Kemarin Ngebom Duluan, Kini Israel Merengek Minta Pertukaran Tawanan Lagi: Hamas Ogah Kompromi
TRIBUNNEWS.COM - Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, dilaporkan menekan Mesir dan Qatar untuk kembali memulai perundingan pertukaran tahanan dengan milisi pembebasan Palestina, Hamas.
Rengekan Israel kali ini disebutkan disertai tawaran yang signifikan, berupa pembebasan banyak tahanan Palestina di penjara Israel.
Baca juga: Media Israel Sebut Pembanjiran Terowongan Sukses, Hamas: Dibangun Insinyur, Sudah Diperhitungkan
Namun, syarat utama perundingan kali ini, jika diterima, adalah kesepakatan apa pun yang mencakup permintaan penghentian total pertempuran di Gaza, tidak akan diterima.
Media berbahasa Ibrani, Israel Hayom melaporkan, Jumat (15/12/2023), syarat utama itu diajukan oleh para pejabat di kabinet perang Israel.
Baca juga: Israel Akan Kirim Pasukan ke Perbatasan Mesir Gegara Hamas, Mau Apa? Apa Respons Kairo?
Penyebab Berakhirnya Gencatan Senjata Pada Awal Desember
Laporan itu juga menyertakan penjelasan mengenai penyebab berakhirnya gencatan senjata yang sempat terjadi di Perang Gaza.
Setelah berlangsung sepekan dan berhias pertukaran tawanan, Jumat (1/12/2023), jet-jet Israel kembali membombardir Gaza, menandakan berakhirnya jeda perang.
Para pejabat di Tel Aviv menyatakan, sejatinya garis besar perundingan sebelumnya itu, mengenai tiga tahanan Palestina per tawanan terbuka untuk diterapkan.
Namun Israel mengklaim kalau Hamas belum meneruskan daftar nama tawanan yang akan dibebaskan ke Mesir atau Qatar, dua negara mediator.
Hal itu yang membuat Israel memutuskan untuk tidak meneruskan gencatan senjata.
Media Israel tersebut juga melansir bantahan seorang pejabat politik atas laporan berhentinya gencatan senjata kemarin karena Israel menolak membebaskan para pejabat senior yang dipenjara di Israel dan penghentian agresi di Gaza.
Laporan tersebut menambahkan, Tel Aviv tertarik pada pertukaran lain untuk membebaskan tawanan dan mendesak adanya kondisi yang ideal agar kesepakatan itu terwujud.
“Para menteri dari kabinet yang dikurangi (Israel membubarkan sejumlah kementerian) menyatakan dukungannya terhadap upaya untuk memperbarui kontak minggu ini karena definisi tujuan operasi (militer) adalah pengembalian tawanan (kembali pulang),” lapor Israel Hayom.
Baca juga: Hamas Sisakan Sandera Tentara Israel, Komandan Al-Qassam: Tak Ada Negosiasi, Biarkan Perang Berkobar
Kirim Direktur Mossad ke Qatar, Angkuh Meski Terjepit
Laporan Israel Hayom ini muncul beberapa hari setelah jadwal perjalanan direktur Mossad David Barnea ke Qatar dibatalkan.
Barnea disebutkan mendapat tugas untuk berbicara dengan pihak Qatar untuk membahas peluang kembali dilakukannya pertukaran tawanan dengan Hamas.
“Kami tidak akan pergi ke Qatar saat ini, dan keputusannya adalah kami mendengarkan tawaran jika tawaran itu datang,” kata seorang pejabat politik kepada Channel 13 awal pekan ini.
Kabinet perang memutuskan untuk membatalkan perjalanan Barnea untuk memaksa Qatar mengambil langkah pertama dalam membangun kembali negosiasi tahanan.
Artinya, Israel mengutus Qatar untuk berbicara ke Hamas, apakah milisi tersebut bersedia kembali melakukan pertukaran tahanan.
Sejumlah analisis Timur Tengah menilai, langkah Israel ini demi menjaga 'harga diri' terlepas dari posisi terjepit terkait situasi warga negara mereka yang ditawan Hamas.
Posisi terjepit itu muncul saat tekanan dari dalam negeri Israel makin kuat dari pihak oposisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemimpin oposisi Benny Gantz malah mengatakan kalau Israel perlu menemukan kesempatan untuk memulai kembali proses pertukaran tawanan tersebut.
Pandangan ini rupanya juga dianut oleh sebagian pihak di dalam kabinet perang Netanyahu.
Awal pekan ini, muncul laporan yang menyatakan kalau sebuah ibu kota di Eropa menjadi tuan rumah perundingan rahasia antara delegasi Israel dan Qatar mengenai kesepakatan pertukaran tahanan baru.
(oln/TC/*)