Membanjiri Gaza Pakai Air Laut, Bukti Terbaru Perintah 'Take No Prisoners' Israel, Rusia: Kejahatan Perang!
TRIBUNNEWS.COM - Wakil perwakilan tetap pertama Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, menyoroti langkah tentara Israel yang dilaporkan membanjiri Gaza menggunakan air laut guna menenggelamkan infrastruktur Hamas.
Polyansky menyebut, langkah militer Israel itu mengindikasikan kalau IDF memang memiliki perintah 'take no prisoners', protokol yang tidak memedulikan sandera Israel yang berada di tangan Hamas.
Selama ini, IDF memang santer dilaporkan memiliki Hannibal Directive, sebuah protokol militer yang 'menumbalkan' teman sendiri demi kehancuran musuh.
Baca juga: Hannibal Directive, Protokol dan Metode Tentara Israel Tumbalkan Warganya Sendiri Demi Tumpas Hamas
"Jika Israel benar-benar melakukan aksi membanjiri terowongan Hamas di bawah Gaza dengan air laut, ini jelas merupakan kekejaman," kata Polyansky pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, Jumat (8/12/2023).
Pada pertemuan itu, Tiongkok, Rusia dan Uni Emirat Arab menyerukan sesi darurat, mengingat situasi yang memburuk di wilayah kantong Palestina setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melanjutkan operasi militer pada awal Desember.
“Dalam beberapa hari terakhir, informasi mengejutkan telah menyebar tentang rencana Israel untuk membanjiri bangunan bawah tanah di Jalur Gaza dengan air laut,” kata Polyansky kepada dewan tersebut.
“Menurut informasi yang tersedia untuk umum, IDF telah membangun sistem pipa dan pompa yang dirancang untuk memompa air laut, dan saat ini sedang mendiskusikan dengan Amerika Serikat kemungkinan praktis terjadinya banjir (Gaza): apakah akan ada cukup air? akankah 'topografi' terowongan mampu menampungnya? dan seterusnya.”
Langkah seperti itu, jika diambil, kata dia, jelas merupakan kejahatan perang.
Polyansky menjelaskan kalau langkah membanjiri Gaza menunjukkan aksi tidak pandang bulu dan setara dengan perintah “take no prisoners” mengacu masih adanya tawanan Israel di tangan Hamas.
Sisi lain yang disoroti adalah air laut akan mencemari air tanah di Gaza dan membuat daerah tersebut tidak dapat dihuni.
Mau Usir Warga Gaza ke Mesir
Indikasi lain dari pembanjiran Gaza adalah upaya relokasi warga Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.
Tidak memasukkan air laut ke bawah permukaan tanah Gaza, wilayah itu tidak bisa lagi dihuni.
Dokumen yang diterbitkan pada pertengahan Oktober memang menunjukkan kalau pemerintah Israel ingin memindahkan seluruh penduduk Palestina di Gaza ke Mesir.
Baca juga: Pengusiran Warga Gaza Dimulai, Israel Tekan Mesir Terima Pengungsi dengan Imbalan Penghapusan Utang
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan perang terhadap Hamas setelah kelompok militan yang berbasis di Gaza menyerbu permukiman Israel di dekatnya pada tanggal 7 Oktober,.
Serangan Hamas itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera banyak orang Israel.
Sejak itu, lebih dari 16.000 warga Palestina tewas dalam operasi Israel di Gaza.
"Setelah “jeda kemanusiaan” selama seminggu pada akhir bulan November, Israel telah meluncurkan “fase yang lebih brutal dan berdarah” dalam operasinya, kata Polyansky kepada PBB.
Menurut dia, serangan Israel pasca-gencatan senjata itu berlangsung dengan skala kehancuran yang menunjukkan penggunaan kekuatan “tanpa pandang bulu” dan serangan terhadap warga sipil.,target yang dianggap dilindungi oleh hukum humaniter.
“Serangan Hamas pada 7 Oktober tidak bisa membenarkan kejahatan Israel terhadap kemanusiaan,” kata diplomat Rusia itu.
“Kegagalan untuk menghormati hukum humaniter di satu pihak tidak membebaskan pihak lain dari kewajiban yang sama.”
Polyansky menambahkan bahwa dia ragu Pengadilan Kriminal Internasional akan melakukan apa pun, karena Pengadilan Kriminal Internasional tidak akan bertindak “melawan negara Barat.”
"ICC kemungkinan akan “memaafkan” Israel sama seperti mereka menutup mata terhadap kekejaman Barat di Irak, Afghanistan dan Libya," tambahnya.
(oln/RT/*)