TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, menyindir Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lantaran dianggapnya memiliki standar ganda soal HAM.
Retno mengatakan AS dan negara-negara Barat kerap mendikte RI soal HAM.
Namun, sambungnya, ketika Israel melakukan pelanggaran HAM dengan melakukan penyerangan ke Gaza, AS dan negara-negara Barat justru membiarkan.
"Pihak-pihak yang sering mendikte kami mengenai HAM, justru menjadi pihak yang kini membiarkan Israel melanggar hak asasi manusia," kata Retno saat menjadi panelis pada roundtable terkait HAM, perdamaian, dan keamanan di Markas Dewan HAM PBB, Jenewa, Swiss pada Selasa (12/12/2023), dikutip dari YouTube Kemlu.
Retno menegaskan seluruh negara di dunia tidak boleh menganut standar ganda ketika membahas soal penegakan HAM.
Hal itu dinilainya akan menjadi maslaah terbesar tekrait penerapan HAM yang ideal.
Baca juga: IDF: 20 Tentara Israel yang Bertempur di Gaza, Tewas karena Ditembak Rekan Sendiri atau Insiden Lain
Berkaca dari perang Hamas-Israel, Retno mengungkapkan saat ini dunia tengah menyaksikan pelanggaran HAM berat oleh Israel di Palestina khususnya di Gaza.
Dia pun mencontohkan pelanggaran HAM yang dilakukan Israel seperti membunuh warga sipil, merusak rumah sakit, tempat ibadah, kamp pengungsi hingga mencerabut hak-hak dasar Palestina.
Retno menganggap serangan balik Israel ini bukanlah bentuk pembelaan diri tetapi sudah melanggar hukum internasional.
"Tindakan ini tidak dapat dibenarkan dan jelas melanggar hukum humaniter internasional," tuturnya.
Alhasil, Retno pun mengajak seluruh negara di dunia agar memperbaharui komitmen terkait HAM.
Dia meminta agar tidak diam dan berhenti memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina.
"Saya juga sampaikan bahwa Indonesia sangat menyesali kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengesahkan resolusi humanitarian ceasefire atau gencatan senjata kemanusiaan."
"Hal ini menjadi wujud gagalnya sistem multilateral yang sudah ketinggalan zaman," ujarnya.
Lebih lanjut, Retno mendesak agar seluruh pelanggaran HAM di Gaza oleh Israel segera dihentikan dan proses perdamaian serta solusi antar dua negara terwujud.
RI Sebut DK PBB Gagal Jaga Perdamaian dan Keamanan Dunia
Sebelumnya, Juru Bicara Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, mengkritik Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) buntut gagalnya resolusi gencatan senjata terkait perang Hamas-Israel di Gaza, Palestina.
Awalnya, Iqbal mengungkapkan Pemerintah Indonesia kecewa karena gagalnya resolusi gencatan senjata di Gaza oleh DK PBB.
Padahal, sambungnya, kondisi di Gaza sudah mengkhawatirkan.
"Kita sangat kecewa dan sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi (gencatan senjata di Gaza) tersebut."
"Karena menurut Indonesia, kondisi di lapangan sudah sangat mengkhawatirkan dan gencatan senjata sangat dibutuhkan untuk memastikan bantuan kemanusiaan bisa disalurkan dengan lancar ke Gaza," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kemlu, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Baca juga: Perang Israel-Hamas, Jumlah Korban Tewas di Gaza 18.205 Jiwa, Warga Terluka Capai 49.645 Orang
Kendati demikian, Iqbal menegaskan Pemerintah Indonesia akan terus aktif untuk mengupayakan perdamaian di Gaza.
"Indonesia tidak akan berhenti memperjuangkan agar segera ceasefire atau gencatan senjata segera dicapai dan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan segera ke Gaza," tuturnya.
Di sisi lain, dia mengungkapkan gagalnya resolusi gencatan senjata menjadi wujud kegagalan pula bagi DK PBB.
Padahal, imbuhnya, DK PBB memiliki mandat untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
"Kita menyesalkan bahwa resolusi gagal untuk diadopsi karena ini adalah menunjukkan sekali lagi, DK PBB kehilangan momentum untuk menunjukkan bahwa DK PBB sebagai organ yang mendapatkan mandat untuk menjaga dan keamanan dunia."
"Sekali lagi, DK PBB gagal menunjukkan relevansinya dalam menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional," kata Iqbal.
Lebih lanjut, dia menjelaskan Pemerintah Indonesia saat ini tengah berupaya untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan tahap kedua ke Gaza.
Namun, Iqbal mengatakan saat ini Pemerintah Indonesia masih terus berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait agar dibukanya pintu kedua untuk keperluan penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Gencatan Senjata Gagal Imbas Veto AS
Sebagai informasi, DK PBB menggelar rapat terkait kondisi Gaza dan menghasilkan resolusi penghentian perang antara Hamas dan Israel pada Jumat (8/12/2023) lalu.
Dari 15 anggota DK PBB, 13 anggota menyatakan setuju untuk resolusi gencatan senjata di Gaza, satu negara yaitu Inggris abstain, dan negara terakhir yaitu AS menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi tersebut.
Alhasil, resolusi gencatan senjata pun gagal tercapai.
Padahal, dikutip dari Associated Press (AP), sekutu AS yaitu Jepang dan Prancis telah menyetujui resolusi DK PBB untuk melakukan gencatan senjata di Gaza.
Baca juga: Profesor Terkemuka di Gaza Tewas dalam Serangan Udara, Sempat Ucap Tak Punya Tujuan untuk Pergi
Di sisi lain, beberapa negara lewat kementerian luar negeri masing-masing yaitu Mesir, Otoritas Palestina, Yordania, Arab Saudi, Qatar, dan Turki telah berada di Washington DC untuk bertemu dengan Menlu AS, Antony Blinken.
Kembali lagi terkait voting di DK PBB, diplomat negara Arab menegaskan bahwa masalah di Gaza sepenuhnya adalah tanggung jawab AS.
Hal ini bertujuan agar AS dapat menahan sikap Israel untuk tidak terus menerus menyerang Gaza.
Sementara dari pihak AS lewat Wakil Duta Besar-nya, Robert Wood, mengungkapkan resolusi gencatan senjata itu tidak seimbang.
Robert menyebut ketika aksi militer Israel dihentikan maka kemungkinan Hamas untuk terus memerintah Gaza akan 'menanam benih perang berikutnya.'
"Hamas tidak mempunyai keinginan untuk melihat perdamaian yang bertahan lama, untuk melihat solusi dua negara," kata Wood sebelum pemungutan suara.
"Oleh karena itu, meskipun Amerika Serikat sangat mendukung perdamaian yang langgeng, di mana baik warga Israel maupun Palestina dapat hidup dalam damai dan aman, kami tidak mendukung seruan untuk segera melakukan gencatan senjata," ujar Robert.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Palestina vs Israel