-anak, yaitu 7.112.
Tidak Ada Tempat Aman di Gaza
Terpisah, keluarga Abu Shahla di pusat Kota Gaza, terpaksa meninggalkan rumah mereka ketika Israel terus melancarkan operasi darat di wilayah tersebut.
Amal (24) mengaku pengalamannya ini mengingatkan dirinya soal Nakba pada 1948, dimana saat itu 750.000 warga Palestina dipaksa untuk mengungsi dari tanah air mereka.
"Kakek nenek saya terpaksa meninggalkan rumah dan harta benda mereka pada 1948."
"Dan saat ini, kami juga hidup dengan pengalaman pengungsian paksa," katanya kepada AlJazeera.
Meski telah meninggalkan pusat kota, Amal dan keluarganya tidak akan pergi ke selatan atau ke manapun.
Menurutnya, tidak ada tempat yang aman di seluruh Gaza, mengingat Israel juga membom Kota Rafah di selatan dan tank-tank membombardir Khan Younis, yang juga terletak di selatan.
Kakek Amal, Abu Rushdi, menuturkan apapun yang terjadi di Gaza menjadi alasan yang cukup untuk "tetap teguh di tanah kami."
"Kami bisa membangun rumah lagi, di manapun itu. Tapi, kami hanya punya satu tanah, dan itu adalah Palestina," kata dia.