Tak Ada Bukti Kesalahan Joe Biden, tapi DPR AS Tetap Sahkan Penyelidikan Pemakzulan

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WASHINGTON, DC - 23 OKTOBER: Presiden AS Joe Biden berbicara dalam sebuah acara di Auditorium Pengadilan Selatan di Gedung Kantor Eksekutif Eisenhower di Gedung Putih pada 23 Oktober 2023 di Washington, DC. - DPR AS tetap mengesahkan penyelidikan pemakzulan terhadap Joe Biden, meski tidak ada bukti yang menunjukkan kesalahan sang presiden.
WASHINGTON, DC - 23 OKTOBER: Presiden AS Joe Biden berbicara dalam sebuah acara di Auditorium Pengadilan Selatan di Gedung Kantor Eksekutif Eisenhower di Gedung Putih pada 23 Oktober 2023 di Washington, DC. - DPR AS tetap mengesahkan penyelidikan pemakzulan terhadap Joe Biden, meski tidak ada bukti yang menunjukkan kesalahan sang presiden.

TRIBUNNEWS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) mengesahkan penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Joe Biden, Rabu (13/12/2023).

Padahal, penyelidikan informal yang sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir, tak menemukan bukti kesalahan Biden.

Diketahui, Partai Republik menuding Biden menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan korupsi dan menerima suap saat menjadi wakil presiden di pemerintahan Barack Obama.

Tak hanya Biden, keluarganya juga ikut diseret dalam tudingan tersebut.

Dikutip dari AlJazeera, DPR AS yang dikuasai Partai Republik, memberikan 221 banding 212 suara untuk menyetujui penyelidikan tersebut.

Baca juga: Upaya Pemakzulan Joe Biden, Bisakah Presiden AS Ini Dicopot dari Jabatannya?

Penyelidikan itu dilakukan untuk memeriksa apakah Biden mengambil keuntungan yang tidak semestinya dari bisnis luar negeri sang anak, Hunter Biden (53).

Pemungutan suara soal penyelidikan pemakzulan berlangsung beberapa jam setelah Biden menolak panggilan untuk memberikan kesaksian secara tertutup.

"Kami tidak menganggap enteng tanggung jawab ini dan tidak akan berprasangka buruk terhadap hasil penyelidikan," kata Ketua Mike Johnson dan timnya dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara.

"Tapi, catatan pembuktian tidak mungkin diabaikan."

Donald Trump, yang akan kembali bertarung melawan Joe Biden di pemilu mendatang, mendorong sekutunya di Kongres untuk bergerak cepat dalam memakzulkan sang presiden.

Desakan itu merupakan bagian dari seruan Trump yang lebih luas untuk membalas musuh politiknya itu.

Tetapi, Gedung Putih menolak inisiatif itu karena tidak berdasarkan fakta dan bermotif politik.

Di hari yang sama saat pemungutan suara digelar, anggota DPR AS dari Parati Demokrat bersatu menentang resolusi penyelidikan tersebut.

Mereka menyebutnya sebagai lelucon yang dilakukan pihak-pihak yang berseberangan untuk membalas dua dakwaan terhadap Trump.

"Semua ini (penyelidikan pemakzulan terhadap Biden) adalah aksi politik yang ekstrem."

"Semua ini tidak memiliki kredibilitas, tidak memiliki legitimasi, dan tidak memiliki integritas. Ini hanya tontonan," kata perwakilan Partai Demokrat, Jim McGovern, dalam debat terbuka, dilansir AP.

Beberapa anggota DPR AS dari Partai Rebpublik, juga ragu-ragu melakukan pemungutan suara mengenai pemakzulan Biden karena takut akan dampak politik yang signifikan.

Mereka yang ragu-ragu adalah yang berasal dari distrik yang terpecah secara politik.

Baca juga: Nasib Sial Joe Biden: Kini Terancam Dimakzulkan dan Putranya Tersandung Kasus Pajak

Tetapi, pemimpin Partai Republik telah menyatakan dalam beberapa pekan terakhir, resolusi itu hanya sebuah langkah dalam proses, bukan keputusan untuk memakzulkan Biden.

Pernyataan itu tampaknya berhasil memenangkan hati-hati orang yang skeptis.

Senat: Tak Ada Bukti yang Menunjukkan Presiden Bersalah

Senator Chuck Grassley tiba di Gedung Capitol AS pada 26 September 2023 di Washington, DC. (Anna Moneymaker / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)

Beberapa jam sebelum pemungutan suara dilakukan, Senator Chuck Grassley mengakui penyelidikan pemakzulan terhadap Biden yang dilakukan Partai Republik tidak menghasilkan fakta apapun yang menunjukkan adanya kesalahan sang presiden.

"Tidak ada bukti mengenai hal itu," kata Grassley, Rabu, dikutip dari News Republic.

"Saya hanya akan mengikuti fakta yang ada, dan fakta itu belum membawa saya ke titik di mana saya dapat mengatakan Presiden bersalah," lanjutnya, mengaitkan Biden dengan urusan bisnis putranya.

Sementara itu, Biden lewat pernyataan yang dirilis oleh Gedung Putih, mengecam disahkannya penyelidikan pemakzulan terhadap dirinya.

Biden menggambarkan hal tersebut sebagai "aksi politik" anggota DPR AS dari Partai Republik.

"Alih-alih membantu membuat kehidupan warga Amerika lebih baik, mereka justru fokus menyerangs aya dengan kebohongan."

"Alih-alih melakukan pekerjaan mendesak yang perlu diselesaikan, mereka memilih membuang-buang waktunya untuk aksi politik yang tak berdasar, yang bahkan diakui oleh Partai Rebublik di Kongres bahwa tidak ada bukti," tuturnya, Kamis (14/12/2023).

Penyelidikan Pemakzulan Masih akan Berlangsung hingga 2024

WASHINGTON, DC - 25 OKTOBER: Ketua DPR AS yang baru terpilih Mike Johnson (R-LA) menyampaikan pidato bersama rekan-rekan Partai Republik di tangga Front Timur Dewan Perwakilan Rakyat di US Capitol pada 25 Oktober 2023 di Washington, DC. (CHIP SOMODEVILLA / GETTY IMAGES AMERIKA UTARA / GETTY IMAGES MELALUI AFP)

Dengan DPR AS mengesahkan penyelidikan pemakzulan terhadap Hie Biden, maka penyelidikan itu akan berlangsung hingga 2024 mendatang.

Hal ini dapat menimbulkan kesulitan besar bagi presiden di tengah tahun pemilu.

Dalam jangka pendek, tindakan DPR ini memberikan tiga komite DPR yang dikuasai Partai Republik yang memimpin penyelidikan lebih banyak wewenang untuk mendapatkan dokumen dan memanggil saksi.

Baca juga: Alasan DPR AS Gelar Penyelidikan Pemakzulan terhadap Presiden Joe Biden

Juga, bagi hakim untuk menegakkan permintaan tersebut.

Jika komite memutuskan untuk melanjutkan pemakzulan, seluruh anggota DPR akan melakukan pemungutan suara.

Apabila mayoritas memilih ya, Biden akan dimakzulkan.

Senat kemudian akan mengadakan persidangan dan memberikan suara apakah akan mencopot presiden dari jabatannya.

Meskipun tiga presiden sebelumnya telah dimakzulkan oleh DPR, tidak ada presiden yang pernah dicopot dari jabatannya.

Lalu, apakah bisa Biden dicopot dari jabatannya?

Masih dilansir AP, sejarah politik AS menunjukkan segala sesuatunya bukan pertanda baik bagi Biden.

Dari empat presiden yang pernah diperiksa, tiga di antaranya adalah Andrew Johnson, Bill Clinton, dan Donald Trump akhirnya dimakzulkan.

Yang keempat, Richard Nixon, hanya lolos dari teguran dengan mengundurkan diri sebelum pemungutan suara berlangsung.

Namun, mayoritas Partai Republik di DPR membuat mereka hanya mampu kehilangan sedikit suara ketika situasi mencapai puncaknya.

Terlepas dari kenyataan semua anggota Partai Republik di DPR memilih untuk secara resmi membuka penyelidikan, beberapa ragu-ragu untuk mendukung pemakzulan penuh.

Mereka yang ragu-ragu, terutama yang berasal dari distrik yang terpecah secara politik, takut akan dampak politik yang besar.

Dusty Johnson dari Partai Republik berkata, “Jika kita tidak memiliki tanda terima, hal itu akan membatasi apa yang dilakukan DPR dalam jangka panjang.”

Anggota Partai Republik lainnya, Ken Buck, mengatakan partainya terlibat dalam “pemakzulkan retribusi”, sedangkan yang lain mengatakan Biden “mungkin tidak” melakukan pelanggaran yang dapat dimakzulkan.

Baca juga: Daftar Presiden AS yang Dimakzulkan, Bill Clinton, Andrew Johnson, Donald Trump, Joe Biden?

Bahkan, semakin tidak ada kepastian masyarakat AS akan mendukung segala upaya untuk memakzulkan presiden.

Sebuah jajak pendapat dari CNN pada Oktober, menunjukkan bahwa 57 persen warga Amerika berpendapat Biden tidak boleh dimakzulkan.

Menurut Washington Post, angka tersebut antara 10 dan 14 poin lebih tinggi dibandingkan jajak pendapat serupa yang diambil mengenai sikap terhadap dua pemakzulan Trump.

Bahkan jika DPR memutuskan untuk memakzulkan Biden, kecil kemungkinannya dia akan dicopot dari jabatannya.

Enam puluh senator harus memilih untuk menghukum Biden agar hal itu bisa terjadi, dan dengan Partai Demokrat yang menguasai Senat, hasil tersebut hampir mustahil didapat.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini